Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ali dan syarif

Gubernur dki ali sadikin terus membangun gedung se kolah & ingin memanfaatkan mahasiswa putus kuliah dan sarjana penganggur sebagai guru. syarif thoyib menteri p dan k tidak sependapat.

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK seperti tahun lalu, pada tahun ajaran baru ini Ali Sadikin lebih banyak bersikap diam. Padahal masalah pendidikan yang mesti dihadapi di wilayahnya tahun ini, paling sedikit masih tetap tak berbeda dengan tahun yang sudah: kekurangan bangku sekolah dan sistim rayonisasi yang tetap mengundang kerepotan serupa (TEMPO, 8 Januari). Lalu Gubernur yang akan habis masa jabatannya tahun ini terus membangun gedung sekolah. Bukan hanya untuk warganya tapi juga untuk daerah tetangganya seperti Tangerang, Bekasi dan Bogor. Pengangguran Namun mendadak dr. Sjarif Thajeb, Menteri P & K, pertengahan Desember lalu minta agar Gubernur DKI itu tidak terlalu cepat membangun gedung sekolah. Menurut Menteri, akan percuma saja ada gedung dan ada murid, tapi tak ada guru. "Mendidik seorang guru memerlukan waktu tiga sampai empat tahun", katanya. Apalagi sekarang, di tengah semakin meledaknya jumlah murid, guru terasa semakin sedikit. Untuk guru SD saja, Jawa Barat misalnya masih butuh sekitar lebih 11 ribu. Sedang untuk SMP masih dibutuhkan lebih empat ribu lagi. Usaha untuk memerangi kekurangan guru ini memang sudah ditempuh. Misalnya dengan menyempurnakan SPG agar bisa memproduksi guru SD dalam jumlah besar, serta melaksanakan program cepat untuk pengadaan guru SMP melalui PGSLP yang disempurnakan. Tapi apa kata Ali Sadikin? Gubernur yang pernah minta agar proyek Inpres juga membangun gedung-gedung sekolah lanjutan (tak hanya SD) itu berpendapat pembangunan gedung sekolah lanjutan tak bisa ditunda. "Saya fahami kesulitan yang dihadapi Departemen P & K, tapi kita tidak bisa melepaskan diri ataupun menunda persoalan yang dihadapi anak-anak kita yang membutuhkan sekolah-sekolah lanjutan", katanya. Jakarta, tambah Gubernur, adalah kota jasa, di mana tenaga kerja dituntut untuk minimal berpendidikan SLTP. "Kalau ditunda, masalah yang ditimbulkan akan bertumpuk-tumpuk", katanya lagi, "dan akan timbul masalah pada lulusan SD yang tidak bersekolah serta tidak bekerja". Sampai saat ini DKI sebenarnya masih kekurangan guru SD sekitar 6 ribu orang -- akibat penambahan gedung sekolah proyek Inpres, proyek Mohammad Husni Thamrin (MHT) maupun gedung-gedung SD Pelita. "Namun sebagai konsekwensi penambahan gedung-gedung itu pemerintah DKI selalu mengusahakan penambahan guru", ujar Syariful Alam, Humas DKI. Tidak dijelaskan dengan cara bagaimana. Namun Ali Sadikin misalnya menunjuk mahasiswa putus-kuliah dan sarjana-sarjana yang nganggur untuk dimanfaatkan sebagai guru-guru tambahan. "Dengan cara itu kita sekaligus berhasil pula memecahkan masalah pengangguran", ujar Ali Sadikin. Baru Ucapan Tapi nampaknya kedua pejabat tadi tetap pada pendirian masing-masing. Bahkan Sjarif Thajeb, ketika membuka Sekolah Staf dan Pimpinan Administrasi P&K, 6 Januari yang lalu, kembali menegaskan sikapnya. Sekali ini lebih keras lagi: membangun sekolah harus seizin Departemen P&K. Maksudnya agar ada perencanaan yang menyeluruh. "Kalau tidak, pasti kemudian akan ada frustrasi, yang akan mendapat celaan adalah kita, P & K", ucap Menteri P & K. Menurutnya, membangun gedung sekolah relatif tidak sulit, apa lagi kalau tersedia biaya. "Tapi menyediakan guru kita harus berhati-hati", Menteri memperingatkan. Baik Menteri maupun Gubernur tentu saja sama-sama beritikad baik. Hanya soalnya, apa masalah itu tak bisa dirundingkan sehingga menghasilkan cara pemecahan yang sebaik-baiknya? Kebyaksanaan yang didorong oleh emosi, sudah pasti tidak akan menguntungkan siapapun. Misalnya bagaimana izin itu? Apakah ditujukan terhadap pembangunan gedung sekolah yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau juga termasuk swasta? Fihak Humas P & K, ketika ditanya mengenai hal ini tidak banyak memberi keterangan. "Itu baru ucapan saja", katanya. Kapan akan turun SKnya? "Belum tahu pasti".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus