Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

23 Tahun Reformasi: Pidato Lengkap Pengunduran Diri Soeharto Sebagai Presiden

Pada 21 Mei 1998 ditandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era Reformasi, Saat itu Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden. Ini pidatonya

21 Mei 2021 | 10.57 WIB

Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org
Perbesar
Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tanggal 21 Mei 1998 ditandai sebagai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era Reformasi, sekitar pukul 09.00 WIB, Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai presiden setelah menjabat lebih dari tiga dekade, yakni 32 tahun. Pengunduran diri sebagai presiden oleh Soeharto ini merupakan buntut dari desakan rakyat Indonesia yang menuntut reformasi di segala bidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa peristiwa yang melatarbelakangi lengsernya Soeharto yaitu krisis moneter 1997-1998, demonstrasi besar-besaran yang dilakukan rakyat Indonesia hingga menimbulkan beberapa tragedi seperti Tragedi Trisakti, serta aksi Kerusuhan Mei 1998 yang menyebabkan, baik ekonomi maupun politik serta sosial menjadi tidak stabil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Berikut ini merupakan isi pidato pengunduran Soeharto, yang dibacakan di Istana Merdeka, ditandatangani langsung oleh presiden Republik Indonesia ke-dua ini dan tertanggal 21 Mei 1998, dilansir dari wikisource.org.

“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.

Namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan Komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.

Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pimpinan Fraksi-Fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan Pernyataan ini, pada hari ini, Kamis, 21 Mei 1998.

Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan Saudara-saudara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang juga adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pagi ini pada kesempatan silaturahmi.

Sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Dasar ’45 maka Wakil Presiden Republik Indonesia yang Prof. Dr. Ing. B J. Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998–2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin Negara dan Bangsa Indonesia ini, saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan Undang Dasar ’45-nya.

Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan pada para menteri saya ucapkan terima kasih.

Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara Wakil Presiden sekarang juga agar melaksanakan pengucapan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung Republik Indonesia.”

Jakarta, 21 Mei 1998.

Presiden Republik Indonesia

Soeharto

HENDRIK KHOIRUL MUHID

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus