Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ibu tunggal menginisiasi petisi agar namanya bisa ditulis di ijazah anak.
Kolom orang tua dalam ijazah anak bisa diisi nama ayah, ibu, ataupun wali.
Edaran boleh mencantumkan nama ibu di ijazah anak baru dikeluarkan Kementerian Pendidikan.
JAKARTA – Kolom orang tua dalam ijazah anak kini bisa diisi menggunakan nama ibu ataupun wali—tidak melulu nama ayah. Edaran baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini menjadi kabar baik bagi ibu tunggal yang selama ini kerap didiskriminasi dan perannya dikecilkan dalam pendidikan anak-anak mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poppy Dihardjo adalah ibu tunggal yang menginisiasi petisi yang berujung pada surat edaran Kementerian Pendidikan itu. Anak Poppy akan lulus sekolah dasar tahun depan dan ia mendengar dari temannya sesama ibu tunggal bahwa kolom orang tua di ijazah anaknya akan dicantumkan nama ayah biologis. Benar saja. Saat audiensi dengan sekolah, kepala sekolah anaknya mengatakan pencantuman nama ayah di ijazah adalah hal baku karena mengikuti akta kelahiran. “Saya bahkan diminta mendatangkan bapaknya untuk memberikan persetujuan penggantian nama orang tua dalam ijazah anak,” kata Poppy kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poppy marah. Di merasa menghadirkan ayah anaknya ke sekolah hanya karena urusan nama dalam ijazah merupakan diskriminasi sebagai ibu tunggal. Hak asuh anaknya jatuh kepada Poppy setelah dia bercerai. Bekas suaminya pun tak lagi mengambil peran dalam hidup anak mereka. Dukungan moral dan biaya pendidikan anak menjadi tanggung jawab Poppy selama ini.
Seorang siswi mengerjakan tugas di SD Ar Rafi, Bandung, Jawa Barat, 8 September 2021. TEMPO/Prima Mulia
Berbekal masukan dari teman-temannya sesama ibu tunggal dan penyintas kekerasan domestik, Poppy lalu menulis petisi dengan judul “Ibu Tunggal Berhak Namanya Ditulis di Ijazah Anak, Stop Diskriminasi di Dunia Pendidikan!” pada akhir Oktober di Change.org. Petisi itu diteken lebih dari 16 ribu orang sebelum ditutup karena berhasil membawa perubahan.
Edaran itu terbit pada Rabu lalu dan diteken Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suharti. Ada beberapa poin penting dalam edaran tersebut. Pertama, kolom orang tua dalam ijazah anak bisa diisi nama ayah, ibu, ataupun wali. Selain itu, nama orang tua dalam ijazah boleh berbeda, tergantung permintaan orang tua dan wali. Dalam ijazah sekolah dasar, misalnya, menggunakan nama ayah dan dalam ijazah pendidikan selanjutnya bisa memakai nama ibu.
Suharti mengatakan ingin menegaskan poin terakhir tersebut dalam Surat Edaran Nomor 28 Tahun 2021. Selama ini, kata dia, sebenarnya nama orang tua mana saja boleh dicantumkan dalam ijazah anak. Hanya, sekolah cenderung mencantumkan nama ayah karena menjadi standar baku. “Edaran ini agar tidak ada mispersepsi mengenai pengisian nama orang tua atau wali peserta didik dalam blangko ijazah,” kata Suharti.
Kabar gembira ini juga disambut Cut Dewi Maulina, 51 tahun. Ibu tunggal dari Banda Aceh ini membiayai seluruh pendidikan anaknya setelah bercerai dengan suaminya. “Kadang sakit hati ngeliatin nama ayahnya itu masih ada di ijazah SD anak saya,” kata Cut Dewi. Ia mengatakan akan mengajukan permohonan kepada sekolah agar nama di ijazah SMP anaknya yang akan lulus tahun depan bisa diganti menjadi nama ibu.
Cut Dewi mengatakan namanya yang tercantum dalam ijazah anak sekadar nama, melainkan bukti atas kerja kerasnya menghidupi kedua anaknya sendirian sejak bercerai. Kolom orang tua dalam ijazah yang tercantum di bawah kolom nama dan tempat dan tanggal lahir anak, kata Cut Dewi, menjadi simbol bahwa negara mengakui kerja keras tersebut. “Yang melahirkan, kan, juga saya. Aneh kalau bapaknya yang muncul terus di dokumen negara, padahal orangnya enggak tahu ke mana,” ujar dia.
Bagi Poppy, inisiator petisi, perjuangan belum berakhir. Edaran itu terbit di bawah Kementerian Pendidikan sehingga sekolah Islam dan madrasah tak tersentuh oleh edaran itu karena berada di bawah Kementerian Agama. “Saya akan memperjuangkan bagi perempuan ibu tunggal agar tak ada lagi stigma dan diskriminasi,” kata dia.
INDRI MAULIDAR
***
Catatan : Artikel ini sudah diralat karena ada kekeliruan penulisan nama nara sumber yaitu Poppy Dihardjo, yang sebelumnya tertulis Poppy Rahardjo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo