Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah PDIP Memecat Jokowi

Kiprah politik Jokowi di PDI Perjuangan tamat. Butuh dukungan partai politik baru.

27 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENCALONAN Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2024 pada Oktober 2023 mengguncang PDI Perjuangan. Gibran adalah Wali Kota Solo yang diusung partai ini. Dalam Pemilu 2024, PDIP menjagokan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Para pengurus mulai mendengungkan pemecatan Gibran dari partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya Gibran, kader lama PDIP juga mendengungkan pemecatan Joko Widodo, ayah Gibran. Presiden Jokowi secara tegas akan cawe-cawe dalam pemilihan presiden demi menjaga kelangsungan kekuasaanya. Perubahan UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi, yang dipimpin oleh adik iparnya, pada Oktober tahun lalu membuka hasrat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo-Gibran membukukan kemenangan 58,6 persen. PDIP menggugat kemenangan itu karena menilai banyak kecurangan dalam pemilihan presiden. Cawe-cawe Presiden Jokowi berbentuk pengerahan aparatur negara mendukung anaknya, pembagian bantuan sosial di masa kampanye, hingga dukungan terang-terangan keluarganya kepada pasangan ini. Namun, para hakim Mahkamah Konstitusi menolak gugatan ini dalam putusan 22 April lalu.

Penolakan para pengurus PDIP terhadap Jokowi-Gibran pun makin kencang. Saat kubu Prabowo Subianto melobi PDIP agar bergabung ke koalisinya, mereka menyatakan menolak lamaran tersebut.

Lebih dari empat sumber Tempo di PDIP ataupun petinggi partai politik di Koalisi Indonesia Maju—koalisi pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden 2024—mengatakan orang dekat Prabowo sudah berkomunikasi dengan PDIP sejak pemungutan suara Pemilu 2024 selesai.

Para pengurus PDIP yang bertemu dengan utusan Prabowo mengatakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berpesan bahwa partainya tak akan bergabung ke pemerintahan Prabowo jika melibatkan Jokowi. Partai berlambang banteng moncong putih itu hanya akan bergabung ke pemerintah atas pertimbangan Prabowo sebagai presiden terpilih.

Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, mengakui sudah bertemu dengan para politikus PDIP, seperti Puan Maharani. Di sela pertemuan sebagai pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Dasco menawarkan agarkan PDIP bergabung dengan koalisi Prabowo. “Tapi itu baru pembicaraan awal dan belum sampai pada tahap pembicaraan yang signifikan,” kata Wakil Ketua DPR itu, Jumat, 26 April 2024.

Dasco menepis ada permintaan dari Megawati agar Prabowo tak melibatkan Jokowi danpara menteri kepercayaannya di kabinet sekarang dalam kabinet pemerintahan Prabowo nanti. “Tidak betul ada permintaan itu,” katanya.

Politikus PDIP Andreas Hugo Pareira mengaku tidak mengetahui lobi Gerindra ke partainya. “Apakah Pak Prabowo akan mengajak bicara PDIP atau tidak, saya belum tahu,” katanya.

Pasangan bakal calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto (kanan) dan Gibran Rakabuming Raka saat akan menyerahkan syarat pencalonan di kantor KPU, Jakarta, 25 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Posisi Jokowi-Gibran

Sejak pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden hingga saat ini, PDIP tak pernah menyatakan secara resmi memecat Jokowi dan Gibran dari partainya. Sejumlah pengurus partai hanya menyarankan agar keduanya mengundurkan diri dari partai yang bermarkas di Jalan Diponegoro Nomor 58 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, itu.

Penegasan terhadap posisi Jokowi dan Gibran diungkapkan Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun. Komarudin mengatakan keduanya bukan lagi bagian dari PDIP. 

“Ah, orang (Jokowi) sudah di sebelah sana (kubu Prabowo). Bagaimana mau dibilang masih bagian dari PDIP?" kata Komarudin di kantor DPP PDIP, Senin lalu.

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kehormatan Komarudin Watubun. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai hubungan Jokowi dan PDIP memang sudah tamat sejak Gibran maju sebagai calon wakil presiden dan Jokowi merestuinya. Ia mengatakan sulit bagi Jokowi dan PDIP bersatu lagi. Adi mencontohkan perseteruan antara Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang berawal ketika SBY bertarung dalam pemilihan presiden 2004.

“Keretakan hubungan Jokowi dan Megawati ini lebih buruk dari SBY,” kata Adi.

Karena itu, Adi berpendapat Jokowi harus berlabuh ke partai politik lain yang setara dengan PDIP jika ingin mempertahankan pengaruh dan tawar-menawar politiknya. Sebab, kekuatan politik Jokowi akan memudar ketika tak lagi berstatus presiden.  

Menurut Adi, Jokowi juga membutuhkan partai politik untuk kemungkinan menangkis serangan balik PDIP. Ia yakin PDIP tidak akan berhenti menyerang Jokowi setelah tidak lagi di posisi presiden. Atau, serangan PDIP itu dapat saja diarahkan ke Gibran. 

Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai pemecatan Jokowi dan Gibran dari PDIP tidak signifikan bagi popularitas keduanya. Sebab, ayah dan anak ini bisa dengan mudah berlabuh ke partai politik lain. 

Sebaliknya, kata Siti Zuhro, PDIP akan merugi jika memecat Jokowi dan Gibran. Pemecatan itu akan berdampak pada hilangnya dukungan loyalis Jokowi ke PDIP. Pemecatan Jokowi itu juga akan berimbas pada kader PDIP di kabinet pemerintahan Jokowi.

“Apakah kader-kader PDIP akan tetap di kabinet Jokowi sampai purnabakti pada Oktober 2024?” kata Siti, Jumat kemarin. 

Ia yakin Jokowi sudah mempunyai rencana politik lain setelah Gibran maju sebagai calon wakil presiden. “Paling mungkin bergabung ke Partai Solidaritas Indonesia atau Golkar,” katanya menyebut partai yang dipimpin adik Gibran, Kaesang Pangarep.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategi, Agung Baskoro, berpendapat berbeda. Ia mengatakan pemecatan Jokowi dari PDIP akan membuatnya kehilangan kendaraan politik untuk bermanuver menjaga kekuasaan. "Maka partai yang ia tuju adalah partai yang punya kelas yang tidak jauh berbeda dari PDIP, sebut saja Golkar dan Gerindra,” kata Agung. 

Adapun Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menduga PDIP sengaja tidak mengumbar pemecatan Jokowi ke publik sebelum pemilu karena menimbang elektabilitas. Apalagi tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi masih tinggi. Pemecatan bisa memicu sentimen negatif terhadap PDIP ataupun Ganjar-Mahfud Md dalam Pemilu 2024.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Sultan Abdurrahman berkonstribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus