Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengurus Pusat Front Persaudaraan Islam atau FPI Aziz Yanuar mengatakan organisasinya belum mau memberikan sikap atau komentar mengenai bagi-bagi izin tambang ormas keagamaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Sikap FPI tidak bersikap apa pun sementara ini. Untuk pemberian izin bukan domain kami," kata Aziz saat dihubungi Tempo melalui pesan singkat pada Senin, 10 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kendati demikian, Aziz menyebut pendapat dari badan hukumnya, DPP Advokat Persaudaraan Islam memaparkan beberapa pasal yang cenderung kontra dengan bagi-bagi IUP lantaran dianggap berpotensi pada tindak pidana korupsi.
Aziz menyebut DPP API menganalisis Kepres 70 Tahun 2023 tentang wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pada pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Pembina Sektor (Menteri ESDM) mendelegasikan wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian WIUP kepada menteri atau kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi atau koordinasi penanaman modal selaku ketua satuan tugas.
"Dengan ketentuan ini, maka Menteri Investasi atau Kepala BKPM mempunyai wewenang dan dapat mengambil kebijakan dan melakukan penetapan,
penawaran, dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha meliputi BUMD (Badan Usaha Milik Desa)," kata Aziz.
Menurutnya, BUMD meliputi, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah.
Azis menyebut ketentuan pemberian wewenang melalui delegasi dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi atau Kepala BKPM melanggar ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ( UU Administrasi Pemerintahan).
Pasal 1 Nomor 23 UU Administrasi Pemerintahan menyatakan delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
"Dengan demikian delegasi wewenang tidak dapat dilakukan dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi atau Kepala BKPM karena kedudukannya adalah setara atau sejajar sesama menteri dan anggota kabinet. Maka wewenang memberikan WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh ormas tidak berdasar menurut hukum," kata dia.
Selanjutnya, soal Pasal 5 ayat 3...
Dia menyebut pasal 5 ayat (3) menyatakan bahwa Satuan Tugas Menteri Investasi atau Kepala BKPM melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a sampai dengan huruf e (BUM Desa, BUMD, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah).
"Dengan ketentuan ini, maka Menteri Investasi atau Kepala BKPM melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan
usaha yang dimiliki oleh ormas. Melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 51 ayat (1) UU Minerba," ujarnya.
Aziz menjelaskan pasal itu menyatakan WIUP Mineral logam diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang, lebih lanjut dalam Pasal 60 ayat (1) menyatakan WIUP Batubara diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang.
Ketentuan itu, menurut Aziz, dianggap mengandung makna pemberian WIUP mineral logam dan batubara harus diberikan dengan cara lelang, tidak bisa diberikan dengan dibagi-bagi.
Prosedur lelang WIUP menurutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha terkait dengan administratif atau manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan,
dan kemampuan finansial.
Ketentuan tentang pemberian WIUP melalui lelang diatur lebih lanjut dalam pasal 17 sampai dengan pasal 86 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.
"Dengan lelang dimaksudkan agar pemberian WIUP dilakukan secara fair dan mendapatkan pelaku usaha yang terbaik dari aspek pengelolaan maupun aspek memberikan pendapatan bagi negara," kata Aziz.
Sebaliknya apabila WIUP diberikan secara langsung tanpa melalui proses lelang, menurutnya cara dengan pemberian bagi-bagi ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, ada unsur subjektifitas, potensial fraud dan dimungkinkan ada unsur
transaksional atau motif lain di luar aspek teknis dan kemampuan dalam pengelolaan kegiatan usaha pertambangan.
"Dengan demikian pemberian WIUP mineral logam dan batubara secara langsung tanpa melalui proses lelang merupakan pelanggaran terhadap UU
Minerba dan PP 96 Tahun 2021 serta penyalahgunaan kewenangan," ujar dia.
Dia mengatakan terdapat kerugian negara merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, untuk WIUP mineral bukan logam, batuan, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dapat diberikan
kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui permohonan kepada Menteri ESDM sebagaimana diatur dalam Pasal 54, Pasal 57, Pasal 67 ayat (2) dan Pasal 86A ayat (4) yang kewenangan tersebut telah didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Aziz juga menyebut Perpres 70 Tahun 2023 Melanggar UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan. Ketentuan tentang pemberian WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh ormas tanpa melalui proses lelang dianggap pelanggaran terhadap UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan.
Menurutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa kedudukan PP dua level di bawah undang-undang, oleh karena itu tidak boleh bertentangan dengan norma yang terdapat dalam
undang-undang.
Berdasarkan kajian dan analisis hukum dalam legal opinion ini, maka Aziz menyimpulkan tiga poin ini.
1. Menteri Investasi atau Kepala BKPM tidak mempunyai kewenangan melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh ormas.
2. Pemberian WIUP mineral logam dan batubara secara langsung tanpa melalui proses lelang merupakan pelanggaran terhadap UU Minerba dan merupakan penyalahgunaan kewenangan yang dapat berpotensi menjadi tindak pidana
korupsi.
3. Perpres 70 Tahun 2023 bertentangan dengan UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan.