Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah mengantongi sejumlah temuan untuk mengungkap penyebab jatuhnya korban jiwa dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Temuan-temuan itu diperoleh setelah tim bertemu dengan sejumlah pakar di rumah sakit. "Beberapa hari yang lalu, tim sudah bertemu dengan sejumlah pakar untuk memahami yang terjadi. Terutama terhadap korban yang wafat dan dibawa ke rumah sakit," kata anggota TGIPF, Donny Monardo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Donny, tidak tertutup kemungkinan akan ada autopsi terhadap korban yang meninggal. Langkah ini dilakukan untuk memastikan penyebab kematian mereka. “Dari bukti serta fakta yang dikumpulkan inilah nanti akan menuju pada sebuah kesimpulan, termasuk autopsi," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 131 penonton sepak bola tewas di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu. Tragedi ini pecah setelah pertandingan klub Arema FC versus Persebaya Surabaya berakhir. Sebagian besar korban yang tewas disebut mengalami patah tulang, trauma di kepala dan leher, serta mengalami asfiksia (kadar oksigen dalam tubuh berkurang).
Ketua Pengurus Perhimpunan Dokter Ahli Emergensi Indonesia (Perdamsi), Bobi Prabowo, menambahkan, untuk tindakan autopsi, dibutuhkan izin dari pihak berwenang. Tim dokter siap menjalankan tindakan itu jika memang diminta. "Kami menunggu arahan lebih lanjut," katanya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengatakan TGIPF diberi waktu hingga satu bulan untuk mengusut insiden di Stadion Kanjuruhan. Namun ia berharap tim sudah bisa menuntaskan tugas dalam sepekan ke depan.
Menurut Mahfud, TGIPF akan berfokus menyiapkan rekomendasi-rekomendasi jangka panjang guna mencegah tragedi serupa terulang. Di antaranya, tim akan menggali latar belakang dan budaya suporter serta regulasi keamanan dan keselamatan dalam pertandingan sepak bola. "Tim juga akan menggali penyakit-penyakit PSSI yang selama ini selalu terulang," ujar dia. "Setelah itu, nanti baru terbit rekomendasi."
Sementara itu, untuk rekomendasi jangka pendek, kata Mahfud, sudah terjawab dengan adanya penetapan sejumlah tersangka, pemecatan petinggi kepolisian, dan perintah renovasi stadion di seluruh Indonesia kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. "Menurut saya, dari segi yuridis dan penindakan hukumnya sudah hampir dapat dikatakan selesai," ujar dia. “Saya tidak mendorong munculnya tersangka baru. Dari TNI kan juga sudah ditindak dan dijatuhkan sanksi."
Kendati demikian, kata Mahfud, tidak menutup kemungkinan TGIPF akan mengusut pelaku-pelaku tindak pidana selain yang telah ditangani oleh Polri secara pro justitia. “Tergantung temuan-temuan di lapangan,” katanya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya mengumumkan enam tersangka dalam kasus Kanjuruhan. Tiga tersangka dari pihak penyelenggara dan tiga lagi merupakan anggota kepolisian.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga mengatakan telah memeriksa lima tentara yang diduga terlibat dalam insiden di Kanjuruhan. Dari lima tentara itu, empat berpangkat sersan dua dan satu lainnya prajurit satu. "Kami sedang memeriksa unsur pimpinan," ujar Andika, Rabu lalu.
Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, Abdul Haris, mengatakan akan mengikuti proses hukum setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyatakan ikhlas dan siap bertanggung jawab. “Tanggung jawab ini saya pikul atas nama kemanusiaan,” katanya. “Tidak apa-apa kalau memang ini adalah takdir saya, musibah yang saya hadapi."
Menurut Haris, dunia sepak bola selalu menjunjung tinggi sportivitas. Karena itu, dia tidak akan mengingkari fakta-fakta yang memang menjadi tanggung jawabnya. "Ini adalah kesalahan saya. Saya sebagai ketua panpel tidak bisa menyelamatkan, tidak bisa melindungi suporter,” katanya. "Saudara-saudaraku yang tanpa dosa, mereka meregang nyawa. Saya mohon maaf."
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) melakukan investigasi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 7 Oktober 2022. ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Indikasi Pelanggaran HAM
Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andi Rezaldi, menilai posisi para tersangka yang diumumkan polisi masih di tataran teknis level bawah. "Ada anggota lain dari perwira menengah dan tinggi yang seharusnya bertanggung jawab," ujar Andi.
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Julius Ibrani, mengatakan, dari sejumlah video yang menggambarkan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, terlihat penembakan gas air mata dilakukan secara serentak dan masif. Karena itu, dia tidak yakin tindakan itu dilakukan tanpa ada komando.
Adanya unsur komando tersebut, kata Julius, semestinya sudah memenuhi indikator kejahatan kemanusiaan yang masuk kategori pelanggaran HAM berat. Apalagi penembakan gas air mata ke arah korban dilakukan dengan sengaja. Kemudian ada kesengajaan juga pintu stadion dikunci dan menghalangi korban mencari ambulans. "Ini sudah sangat jelas faktanya," ujar dia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai polisi tidak bersungguh-sungguh mencari pihak yang paling bertanggung jawab atas tewasnya 131 penonton sepak bola di Kanjuruhan. Ia berharap kasus ini bisa diusut menggunakan dugaan pelanggaran HAM berat. "Diperlukan sebuah penyelidikan yang bersifat pro justitia agar dugaan adanya pelanggaran HAM berat tersebut dapat dibawa ke meja hijau," ujar dia.
Usman menegaskan, penetapan tiga tersangka perwira kepolisian tidak sepadan dengan skala tragedi Kanjuruhan. “Proses penyelidikan yang setengah-setengah hanya mengulangi pola penanganan brutalitas aparat seperti sebelumnya," ujar dia.
Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Munafrizal Manan, mengatakan tim investigasi Komnas HAM di lapangan mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti. Sejauh ini belum ada kesimpulan yang bisa disampaikan. "Untuk sekarang belum ke arah sana, masih perlu didalami dulu," ujarnya.
DEWI NURITA | FENTI GUSTINA (MAGANG) | HELMALIA PUTRI (MAGANG) | ANT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo