Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ada yang makan tanpa bayar

Seminar mengenai kkn di ikip malang. ternyata, masyarakat pedesaan mulai jenuh menerima mahasiswa kkn, bahkan ada desa yang menolak mahasiswa kkn. disaran kan, lokasi kkn benar-benar dievaluasi sebelum kkn.

18 Juni 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KULIAH Kerja Nyata (KKN), yang sejak 1985 menjadi intrakurikuler wa)ib yang mesu dnkutl mahaslswa program sarjana, Rabu pekan lalu diangkat dalam sebuah seminar di IKIP Malang. Ada berita sedih dari pedesaan yang diungkap dalam makalah yang disusun Drs. Amir Daien Indra dan kawan-kawannya. Ternyata, masvarakat pedesaan mulai jenuh menerimamahasiswa KKN. Bahkan ada desa yang menolak kehadiran mahasiswa KKN karena dirasakan memberatkan. Laporan penelitian KKN yang ditulis empat dosen pembimbing dari IKIP Malang itu - Amir Daien Indra Kusuma, Sri Sudarman, Supriyanto, dan Sutiyono mengejutkan sejumlah tokoh pendidikan, bukan cuma peserta seminar. Yang terdengar selama ini justru KKN itu sangat bermanfaat untuk rakyat desa. Kasubdit Pembinaan Pengabdian pada Masyarakat Departemen P dan K, H. Ardjenas Soe'oed, termasuk yang meragukan validitas laporan tadi. "Itu saya kira tidak benar," katanya. Sebab, sepanjang pengamatannya, "kuliah mahasiswa di pedesaan" itu lebih banyak membawa hasil positif dan menjadi pendorong warga masyarakat dalam membangun . Kejenuhan masyarakat itu, seperti yang diungkapkan Amir Daien dkk. memang disebabkan karena tumpang-tindihnya pelaksanaan KKN di sebuah desa yang dilakukan mahasiswa perguruan tinggi yang berbeda. Lagi pula, hasil penelitian lapangan ini belum tentu bisa mewakili desa pada umumnya. Walau begitu, sinyalemen seperti ini dibenarkan oleh Prof. Sudomo, Ketua Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) IKIP Malang. Ada mahasiswa KKN yang menumpang begitu saja di rumah penduduk, makan tanpa bayar. Padahal, si mahasiswa itu kerjanya cuma hura-hura dan bermainmain gitar. Sudomo tak menyebutkan di mana itu terjadi. Mahasiswa IKIP Malang, kata Sudomo lagi, pernah ditolak KKN di sebuah desa di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, karena desa itu pernah dirugikan mahasiswa KKN dari perguruan tinggi lain. Itu terjadi pada tahun 1983, pada saat KKN ini masih dibiayai perguruan tinggi yang mengirim. Maka, bayangkanlah setelah tahun 1985, saat KKN dibiayai sendiri oleh mahasiswa. "Di IKIP Malang mahasiswa KKN dibebani biaya lebih dari Rp 40 ribu," kata Sudomo. Pada mulanya KKN diperkenalkan oleh tiga universitas yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Andalas, dan Universitas Hasanuddin di tahun akademik 1971/1972. Sebagai proyek perintis, waktu itu namanya "Pengabdian Mahasiswa kepada Masyarakat". Kegiatan pengabdian ini ditingkatkan setelah Presiden Soeharto menganjurkan agar mahasiswa bekerja di desa dalam jangka waktu tertentu, tinggal dan membantu masyarakat pedesaan memecahkan persoalan pembangunan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan tinggi. Itu diucapkan Presiden bulan Februari 1972. Setahun setelah itu, program itu pun diberi nama Kuliah Kerja Nyata. Setelah itu KKN memang sering diperdebatkan keberadaannya, terutama sejauh mana bermanfaat bagi masyarakat pedesaan. Yang tak setuju menyebutkan kegiatan mahasiswa ini tak lebih dari piknik dan menghambur-hamburkan dana pemerintah. Yang setuju bisa menunjukkan sejumlah bukti bahwa karya mahasiswa itu bermanfaat. Ada mahasiswa KKN yang membangun instalasi listrik di desa, mendorong pembangunan jembatan, mengajar berbagai keterampilan, dan yang paling banyak adalah membenahi admimstrasi desa. Surya Anwar, dosen Universitas Andalas, Padang, misalnya, tahun 1982 menggelar penelitiannya tentang KKN di kampus Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan di 28 desa di Sumatera Barat ini bahkan dijadikannya disertasi - dan akhirnya mengantar meraih gelar doktor. Di situ Surya Anwar menyebutkan sederet manfaat KKN yang sangat dirasakan masyarak~at lapisan bawah (TEMPO 2 Oktober 1982) Sejak itu, KKN semakin menjalar dan populer di perguruan tinggi negeri. Apalagi kemudian kegiatan ini bukan saja menambah uang saku mahasiswa, tetapi juga menjadi wajib. Di UGM, misalnya, mahasiswa baru boleh mengikuti kuliah praktek pada semester tertentu jika di awal semester itu sudah KKN. Dan akhirnya Departemen P dan K memutuskan, KKN itu wajib diikuti setia mahasiswa sejak tahun 1985. Kegiatan ini pun ditakar dengan SKS (Satuan Kredit Semester) dengan point 3 sampai 4 SKS Sementara itu, dana pemerintah menciut dan mahasiswa tak lagi mendapat "uang saku KKN", malah membiayai dirinya sendiri. Ekses pun timbul, seperti hasil penelitia yang diseminarkan di IKIP Malang ini Masyarakat desa justru merasa "membiay~ai mahasiswa yang KKN". Karena itu, Amir D. Indra Kusuma dkk. menyarankan agar lokasi KKN benar-benar dievaluasi sebelum mengirim mahasiswa, apakah mereka betul membutuhkan atau tidak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus