Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ada RUU Penyadapan, Dewan Pengawas KPK Dinilai Makin Tak Relevan

MaPPI FHUI menilai pembentukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin tidak relevan jika dikatakan untuk memperkuat KPK.

2 Februari 2018 | 16.33 WIB

Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar didampingi Wakil Ketua Pansus Eddy Kusuma Wijaya, Anggota Pansus Henry Yosodiningrat dan Arteria Dahlan memberikan keterangan terkait tidak hadirnya KPK pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat,  7 Oktober 2017. Rapat yang semula digelar untuk mengklarifikasi temuan Pansus Hak Angket KPK ini tidak dihadiri KPK karena masih menunggu putusan MK soal uji materi pasal Hak Angket dalam UU MD3. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar didampingi Wakil Ketua Pansus Eddy Kusuma Wijaya, Anggota Pansus Henry Yosodiningrat dan Arteria Dahlan memberikan keterangan terkait tidak hadirnya KPK pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 7 Oktober 2017. Rapat yang semula digelar untuk mengklarifikasi temuan Pansus Hak Angket KPK ini tidak dihadiri KPK karena masih menunggu putusan MK soal uji materi pasal Hak Angket dalam UU MD3. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menilai pembentukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin tidak relevan jika dikatakan untuk memperkuat KPK, menyusul adanya rekomendasi penyusunan Rancangan Undang-Undang Penyadapan oleh Pansus Angket KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Dengan adanya wacana RUU Penyadapan, usulan pembentukan dewan pengawas menjadi semakin tidak relevan," kata Peneliti MaPPI FHUI Aradila Caesar saat dihubungi Tempo pada Jumat, 2 Februari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, rekomendasi pembentukan Dewan Pengawas KPK juga sudah muncul dalam draft RUU KPK pada 2016 lalu. Dalam pasal 12A sampai 12 draft revisi RUU KPK tersebut diatur, penyadapan yang dilakukan KPK harus seizin Dewan Pengawas.

Hal tersebut, lanjut Caesar, yang dikhawatirkan akan kembali terulang dengan rekomendasi pembentukan Dewan Pengawas KPK saat ini. Selain itu, kata dia, soal penyadapan juga tidak benar bahwa dewan pengawas memberikan otorisasi penyadapan. "Dalam praktek berbagai negara, penyadapan itu dikontrol oleh pengadilan. Bukan dewan pengawas," kata dia.

Dalam berbagai kesempatan, Pansus Angket KPK berdalih jika Dewan Pengawas KPK fungsinya bukan mengintervensi proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan KPK, namun untuk mengawasi agar pelaksanaan tugas KPK sesuai koridor hukum. "Jika konteksnya adalah pengawasan dalam hal kerja-kerja penegakan hukum KPK, maka institusi yang berhak mengawasi dan mengkoreksi adalah pengadilan," kata dia.

Termasuk dalam hal penyadapan, kata dia, jika KPK dianggap melanggar HAM dalam proses penyelidikan dan penyidikan atau melakukan perbuatan yang sewenang-wenang, maka yang mengoreksi haruslah pengadilan melalui mekanisme praperadilan.

"Jadi rekomendasi ini agak sulit diterima nalar publik, mengingat proses pembentukan pansus bermasalah dan tendensius menyerang KPK," kata dia.

Selain MaPPI FHUI, kritik terhadap pembentukan Dewan Pengawas KPK juga dilontarkan banyak pihak lainnya. Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Easter misalnya, menganggap pembentukan Dewan Pengawas KPK hanya buku lama dengan sampul baru. "Tidak lain sebagai upaya untuk melemahkan KPK kembali," kata Lalola.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus