Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJUMLAH jenderal, Selasa siang lalu keluar dari aula Kopkamtib
jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Selama 2« jam berembug dengan
Wapangab/Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, semula ada kesan
situasi tampaknya gawat. Tapi Sudomo menolak dugaan itu.
"Ini pertemuan rutin. Jangan lantas beranggapan situasi sudah
gawat," katanya. Para jenderal itu: Pangkowilhan I-IV, para
Pangdam di Kowilhan II Pangdam Iskandar Muda/Aceh dan
Cenderawasih/Irian Jaya serta para Kepala Staf Angkatan dan
Kapolri. KSAD diwakili Deputy Letjen Poniman.
Kepada mereka, Sudomo minta agar membantu gubernur melaksanakan
5 operasi: tanah, hukum, pupuk dan operasi harapan (pengamanan 9
bahan pokok keperluan sehari-hari serta bahagia (menjelang
Lebaran). Di luar dugaan, siang itu terdengar janji Sudomo yang
menggembirakan.
Katanya "Dalam menangani suatu kasus, jangan ringan tangan
melakukanÿ20penahanan. Terhadap yang sedang diperiksa dan
ditahan, hindarkan pemeriksaan dengan kekerasan seperti main
pukul atau siksaan. Dalam pemeriksaan bisa saja yang
bersangkutan diperiksa di rumah."
Tampaknya itu penegasan kembali dari keputusan bersama antara
Pangkopkamtib, Jaksa Agung, Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman
tempo hari. Dan Sudomo mengakui itu. Sebelumnya ia sudah
memerintahkan agar 17 orang yang terlibat kasus Siria-ria
dibebaskan. Tapi yang ditahan dalam kasus Jenggawah sampai pekan
lalu belum bebas.
Bahkan menurut Bupati Jember, Supono, penahanan itu mencapai
jumlah 39 orang. "Semua sudah ditangkap. Tinggal satu orang,
yaitu seorang anggota DPRD," kata bupati. Anggota DPRD tingkat
II Jember yang terlibat itu rupanya Sutiyono, Fraksi PDI, yang
sampai akhir pekan lalu jadi buronan.
Sutiyono kabarnya pernah menyusun laporan adanya sejumlah tanah
garapan rakyat -- subur dan letaknya baik -- yang menurut
rencana akan dibagikan untuk pegawai negeri dan pejabat
setempat. Misalnya kerawat desa, mandor, sinder dan anggota
Muspida (kecamatan). Sutiyono ternyata tidak sendirian.
Seorang anggota Fraksi PDI lainnya, anggot DPRD tingkat I Jawa
Timur, juga menyusun laporan yang sama dengan mengambil contoh
desa Lengkong. Setiap anggota Muspida di sana kebagian 5 ha,
begitu pula sebagian pegawai PTP XXVII dan beberapa anggota
veteran.
Siria-ria Golkarÿ20
Anehnya, PPP yang pernah kuat di Jenggawah cenderung bersikap
diam. "Bahkan ada yang mulai menghasut rakyat bahwa pimpinan
PPP banci," kata Basuki Arif yang mewakili 100 lebih petani
desa Kaliwining, utara Jenggawah. Barangkali itulah sebabnya
Fraksi PPP di DPR pusat merasa perlu menurunkan ketiga
anggotanya H. Soe~wardi, Chisbullah Huda dan Abdullah Syahir.
Jauh sebelumnya, seorang anggota raksi PPP di DPR sudah
mengumpulkan bahan sengketa tanah PTP XXVII itu. Ia adalah Imam
Churmen, Wakil Ketua Komisi IV (pertanian dan tenaga kerja).
Empat tahun lalu seberkas laporan ia sampaikan kepada Dirjen
Perkebunan "untuk diuji kebenarannya."
"Saya hanya menyampaikan data tehnis, tanpa analisa politik apa
pun," kata Imam. Dalam laporan itu juga disebutkan adanya usaha
menyewakan 2 kaveling @ 75 ha kepada orang kota. "Keduanya ayah
dan anak, tinggal di jalan Yos Sudarso, Jember. Setiap hektar Rp
100.000 setahun. Dan mereka Cina," katanya.
Bukan hanya parpol yang memang sejak semula getol menangani
kasus ini, bahkan kini Golkar pun tak ketinggalan. Dua pekan
lalu Fraksi Karya merasa perlu mengutus ketuanya sendiri,
Soegiharto, meninjau Siria-ria. Dalam pemilu lalu, Golkar menang
mutlak di sana.
Kata Soegiharto bersemangat "Kasus Siria-ria belum selesai
tuntas. F-KP akan terus memperjuangkan agar diselesaikan
sebaik-baiknya." Akan menyampaikan laporan tertulis kepada
Menhankam/Pangab, Soegiharto menyatakan "isinya tidak sama
dengan laporan Laksusda."
Tampaknya situasi mulai berubah, bahkan berbalik. Pekan lalu tak
kurang dari Gubernur Ja-Tim Soenandar Prijosoedarmo sendiri
sependapat dengan Fraksi PPP di DPRD Ja-Tim bahwa makin
banyaknya laporan masyarakat tentang kasus pertanahan
membuktikan kebenaran adanya kasus tersebut.
Oleh gubernur hal itu dinilai positif lapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat atas hak dan kewajibannya sebagai
warganegara dan mendorong Pemerintah lebih bersungguh-sungguh
menyelesaikannya. Di Jakarta, pekan lalu bahkan Menteri
Penerangan Ali Moertopo berpendapat "tak ada latar-belakang
politik dalam sengketa tanah."
Kalau pun ada latar-belakangnya, menurut Ali Moertopo, hanyalah
lantaran 3 hal karena merasa tenteram kalau sudah punya sawah
atau tanah, faktor sosial ekonomi dan bisnis. "Tak ada latar
belakang politik," katanya sekali lagi. "Kalau pun ada oknum
pejabat terlibat, itu karena memanipulasikan jabatan dan
kekuasaan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo