Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tensi politik antara kubu pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi - Ma'ruf Amin dan kubu pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno belum mereda. Terlebih, dua belah kubu telah mendeklarasikan kemenangan dalam Pemilihan Presiden 2019 versi perhitungan internal masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melihat dinamika yang terjadi, Tempo mencatat setidaknya ada empat langkah yang ditempuh Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf dalam menghadapi Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga pasca hari pencoblosan Pemilu 2019.
1. Rencana mengutus Luhut menemui Prabowo
Rencana pertemuan kubu Jokowi dan kubu Prabowo terungkap ke publik, Kamis lalu, 18 April 2019. Mulanya, Jokowi mengatakan telah menugasi seorang utusan untuk menemui Prabowo. Hashim Djojohadikusumo menyebut bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan adalah utusan Jokowi.
Menanggapi rencana itu, Wakil Ketua Umum BPN, Priyo Budi Santoso berpendapat Prabowo tidak perlu bertemu dengan utusan dari TKN Jokowi - Ma'ruf dalam waktu dekat ini. "Momen yang tepat adalah setelah semua nanti ketok palu dari KPU," ujar Priyo di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis, 25 April 2019. Dia menambahkan, pertemuan Jokowi dan Prabowo pun seharusnya tidak menggunakan perantara.
2. Minta KPU membuka data C1
Kubu Jokowi meminta KPU segera mengunggah data scan C1 dari setiap tempat pemungutan suara atau TPS ke sistem informasi penghitungan suara (Situng) agar bisa diakses oleh publik. Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, mengatakan menampilkan data scan C1 diperlukan untuk menghindari kesimpangsiuran informasi yang beredar di masyarakat dan klaim-klaim sepihak oleh masing-masing kubu terkait perolehan suara paslon.
"Untuk itu kami merekomendasikan kepada KPU untuk secepatnya meng-upload seluruh dokumen C1 dan dinyatakan terbuka untuk publik," ujar Hasto di War Room TKN yang terletak di salah satu ruangan di Hotel Gran Melia, Jakarta, Ahad, 21 April 2019.
Di sisi lain Prabowo Subianto telah mendeklarasikan diri sebagai presiden berdasarkan perhitungan lebih dari 62 persen real count dan C1 yang diinput tim internal mereka.
3. Mengundang BPN melihat sistem perhitungan suara di TKN
Hasto Kristiynto mengundang perwakilan BPN Prabowo - Sandiaga untuk melihat sistem rekapitulasi penghitungan suara pemilihan presiden berdasarkan dokumen otentik C1. "Kami undang lima personel, dua dari BPN dan tiga dari pengamat politik, dan disaksikan oleh media dan perwakilan mahasiswa untuk melihat pusat hitung suara kami," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 April 2019.
Mengenai hal tersebut, Priyo Budi Santoso menyiratkan BPN tak berminat memenuhi undangan itu. Ia mengatakan tak keberatan berkomunikasi melalui telepon dengan TKN sebagai kawan seiring. Namun saat ini, kata dia, kubu Prabowo - Sandiaga masih berfokus mengawal perhitungan C1. "Kami konsentrasi di C1," kata Sekretaris Jenderal Partai Berkarya ini.
Priyo menolak menyebutkan tempat BPN merekap C1. Lokasi penghitungan dirahasiakan lantaran kubunya khawatir terhadap ancaman peretasan sistem oleh pembajak.
4. Mencurigai BPN melobi Bawaslu untuk meminta C1
Tudingan melobi ini sebelumnya disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristianto. Hasto mengaku mendapat informasi BPN melobi Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk mendapatkan form C1. "Saya dapat informasi kalau BPN sedang lobby Bawaslu untuk dapatkan dokumen C1," kata Hasto melalui keterangan tertulis pada Kamis, 25 April 2019.
Juru kampanye nasional BPN Prabowo - Sandiaga, Ahmad Riza Patria, membantah disebut melobi Bawaslu untuk mendapatkan dokumen C1. Namun, Riza membenarkan kubunya bersurat kepada penyelanggara pemilu itu.
Riza mengatakan dokumen C1 bukanlah rahasia negara, tetapi milik publik. Dia pun mengatakan Komisi Pemilihan Umum seharusnya memberikan akses untuk mengakses dokumen C1 itu. Menurut Ketua DPP Partai Gerindra ini, kubunya memerlukan akses C1 dari Bawaslu dan KPU untuk melakukan perbandingan dengan C1 yang dimiliki partai dan saksi-saksi dari lapangan. "Karena, mohon maaf, C1 yang sekarang beredar ini banyak macamnya. Dari situ kita akan lihat siapa yang nakal,"kata Riza di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis.
CAESAR AKBAR | IRSYAN HASYIM | DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI