Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Sleman - Pembangunan inklusif untuk penyandang disabilitas mesti mendengarkan masukan dari teman difabel itu sendiri. Koordinator Poros Belajar Inklusi Disabilitas yang juga Konsultan Program Peduli Pilar Disabilitas dari The Asia Foundation, Bahrul Fuad mengatakan ada sembilan poin seruan dan rekomendasi pembangunan inklusif kepada pemerintah yang terangkum dalam Deklarasi Poros Belajar Inklusi Disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegiatan Poros Belajar Inklusi Disabilitas berlangsung sejak 25 Februari sampai 11 Maret 2019. Pada kesempatan itu, sebanyak 24 kader yang mewakili difabel, orang tua dari anak berkebutuhan khusus, kader desa, maupun staf organisasi yang peduli gerakan inklusi disabilitas, menyampaikan aspirasi mereka agar terwujud inklusivitas bagi penyandang disabilitas.
Sembilan poin seruan dan rekomendasi pembangunan inklusif itu dibacakan secara bergantian oleh tiga orang kader, yaitu Nur dari Sukoharjo, Rini Hayati dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Ernidah dari Sulawesi Selatan. Seruan dan rekomendasi tersebut ditandatangani oleh Kepala Sub Direktorat Pelayanan Sosial Dasar Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Ibrahim Bouty, Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Heroe Poerwadi, dan beberapa perwakilan partai politik dan calon anggota legislatif.
“Seruan dan rekomendasi itu disusun para kader pada 9 sampai 10 Maret 2019,” kata Bahrul Fuad dalam acara Deklarasi Poros Belajar Inklusi Disabilitas di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta, Senin, 11 Maret 2019. Berikut sembilan poin seruan dan rekomendasi pembangunan inklusif kepada pemerintah:
Pertama, pengentasan kemiskinan. Pemerintah perlu memastikan pendataan yang terhubung dengan desa, kabupaten, hingga nasional, termasuk untuk mengakses administrasi kependudukan yang memperhatikan kode etik kerahasiaan. Sejauh ini telah ada inisiatif overlay data, yaitu Basis Data Terpadu Penanggulangan Fakir Miskin (BDT PFM) dengan data kelompok rentan untuk memastikan semua kelompok terpinggirkan bisa masuk program pengentasan kemiskinan di beberapa kabupaten.
Kedua, kesehatan. Pemerintah harus memastikan adanya akses layanan kesehatan yang inklusif mulai dari puskesmas, seperti menyediakan staf layanan kesehatan yang bisa berbahasa isyarat serta semua staf kesehatan paham hak dan kebutuhan difabel. Jaminan kesehatan nasional menyediakan peningkatan alat bantu difabel, ketersediaan layanan fisioterapi khususnya di luar Jawa dan layanan kesehatan bagi disabilitas psikososial. Serta tindakan promotif dan preventif deteksi dini disabilitas dan tes TORCH dengan meningkatkan anggarannya.
Ketiga, pendidikan. Pemerintah harus memastikan program sekolah inklusi dilaksanakan secara menyeluruh. Termasuk memasukkan pemahaman tentang hak dan kebutuhan disabilitas dalam paket dasar kompetensi guru, kurikulum dan metode pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan disabilitas, serta fasilitas toilet dan ruang kelas yang aksesibel.
Keempat, kesetaraan gender. Pemerintah harus memastikan akses yang adil untuk perempuan difabel, memprioritaskan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi anak serta remaja perempuan dan laki-laki dengan disabilitas. Juga pemerintah memastikan perlindungan dan penegakan hukum yang adil dalam kasus kekerasan rumah tangga dan seksual dengan korban difabel.
Kelima, air bersih dan sanitasi. Pemerintah memastikan aksesibilitas difabel dalam pembangunaan infrastruktur air bersih dan sanitasi, termasuk ketika tanggap darurat bencana.
Artikel lainnya:
Kondisi Difabel yang Bisa Melihat namun Tak Kenal Wajah Sendiri
Keenam, ekonomi dan mata pencarian. Balai latihan kerja harus dilengkapi kebijakan, sumber daya manusia, dan fasilitas pendukung yang sesuai kebutuhan difabel. Syarat rekruitmen pekerja harus ramah difabel dan program pemberdayaan ekonomi untuk kemandirian difabel harus memastikan pendekatan komprehensif.
Ketujuh, infrastruktur dan industri. Dalam mengeluarkan izin usaha, pemerintah harus memastikan terpenuhinya syarat aksesibilitas infrastruktur, keselamatan dari bencana, dan kuota tenaga kerja yang inklusif sesuai peraturan.
Kedelapan, pemukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Pemerintah memastikan rencana kesiapsiagaan bencana ramah disabilitas dan melibatkan difabel dalam penyusunan dan pelaksanaan.
Kesembilan, partisipasi politik. Pemerintah perlu memastikan hak pilih dan hak dipilih kepada difabel, termasuk difabel psikososial.
Direktur Center for Improving Qualified Activity in Live of People with Disabilities (CIQAL) Suryatiningsih Budi Lestari mengatakan selama ini pembangunan inklusif sering didengungkan pemerintah. Kenyataannya konsep dan programnya belum banyak diimplementasikan. “Jadi perlu diberi contoh, wujud inklusi itu seperti apa,” kata Nuning yang maju sebagai calon anggota legislatif di DPRD DIY dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).