Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Akademikus Ikut Kampanye Omnibus

Sejumlah akademikus tak mempersoalkan video pernyatannya terpampang di akun Instagram Jaringan Bonus Demografi.

19 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menonton video salah satu akademikus di akun instagram milik Jaringan Bonus Demografi, 18 Agustus 2020. Tempo/Bintari Rahmanita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Solo, Lukman Hakim, mengaku terkejut videonya terpampang di akun Instagram milik Jaringan Bonus Demografi.

  • Lembaga ini didirikan oleh sejumlah akademikus untuk mengkampanyekan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.

  • Sejumlah akademikus tak mempersoalkan video pernyatannya terpampang di akun Instagram Jaringan Bonus Demografi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Solo, Lukman Hakim, mengaku terkejut videonya terpampang di akun Instagram milik Jaringan Bonus Demografi (JBD). Lembaga ini didirikan oleh sejumlah akademikus untuk mengkampanyekan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia tidak menyangka video tersebut justru menjadi alat kampanye. Lukman pun menyatakan bukan bagian dari JBD. Video tersebut, kata dia, diambil sebagai dokumentasi acara diskusi virtual berjudul "RUU Cipta Kerja, Peluang Membangkitkan Ekonomi Pasca-Pandemi" yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta pada Juni lalu.

Lukman tak mengetahui bahwa acara tersebut diselenggarakan bersama JBD. "Saat itu saya diundang sebagai pembicara webinar mengenai RUU omnibus law," kata Lukman kepada Tempo, kemarin.

Dalam video tersebut, Lukman menyatakan dukungannya terhadap pengesahan omnibus law guna mengatasi persoalan tumpang-tindih regulasi yang menghambat investasi. Regulasi sapu jagat itu pun dinilai semakin bermanfaat di tengah wabah yang membuat perekonomian terseok-seok.

Hanya, dia menganggap tidak memiliki kapasitas untuk membicarakan detail isi RUU itu. Alasannya, substansi draf mencakup banyak aspek, terutama pada pasal-pasal yang masih kontroversial. "Setannya memang di detailnya," kata lulusan program doktoral Universiti Utara Malaysia itu.

Ketua PWI Solo Anas Syahirul membenarkan bahwa acara itu adalah hasil kerja sama lembaganya dengan JBD. Dia pun mengakui sempat memproduksi video yang berisi pernyataan Lukman. "Video itu dimiliki penyelenggara, dalam hal ini PWI dan Jaringan Bonus Demografi," ujar dia.

Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Aldrin Herwany, menceritakan sempat diundang oleh suatu pihak untuk menjadi narasumber dalam diskusi virtual. Namun, kata dia, diskusi tak terkait dengan JBD. Aldrin pun mengaku tak terlibat dalam lembaga tersebut.

Dia juga merasa bingung karena namanya dipajang dalam sejumlah gambar kampanye RUU Cipta Kerja. Salah satunya termuat dalam unggahan akun Instagram @jbdemografi pada 8 Mei lalu. Aldrin mengaku tak mempersoalkan namanya tercatut. Sebab, substansi unggahan itu sesuai dengan sikapnya mendukung pengesahan omnibus law. "Pandangan saya, RUU itu lebih cepat lebih bagus diketuk palu. Tapi saya tidak terafiliasi dengan pihak siapa pun," kata Aldrin.

Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Wasiaturrahma, juga membenarkan pernyataannya dicatut dalam unggahan @jbdemografi pada 11 Juni lalu. Namun dia mengaku tak mempermasalahkan hal tersebut karena dirinya memang mendorong pengesahan RUU Cipta Kerja. "RUU itu mau tak mau harus segera goal," ujar Wasiaturrahma.

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Leo Agustino, mengaku diundang dalam diskusi yang diadakan JBD pada 19 Juni lalu. Menurut Leo, undangan tersebut terkait dengan kapasitasnya sebagai Direktur Riset Indonesian Politics Research and Consulting.

Leo menyatakan tak pernah bergabung dengan JBD. "Saya mungkin diundang karena kawan saya di Untirta juga salah satu anggotanya," kata dia. Kawan yang dimaksud Leo adalah Yoki Yusanto dan Riswanda, inisiator JBD.

Dekan FISIP Untirta Ahmad Sihabudin membenarkan bahwa Yoki dan Riswanda adalah pengajar di kampusnya. Namun dia mengklaim JBD bukanlah lembaga resmi kampus. Jaringan ini juga dianggap belum pernah bekerja sama secara resmi dengan universitas.

Sihab mengatakan Yoki memang kerap beraktivitas di luar kampus. Beberapa bulan lalu, Yoki pernah menceritakan kepada Sihab mengenai aktivitasnya terkait dengan RUU Cipta Kerja dalam suatu lembaga. "Dia bilang lagi nyari sambilan untuk sesuap nasi. Saya pesankan agar tetap membawa nama baik lembaga," ujar Sihab.

Yoki tak membalas panggilan telepon Tempo. Namun, pada Senin lalu, dia mengatakan lembaganya memang bertujuan memberikan pemahaman kepada publik ihwal omnibus law. Upaya tersebut, kata Yoki, dilakukan melalui diskusi virtual bekerja sama dengan pihak lain di sejumlah daerah.

Penggagas JBD lainnya, Riswanda, menyatakan lembaganya memang mengundang banyak pihak untuk membicarakan RUU Cipta Kerja melalui diskusi yang diselenggarakan secara rutin. "Peserta yang dilibatkan dalam webinar ada politikus, pengusaha, akademikus, perwakilan masyarakat, dan pekerja," ucap dia.

AHMAD RAFIQ (SOLO) | ANWAR SISWADI (BANDUNG) | AVIT HIDAYAT | NURHADI (BANDUNG) | ROBBY IRFANY

29

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus