Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menakar Tindak Lanjut Laporan Tim PPHAM

Ditemukan tiga pola terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

8 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo alias Jokowi membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM). Tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim tersebut bertugas mengungkap dan melakukan upaya penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu; merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya; serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat, termasuk kasus penghilangan paksa, tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Solidaritas Korban Pelanggaran HAM menyebutkan, secara umum, ditemukan tiga pola yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Dilansir dari https://skp-ham.org/, tiga pola tersebut adalah tindakan aktif aktor negara (state actor by commission, tindakan pengabaian aktor negara (state actor by omission), dan tindakan saling pengaruh di antara keduanya.

Setelah setahun bekerja, pada 11 Januari 2023, Tim PPHAM memberikan 11 rekomendasi kepada pemerintah. Poin pertama langsung dijalankan Presiden Jokowi, yakni pengakuan dan penyesalan bahwa telah ada 12 pelanggaran HAM berat yang dilakukan negara.

Amnesty International Indonesia menyebutkan Presiden lalu menerbitkan Instruksi Nomor 2 Tahun 2023. Sebanyak 19 kementerian dan lembaga diminta menindaklanjuti rekomendasi Tim PPHAM. Misalnya, Kementerian Pendidikan diperintahkan memberikan beasiswa pendidikan bagi korban atau anak-anak korban pelanggaran HAM. 

Kemudian ada Kementerian Sosial yang diinstruksikan memberikan bantuan dan atau rehabilitasi sosial serta memberikan jaminan hari tua bagi korban atau ahli waris dan korban yang terkena dampak. Namun Amnesty menilai kebijakan ini memiliki beberapa kontroversi, antara lain mekanisme pendataan korban yang belum jelas rujukan dan tolok ukurnya serta dapat berpotensi salah sasaran.


Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus