Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah berencana menerapkan vaksinasi Covid-19 berbayar. Rencana itu akan direalisasi setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status pandemi Covid-19 secara global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Skema pembayaran nanti akan mulai bergeser. Jadi, nanti ada (vaksinasi) yang dibebankan ke pemerintah dan ada yang ditanggung sendiri, terutama bagi peserta BPJS Kesehatan dan orang yang mampu,” kata Mohammad Syahril, juru bicara Kementerian Kesehatan, Jumat, 27 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah menggelindingkan vaksin Covid-19 berbayar sejak tahun lalu, ketika angka penularan virus corona di Indonesia mulai melandai. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kembali menegaskannya saat rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa lalu. Budi mengungkapkan dua skema pembiayaan vaksinasi Covid-19, yaitu vaksinasi yang dibiayai pemerintah dan vaksinasi mandiri.
Kementerian Kesehatan menargetkan skema pembiayaan vaksinasi dari gratis ke berbayar dapat direalisasi setelah status pandemi Covid-19 diubah menjadi endemi. Saat itu, pemerintah hanya akan menanggung biaya vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. “Kalau menjadi endemi, vaksinasi gratis akan dipaketkan untuk PBI. Sedangkan vaksinasi lainnya akan menjadi vaksinasi rutin (berbayar), seperti vaksinasi influenza,” kata Budi.
Budi menjelaskan, vaksin gratis yang akan diberikan kepada masyarakat adalah vaksin buatan dalam negeri, seperti Inavac. Sedangkan jenis vaksin lainnya akan berbayar sesuai dengan harga pasar. Harga pasar vaksin di dunia adalah US$ 5-10 per dosis. “Artinya, masih di bawah Rp 200 ribu. Jadi, yang non-PBI membeli sendiri di apotek atau rumah sakit,” kata dia.
Tenaga kesehatan menunjukkan kartu vaksinasi setelah menerima suntikan vaksin booster kedua di Gelanggang Remaja Pulogadung, Jakarta, 2 Agustus 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Dua hari lalu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin memastikan harga vaksin berbayar akan tetap terjangkau bagi masyarakat. Ia berharap agenda vaksinasi berbayar ini tidak membuat masyarakat enggan mendapatkan vaksinasi booster nantinya.
Ia mengatakan vaksinasi Covid-19 berbayar akan diterapkan kepada masyarakat yang ingin mendapatkan suntikan dosis keempat atau booster kedua. Pemerintah sudah memulai suntikan booster kedua sejak 24 Januari 2023.
Menurut Ma’ruf, tujuan vaksinasi berbayar adalah menghidupkan semangat saling membantu. “Vaksinasi berbayar ini juga bertujuan mengurangi subsidi pemerintah,” katanya.
Mohammad Syahril menjelaskan, pemerintah tidak bisa terus-menerus membiayai seluruh vaksinasi Covid-19. Sesuai dengan data Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, alokasi anggaran pengadaan vaksin pada 2021 mencapai Rp 50 triliun. “Rencana ini masih menunggu pengumuman lebih lanjut. Tapi pada intinya memang tidak bisa membebani anggaran ke pemerintah semuanya,” katanya.
Relawan LaporCovid-19—wadah berbagi informasi pandemi—Firdaus Ferdiansyah mengatakan rencana vaksinasi berbayar tersebut tidak etis saat pandemi Covid-19 masih berlangsung. Padahal pemerintah semestinya menjamin pelayanan kesehatan yang mudah dan setara untuk semua orang. “Termasuk vaksinasi Covid-19,” katanya.
Firdaus berharap pemerintah tidak buru-buru merealisasi vaksinasi Covid-19 berbayar kepada masyarakat. Sebab, realisasi vaksinasi gratis saat ini masih rendah. “Yang gratis saja sudah cukup sulit untuk diterima masyarakat, apalagi jika berbayar? Ini justru berpotensi meningkatkan resistansi terhadap vaksinasi itu sendiri,” kata dia.
Firdaus menyarankan pemerintah berfokus meningkatkan cakupan vaksinasi dosis ketiga atau suntikan booster yang masih rendah. Saat ini realisasi vaksinasi booster baru 29,6 persen dari target 234,6 juta orang. Realisasi cakupan booster yang rendah ini dapat mempengaruhi tingkat kekebalan komunitas. Apalagi efektivitas vaksin menurun setelah enam bulan.
“Lebih baik ditingkatkan sosialisasi vaksinasi booster ini. Kami temukan masih banyak masyarakat di daerah tidak mengetahui stok dan jadwal vaksinasi,” ujarnya.
LaporCovid-19, kata dia, mendorong pemerintah agar terus berkonsentrasi melaksanakan vaksinasi untuk kelompok rentan, seperti orang lanjut usia dan penyandang disabilitas.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, berpendapat bahwa pemerintah semestinya mengkaji dengan matang rencana vaksinasi Covid-19 berbayar tersebut karena menyangkut masalah kesehatan masyarakat. Ia khawatir program vaksinasi berbayar membuat masyarakat enggan mengikuti vaksinasi Covid-19. Kondisi itu akan mengakibatkan target vaksinasi meleset. Sesuai dengan data Kementerian Kesehatan per kemarin, cakupan suntikan booster baru 29,5 persen dari total 234,6 juta penduduk. “Kalau berbayar, bisa makin rendah minat masyarakat untuk mendapatkan vaksinasi, padahal kelompok rentan harus mendapatkan booster untuk melindungi mereka,” katanya.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo