Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang baru terpilih, Anas Urbaningrum, menjelaskan keputusannya kembali ke dunia politik setelah menjalani hukuman penjara dalam kasus korupsi yang menjeratnya. Dia menyatakan ingin menjadi petugas publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Politik itu saya ingin katakan ya, itu adalah tugas publik jadi terjun ke politik sesungguhnya adalah bersedia untuk menjadi petugas publik," kata Anas usai menyampaikan pidato politiknya di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu 15 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eks Ketua Umum Partai Demokrat itu menyatakan ingin menjadi petugas publik untuk membalas kebaikan masyarakat atas kebaikan yang pernah dia terima.
"Saya yang pernah menjadi aktivis, saya yang pernah mendapatkan fasilitas berupa kebaikan-kebaikan Indonesia, bisa sekolah, bisa belajar apa saja, nah cara saya membalasnya saya harus berani dan siap menjadi petugas publik," kata Anas.
Ditanya soal targetnya selanjutnya yang ingin dia capai di dunia politik, Anas menyatakan tidak ingin berandai-andai.
"Saya tidak pernah merumuskan target (pribadi) yang sangat khusus, yang penting apa yang di depan mata ditugaskan, diamanahkan kepada saya, saya tunaikan dengan sebaik-baiknya nanti seperti apa biarlah penilaian publik," kata Anas.
Anas terpilih sebagai Ketua Umum PKN dalam musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya Jumat kemarin, 14 Juli 2023. Dia terpilih secara aklamasi menggantikan I Gede Pasek Suardika yang kemudian diangkat sebagai Ketua Majelis TInggi PKN.
Karir politik Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum telah aktif di dunia politik sejak masih menjadi mahasiswa. Dia bergabung dalam kelompok Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Pada era reformasi, Anas kemudian menjadi bagian dari tim yang merevisi paket undang-undang politik, diantaranya terdiri dari UU tentang Partai Politik dan Golkar, UU tentang Organisasi Massa, UU tentang Pemilihan Umum, UU tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR, dan UU tentang Referendum. Revisi itu merupakan satu dari tujuh tuntutan reformasi
Setelah itu, Anas juga terlibat dalam tim sebelas yang bertugas menseleksi partai politik peserta Pemilu 1999. Usai menjalankan tugas tersebut, Anas kemudian terpilih menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyelenggarakan Pemilu 2004.
Karir politik Anas berlanjut dengan masuk ke partai politik, Partai Demokrat, pada 2005. Dia kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI pada Pemilu 2009 dan didapuk menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat.
Setahun berselang, Anas maju dalam pemilihan ketua umum Partai Demokrat. Dia kemudian memenangkan pemilihan melawan Andi Mallarangeng yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dia pun menyusun Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat yang didalamnya terdapat Muhammad Nazaruddin sebagai Bendaraha Umum.
Selanjutnya, Anas terjerat kasus korupsi
Apes bagi Anas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap seorang anak buah M Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang bersama Sekretaris Menpora saat itu, Wafid Muharam. Keduanya ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada 21 April 2011.
Rosa, sebutan untuk Mindo Rosalina Manulang, disebut tengah memberikan suap kepada Wafid untuk pengurusan proyek pembangunan wisma atlet Jakabaring di Palembang, Sumatera Selatan. Pengembangan dari kasus inilah yang kemudian membongkar berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh para politikus Partai Demokrat, termasuk Anas Urbaningrum.
Anas kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 2013. Awalnya, KPK menjerat Anas karena menerima suap dan gratifikasi dalam pengurusan pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang. Belakangan kasusnya berkembang ke sejumlah proyek lainnya.
Dalam perjalanannya, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tak hanya itu, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS sebab terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperingan hukuman kepada Anas di tingkat banding. Hukumannya didiskon menjadi 7 tahun penjara saja sementara denda dan uang pengganti tetap.
Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) justru menambah berat hukuman terhadap Anas Urbaningrum. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar menyatakan menghukum Anas Urbaningrum 14 tahun penjara.
Artidjo cs juga menambahkan hukuman kepada Anas berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Hukuman itu berlaku selama lima tahun usai Anas menyelesaikan masa hukuman penjara.
Anas kemudian mengajukan Peninjauan Kembali pada 2018. Di tingkat PK inilah MA kemudian kembali memotong hukuman Anas kembali menjadi 8 tahun penjara. Dia pun dinyatakan bebas murni pada Senin, 10 Juli 2023.
Rentetan kasus korupsi ini tak hanya menjerat Anas Urbaningrum. Sejumlah kader Partai Demokrat lainnya pun ikut terseret seperti Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Ketiganya pun kini telah keluar penjara.