Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Saksi Sekondan di Praperadilan Firli

Alexander Marwata membela Firli Bahuri di sidang praperadilan, kemarin. Ia menjelaskan makna Pasal 36 Undang-Undang KPK.

15 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata menjalani sidang saat dihadirkan sebagai saksi pada sidang praperadilan Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta, 14 Desember 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Alexander memaknai ulang pertemuan Firli dan Syahrul.

  • Keterangan Alexander diminta dikesampingkan karena dia bukan ahli.

  • Novel Baswedan mengkritik sikap Alexander.

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata menjadi saksi dalam sidang praperadilan penetapan tersangka Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis kemarin. Alexander menjadi saksi meringankan atas permintaan Firli lewat tim kuasa hukumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam persidangan tersebut, Alexander menjelaskan proses penanganan perkara korupsi di KPK. “Intinya sesuatu yang saya ketahui, yang saya kerjakan tiap hari di KPK. Bagaimana mekanisme penanganan perkara,” kata Alexander setelah menjadi saksi dalam sidang praperadilan Firli, Kamis, 14 Desember lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama pemeriksaan saksi, kata dia, hakim tunggal Imelda Herawati Dewi Prihatin menanyakan kode etik pimpinan KPK yang bertemu dengan pihak yang beperkara. Alex lantas menjelaskan bahwa larangan tersebut diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 36 poin a undang-undang ini mengatur bahwa pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.

Ia berpendapat, pertemuan yang dimaksudkan dalam pasal tersebut harus dimaknai lagi. Sebab, ada perbedaan makna antara “pertemuan”, “ditemui”, dan “bertemu”. “Itu tiga hal yang berbeda,” kata Alexander saat bersaksi di sidang praperadilan. 

Eks Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, 1 Desember 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna

Alexander mengatakan mengadakan pertemuan artinya ada perjanjian di antara dua pihak atau lebih untuk bertemu. Dengan demikian, jika mengadakan pertemuan, pasti ada niat dan sesuatu yang akan dibicarakan oleh kedua pihak. 

Adapun ketika pimpinan KPK tidak sengaja bertemu dengan pihak beperkara, kata dia, belum tentu itu melanggar ketentuan Pasal 36 tersebut. Ia mencontohkan pimpinan KPK yang tiba-tiba berpapasan dengan seseorang yang beperkara di keramaian tanpa janji. 

Hakim Imelda lantas menanyakan kode etik yang melarang pimpinan KPK mengadakan pertemuan. Alexander lantas menjawab, “Mengadakan pertemuan, bukan ditemui atau juga ketemu.”

Firli mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 November lalu. Mantan Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan Kepolisian RI itu menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Adapun Polda menjerat Firli dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 12 huruf e, Pasal 12B, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman pasal-pasal ini maksimal 20 tahun penjara.

Firli diduga memeras Syahrul Yasin Limpo, saat menjabat Menteri Pertanian, pada 2022. Firli dan Syahrul berkali-kali bertemu, di antaranya di rumah sewa Firli di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia juga diduga menerima uang hingga Rp 3 miliar lebih dari pihak Syahrul. 

Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, berpendapat berbeda dengan pernyataan Alexander terhadap penafsiran Pasal 36 UU KPK tersebut. Saut berpendapat pertemuan antara Firli dan Syahrul pada saat KPK tengah mengusut suatu dugaan perkara korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian sudah memenuhi unsur Pasal 36 UU KPK tersebut. 

Ia mengatakan pasal ini dengan tegas melarang pimpinan KPK melakukan pertemuan dengan pihak beperkara dengan alasan apa pun. 

Novel Baswedan. TEMPO/Imam Sukamto

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, sependapat dengan Saut. Novel juga heran atas sikap Alexander yang bersedia menjadi saksi meringankan Firli di pengadilan.

“Apakah konteksnya (Alexander ini) untuk kepentingan pribadi Firli sebagai pemohon atau sebagai tugas di KPK,” kata Novel, kemarin.

Menurut Novel, sikap Alexander tersebut tidak mengikuti kaidah etik di KPK. Ia menjelaskan, Alexander semestinya tidak meninggalkan kewajibannya di KPK untuk kepentingan Firli.

“Semoga Dewas KPK nanti melihat, ya,” kata Novel.

Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta, Chairul Huda, mengatakan semestinya penjelasan Alexander mengenai Pasal 36 UU KPK di pengadilan tersebut bukan sebagai keterangan saksi fakta. Sebab, keterangan Alexander tersebut merupakan sebuah pendapat terhadap norma hukum. 

“Hanya ahli yang bisa berpendapat. Jadi keterangan Alexander semestinya dikesampingkan,” kata Chairul. 

Ia juga membantah penafsiran Alexander terhadap Pasal 36 tersebut. Chairul menjelaskan, pada dasarnya kata “ditemui”, “bertemu”, ataupun “pertemuan” dengan pihak beperkara akan sama saja jika materi yang dibicarakan mengenai suatu perkara, meskipun pertemuan tersebut tidak terencana.

“Jika bicara kasus langsung melanggar etik atau pidana bagi pimpinan KPK,” ujar Chairul.

Inspektur Jenderal Karyoto. TEMPO/Imam Sukamto

Bantah Diintimidasi Karyoto

Alexander Marwata juga membantah pernah diintimidasi oleh Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto agar menahan penanganan suatu perkara korupsi di KPK. Bantahan Alexander ini merujuk pada replik tim kuasa hukum Firli yang menyebutkan Karyoto diduga telah mengancam pimpinan dan penyidik KPK agar tidak menersangkakan Muhammad Suryo dalam perkara korupsi pembangunan rel kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang ditangani olah KPK. 

“Saya tidak pernah dihubungi, ditelepon, diancam. Tanyakan sendirilah dengan pengacara Firli,” kata Alexander seusai sidang praperadilan.

Alexander mengatakan tidak etis bagi dia menceritakan suatu peristiwa yang tidak ia alami. Dia juga menyebutkan penanganan perkara korupsi proyek infrastruktur pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian tersebut masih berjalan di KPK. Alexander memastikan Suryo belum ditetapkan sebagai tersangka. 

Pernyataan Alexander ini berbeda dengan keterangan Wakil Ketua KPK lainnya, Johanis Tanak, sebelumnya. Tanak mengatakan KPK telah menetapkan Suryo sebagai tersangka korupsi DJKA.

“Sudah diputus dalam ekspose dan perkaranya ditetapkan naik ke penyidikan. Suryo sebagai tersangka,” kata Tanak, Jumat, 24 November lalu.

Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango, juga menepis kabar ihwal adanya ancaman dari Karyoto kepada KPK dalam penanganan perkara korupsi DJKA. Meski begitu, Nawawi mengakui pernah ditemui oleh Karyoto tak lama setelah mantan Deputi Penindakan KPK itu dilantik sebagai Kapolda Metro Jaya. “Tapi tidak ada pembicaraan seperti termuat dalam replik (Firli),” kata Nawawi, Rabu lalu. 

Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Putu Putera Sadana enggan menanggapi tudingan pihak Firli tersebut. Ia beralasan tudingan itu tiba-tiba ada dalam materi replik sidang praperadilan Firli. “Kami tidak membahas hal tersebut karena tidak ada dalam permohonan si pemohon,” kata dia.

EKA YUDHA SAPUTRA | NOVALI PANJI NUGROHO | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus