Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Angkie Yudistia berpartisipasi dalam Dialog Regional ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) 2019 pada Pengarusutamaan Hak-hak Penyandang Disablitas di Komunitas ASEAN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara yang digelar di Bangkok, 3-5 Desember 2019 itu bertema Empowering Persons with Disabilities with Marginalized Gender Identities and Expressions to Participate in Political and Public Life.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya melihat Indonesia memiliki harapan besar dalam isu perempuan disabilitas ini. Terbukti dengan keputusan Presiden Jokowi memilih saya sebagai Staf Khusus dan Juru Bicara Presiden,” kata Angkie melalui siaran pers pada Jumat, 6 Desember 2019. Di akhir forum, pertemuan yang diikuti puluhan perwakilan difabel dari negara-negara ASEAN ini menghasilkan beberapa rekomendasi.
Pertama, melibatkan perempuan disabilitas dalam perumusan kebijakan nasional, pengembangan rencana aksi, dan proses pemantauan dan pelaporan UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities atau CRPD. "Melalui kelompok kerja dan peluang lain untuk berkolaborasi dengan pemangku kepentingan pemerintah," ujar Angkie Yudistia.
Kedua, dialog ini juga mengamanatkan agar negara peserta dapat membentuk kelompok kerja bagi para pakar dalam berbagi informasi dan berkolaborasi. Tujuannya, memastikan difabel perempuan maupun dari identitas dan ekspresi gender terpinggirkan lainnya tidak dirugikan.
Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Angkie Yudistia (kiri) bersama perwakilan penyandang disabilitas Indonesia menghadiri Dialog Regional ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) di Bangkok pada 3 - 5 Desember 2019. Istimewa
Lebih lanjut, negara-negara ASEAN juga diharapkan dapat lebih melibatkan perempuan disabilitas dan rekan-rekan lainnya untuk aktif dalam partai politik. "Serta memberdayakan mereka sebagai peserta aktif dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan visibilitas lahirnya para pemimpin dari kelompok disabilitas," katanya.
Angkie Yudistia menambahkan, perlu pemahaman bersama untuk meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas dengan beragam identitas sosial, seperti jenis kelamin, etnis, usia, dan status migrasi. Pendiri Thisable Enterprise itu mengatakan, penyandang disabilitas juga diminta untuk menciptakan platform berbagi pengalaman, terutama untuk perempuan dengan disabilitas dan kelompok termarjinalkan lain.
Angkie mengakui tak mudah mewujudkan berbagai catatan dari pertemuan itu. Menurut dia, sudah banyak program dibuat, namun masih kesulitan dengan hasilnya. "Saya berharap, perempuan disabilitas berdaya dalam hal apapun. Tidak harus bekerja full time, tapi setidaknya ekonomi keluarga tidak bertumpu pada satu pemasukan," ujarnya.