Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Azyumardi: Politik Identitas Tak Akan Laku di Indonesia

Azyumardi Azra menyebut politik identitas tak akan laku dalam kontestasi politik di Indonesia.

27 Januari 2019 | 17.50 WIB

(dari kiri) Sejarawan Azyumardi Azra, Tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, dan anggota dewan pengarah UKP-PIP Pendeta Andreas Anangguru Yewangoe, dalam Acara Dialog Nasional Kebhinekaan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Ahad, 27 Januari 2019 . TEMPO/Dewi Nurita
Perbesar
(dari kiri) Sejarawan Azyumardi Azra, Tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, dan anggota dewan pengarah UKP-PIP Pendeta Andreas Anangguru Yewangoe, dalam Acara Dialog Nasional Kebhinekaan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Ahad, 27 Januari 2019 . TEMPO/Dewi Nurita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar dan cendikiawan muslim dari Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra menyebut politik identitas tak akan laku dalam kontestasi politik di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Buktinya, ujar Azra, dari pemilihan umum 1955 hingga saat ini, partai Islam tidak pernah menang. "Coba lihat dari 1955, tak pernah yang menang partai Islam, sampai 2014 juga tidak," ujar Azyumardi Azra dalam acara Dialog Nasional Kebhinekaan dan Pemilu Damai di bilangan Kebayoran, Jakarta Selatan pada Ahad, 27 Januari 2019.

Menurut Azra, hal tersebut dikarenakan struktur sosial masyarakat pluralis yang menjadi salah satu keberuntungan bagi bangsa Indonesia. "Islamic identity politic tidak akan laku. Partai pemenang pemilu sejak reformasi, adalah Partai Pancasilais," ujar dia.

Begitupun hingga pemilihan umum 2019, Azra memprediksi partai pemenang adalah partai yang disebutnya Pancasilais. "Pada 1999 yang menang PDIP, 2004 dan 2009 yang memang Demokrat. Kemudian 2014 pemenangnya PDIP dan kemungkinan besar 2019 ini PDIP lagi," ujar dia.

Untuk itu, ujar dia, politik indentitas di Indonesia bukanlah sesuatu hal yang perlu ditakuti. "Dihindari iya, tapi jangan membuat ketakutan berlebihan," ujar dia.

Tokoh Katolik Romo Benny Susetyo menilai, politik identitas dan radikalisme belakangan justru menguat. Hal tersebut, ujar dia, tak lepas dari fenomena global. Di masing-masing negara, kata dia, sentimen yang muncul berbeda-beda. Di Amerika Serikat misalnya, sentimen yang timbul ialah masuknya imigran.

Sedangkan di Amerika Latin sentimen yang menguat ialah isu kaya dan miskin. “Di Indonesia yang menguat justru sentimen keagamaan. Sebenarnya ini dampak dari kemalasan elite politik menyampaikan gagasan,” kata dia dalam acara Sarasehan Kebangsaan yang diselenggarakan Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, Rabu, 16 Januari 2019.

Kondisi tersebut, ujar Benny, dipertajam oleh maraknya berita hoaks di telepon genggam. Berita-berita bohong yang disebarkan secara masif lewat telepon genggam mudah mempengaruhi pemikiran seseorang lantaran menyentuh personal. “Kalau tidak hati-hati, kita akan terperangkap masuk dalam budaya kematian. Untuk melawan itu kuncinya ialah hidup guyup rukun dari lingkungan terkecil, yakni RT,” ujar dia.

Penggagas Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD mengatakan bakal melakukan safari ke berbagai daerah untuk merekatkan persatuan bangsa. Hal itu, kata Mahfud, didasari oleh keprihatinan terhadap makin menguatnya politik identitas yang berpotensi mengoyak sendi-sendi persatuan anak bangsa.

“Gerakan Suluh Kebangsaan ini ibarat petromaks. Kami akan berkeliling ke tiap-tiap daerah menemui tokoh-tokoh yang sevisi dengan kami. Merekalah nanti yang jadi petromaks di daerahnya masing-masing,” ujar Mahfud dalam acara Sarasehan Kebangsaan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus