Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lambat Cair Anggaran Pemilu

Rangkuman berita sepekan, dari kelambatan pencairan anggaran Pemilu 2024 hingga pemaksaan jilbab di SMA negeri di Bantul.

6 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKIPUN tahap pemilihan umum telah berjalan, anggaran Pemilu 2024 belum cair sepenuhnya. Komisi Pemilihan Umum berharap pemerintah segera mengucurkan dana tersebut. “Kami mohon dukungan pemerintah agar lebih dioptimalkan,” kata anggota KPU, Yulianto Sudrajat, Selasa, 2 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Total anggaran yang baru diterima KPU sebesar 45,87 persen dari usulan tahun ini Rp 8,06 triliun. Masih ada kekurangan sekitar Rp 4,3 triliun. Belum ada satu pun anggaran untuk tujuh tahap dan dua jenis dukungan tahap pemilu yang mencapai 100 persen. Yang terbesar adalah gaji sebesar 79,61 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbagai kalangan mengkritik kelambatan pemerintah mencairkan anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024. Mantan Ketua KPU, Ramlan Surbakti, mengatakan anggaran itu sudah disetujui oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. “Jangan bikin KPU seperti pengemis. Jangan dicicil-cicil,” ujar Ramlan pada Rabu, 3 Agustus lalu.

Direktur Kata Rakyat Alwan Ola Riantoby mengatakan persoalan anggaran pemilu bisa memunculkan berbagai resistansi. Apalagi sebelumnya muncul wacana penundaan pemilu karena masalah anggaran. Ia khawatir tahap pemilu terganggu akibat kelambatan pemerintah.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengklaim pemerintah berkomitmen memenuhi anggaran Pemilu 2024. Mahfud meminta KPU menghitung ulang anggaran kebutuhan berdasarkan skala prioritas. Ia menyarankan KPU menunda pemenuhan kebutuhan yang belum mendesak, seperti pembangunan kantor atau gudang.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menyatakan semua anggaran KPU akan disediakan. Pencairan anggaran itu harus melalui sejumlah proses. “Pemerintah pasti mendukung proses pemilu ini. Contohnya tahun ini mulai pendaftaran partai politik, anggarannya kami sediakan,” ucap Isa.


Surya Darmadi Tersangka Lagi

KEJAKSAAN Agung menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka pada Senin, 1 Agustus lalu. Bersama Bupati Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman, Surya terseret kasus penguasaan 37 ribu hektare lahan sawit. Ia juga menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan Surya bersepakat dengan Raja untuk mempermudah izin kegiatan usaha lima perusahaannya di bawah PT Duta Palma Group. Kerugian negara diduga sebesar Rp 78 triliun.

Surya sebelumnya tersandung kasus revisi alih fungsi hutan yang menyeret bekas Gubernur Riau, Annas Maamun. Kasus itu diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Surya lantas diduga kabur ke Singapura. Ia pun menjadi buron dan masuk daftar pencarian orang. "Kami akan bekerja sama dengan KPK," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah.


Pemaksaan Jilbab di Sekolah Negeri

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Google.com

SEORANG murid Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, diduga dipaksa mengenakan jilbab. Anggota Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta, Yuliani Putri Sunardi, mengatakan murid tersebut mengalami depresi dan menjalani pendampingan psikologis.

"Dia sempat tidak mau berkomunikasi dengan orang tua dan siapa pun," ujar Yuliani pada Selasa, 2 Agustus lalu. Murid tersebut dipaksa guru bimbingan konseling dan wali kelasnya mengenakan jilbab pada Selasa, 26 Juli lalu. Atlet sepatu roda itu lantas mengurung diri dan meminta pindah sekolah.

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan sekolah tak boleh memaksa murid mengenakan jilbab. Ia meminta sekolah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan tentang seragam. “Jangan dilanggar menurut penafsiran sendiri,” tutur Sultan.


Ricuh di Taman Komodo

Warga berunjuk rasa menentang kenaikan harga tiket Taman Nasional Komodo, di Labuan Bajo, Flores, NTT, 18 Juli 2022. Flores Documentary Network

UNJUK rasa menolak kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, berakhir ricuh. Polisi diduga menangkap dan memukuli sejumlah demonstran. "Di bagian (tengkuk) saya ini dipukul tiga kali," kata Rafael Todo Wela, Ketua Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat, Senin, 1 Agustus lalu. (Baca: Ancaman Wisata Premium Komodo terhadap Satwa Langka)

Ia menyebutkan ada 26 demonstran yang ditangkap. Para pengunjuk rasa meminta pemerintah membatalkan kenaikan tarif masuk Taman Komodo dari Rp 150 ribu menjadi Rp 3,75 juta per orang yang berlaku mulai 1 Agustus 2022.

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Manggarai Barat Evodius Gonsamer mengatakan kenaikan tarif itu diduga merupakan praktik monopoli perusahaan pengelola wisata alam Taman Nasional Komodo. Namun pada Rabu, 3 Agustus lalu, Rafael dan penolak kenaikan tarif lain membacakan pernyataan sikap mendukung kebijakan pemerintah daerah.


176 Lembaga Diduga Selewengkan Sumbangan

Aksi solidaritas penggalangan dana untuk Palestina oleh Aksi Cepat Tanggap di Masjid Oman Al-Makmur, Banda Aceh, Aceh, Mei 2021. ANTARA/Ampelsa

PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan penyelewengan sumbangan oleh 176 lembaga filantropi. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan lembaga-lembaga itu diduga bertindak seperti Aksi Cepat Tanggap atau ACT.

"Ada 176 entitas yayasan lain yang kami serahkan ke Kementerian Sosial untuk diperdalam," ucap Ivan di gedung Kementerian Sosial, Kamis, 4 Agustus lalu. Ivan memastikan lembaga itu tak terkait dengan ACT. (Baca: Bagaimana ACT Menyelewengkan Donasi)

PPATK dan Kementerian Sosial bersepakat membentuk tim khusus untuk menyelidiki 176 lembaga tersebut. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan lembaganya akan menyelidiki lebih jauh temuan PPATK, termasuk ihwal izin pengumpulan uang dan barang filantropi. "Kami akan berdiskusi intens," ujar Risma.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus