Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Agar Anomali Sirekap KPU Tak Berulang

Anomali rekapitulasi suara di Sirekap masih terjadi di sejumlah wilayah. KPU disarankan mengaudit dan menganalisis penyebabnya.

22 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kubu Ganjar-Mahfud terus bersiaga memantau anomali perolehan suara di Sirekap.

  • Hasil penelusuran Tempo hingga Rabu kemarin masih ditemukan anomali rekapitulasi suara di Sirekap.

  • KPU diminta bersikap terbuka dengan polemik Sirekap

JAKARTA – Mata Jou Hasyim Waimahing masih terbuka lebar pada dinihari kemarin. Sambil meneguk secangkir kopi hitam, Wakil Direktur Penegakan Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md. itu masih terus mencari anomali penghitungan suara yang dimuat dalam Sistem Informasi dan Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Hasilnya masih ada suara yang menggelembung dan merugikan bagi kami,” kata Jou kepada Tempo, Rabu, 21 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anomali rekapitulasi suara itu, kata Jou, terjadi di sejumlah wilayah, baik di Jawa maupun di Sumatera. Di Jawa, misalnya, di Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, dan Kota Bandung. Di Sumatera, anomali itu ditemukan di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara; dan Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. “Pelik bagi kami kalau KPU berdalih ada kesalahan input,” ujar Jou. Nantinya, temuan anomali ini dilaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu demi mewujudkan pemilihan umum yang bersih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panitia pemilihan kecamatan (PPK) menghitung jumlah suara di kantor Kecamatan Sumur Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, 21 Februari 2024. TEMPO/Prima Mulia

Kubu pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menyebutkan temuan serupa juga mengkhawatirkan mereka. Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin, La Ode Basir, mengatakan perbedaan signifikan antara hasil rekapitulasi suara di Sirekap dan hasil di tempat pemungutan suara (TPS) bakal membuat stereotipe bahwa Pemilu 2024 sarat akan kecurangan. “Ini sudah sepekan, semestinya bisa diperbaiki,” katanya.

Anomali hasil rekapitulasi suara di Sirekap ini terjadi sejak hari pemungutan suara berlangsung pada 14 Februari lalu. Beberapa hasil rekapitulasi suara dalam formulir C plano yang diunggah ke Sirekap pada beberapa sampelnya menyajikan data yang keliru. Beberapa sampel memperlihatkan adanya penambahan suara bagi pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Berdasarkan penelusuran Tempo hingga Rabu, 21 Februari 2024, pukul 16.40 WIB, masih ditemukan adanya anomali rekapitulasi suara di Sirekap. Misalnya di TPS 002 Sawara Jaya, Kabupaten Waropen, Papua. Sesuai dengan rekapitulasi di formulir C plano, pasangan Anies-Muhaimin memperoleh 12 suara, Prabowo-Gibran 110 suara, dan Ganjar-Mahfud 50 suara. Namun, dalam Sirekap, perolehan suara tersebut berubah, misalnya Anies-Muhaimin bertambah 10 suara, Prabowo-Gibran bertambah 115 suara, sedangkan Ganjar-Mahfud tidak mengalami perubahan. Adapun jumlah pengguna hak pilih di TPS tersebut hanya 204 suara.

Contoh lainnya terjadi di TPS 007 Sokayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Dalam formulir C plano, Anies-Muhaimin memperoleh 25 suara, Prabowo-Gibran 153 suara, dan Ganjar-Mahfud 49 suara. Namun di Sirekap, pasangan Prabowo-Gibran meraih tambahan 700 suara lebih banyak daripada hasil rekapitulasi formulir C plano. Sedangkan perolehan suara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak berubah. Anomali ini makin terasa janggal karena jumlah pengguna hak pilih di TPS ini hanya 273 suara.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari serta komisioner KPU, Betty Epsilon Idroos dan Mochammad Afifuddin, belum menjawab pesan pertanyaan Tempo ihwal masih terjadinya anomali rekapitulasi suara di Sirekap. Adapun komisioner KPU, Idham Kholik, menjawab dengan mengirim gambar tengah berkegiatan dalam salah satu acara stasiun televisi.

Meski begitu, Betty pada Senin lalu mengatakan telah terjadi gangguan terhadap distributed denial of service (DDoS) Sirekap. Gangguan ini telah muncul pada hari saat proses pemungutan suara berlangsung. Gangguan DDoS inilah yang menyebabkan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) mengalami kendala saat memasukkan data ke Sirekap. “Namun KPU bersama tim gugus tugas siber terus berupaya menangani gangguan tersebut,” katanya.

Audit dan Analisis Penyebab Anomali

Fenomena berlanjutnya anomali rekapitulasi suara yang belum teratasi ini pun menjadi sorotan sejumlah kalangan. Ketua Cyberity Arif Kurniawan menyarankan KPU bersikap terbuka atas adanya polemik Sirekap. Komunitas yang berfokus pada isu keamanan siber itu menilai keterbukaan informasi pada publik terhadap kendala-kendala yang terjadi akan meningkatkan rasa percaya publik terhadap KPU dan penyelenggaraan pemilu bersih. “KPU juga dapat memperlihatkan hasil audit keamanan IT mereka dalam menjaga keamanan, misalnya soal data warga negara beberapa waktu lalu,” katanya.

Sejumlah saksi mengikuti rekapitulasi suara hasil pemilu dari formulir C plano di kantor Kecamatan Sumur Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, 21 Februari 2024. TEMPO/Prima Mulia

Keterbukaan itulah, kata Arif, yang akan menjaga akuntabilitas dari penyelenggaraan Pemilu 2024. Apalagi sebelumnya KPU juga didera polemik dugaan kebocoran data pemilih pada November lalu yang sampai hari ini tidak terungkap. Menurut dia, KPU juga bisa terbuka soal keputusan menggunakan komputasi data awan (cloud) asing. "Hal ini agar publik tidak curiga adanya campur tangan asing dalam proses pemilu,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, pakar keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan KPU harus mengaudit dan menganalisis secara mendalam untuk mengetahui faktor berlanjutnya anomali rekapitulasi suara di Sirekap. Menurut Alfons, secara sistem, Sirekap bukanlah sistem yang mudah disusupi pihak tidak bertanggung jawab. “KPU perlu untuk mencari tahu, apakah kesalahan ini bersumber dari tim internal mereka yang salah melakukan penginputan,” kata Alfons. “Jadi, jangan berkata sistem salah, disusupi. Tapi telaah dulu di internal, apa yang salahnya.”

Direktur Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha berpendapat serupa. Dia mengatakan KPU mesti bersikap terbuka ihwal kendala-kendala yang terjadi untuk mengantisipasi munculnya legitimasi publik terhadap proses penyelenggaraan pemilu yang sarat akan kecurangan. “Jika KPU terus mengelak, saya yakin persepsi publik terhadap pemilu ini curang akan semakin menguat,” ujarnya.

ANDI ADAM FATURAHMAN || HAN REVANDA PUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus