Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa pekan lalu riuh oleh interupsi agar parlemen mempertanyakan beberapa perubahan format di Kabinet Kerja. Antara lain dihapuskannya Kementerian Ekonomi Kreatif, yang sebelumnya menempel pada Kementerian Pariwisata.
Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional, yang mendukung Prabowo Subianto pada pemilihan presiden, berencana menyurati Presiden soal itu. "Kementerian Ekonomi Kreatif dijanjikan dalam kampanye tapi kini dihapus," kata Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy. Menurut Tjatur, mengurus industri ini tak cukup hanya dengan pembentukan lembaga yang berada di bawah kementerian.
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan pemerintah memang sedang menyiapkan Badan Ekonomi Kreatif. Alasannya, kata dia, justru karena Presiden Joko Widodo ingin industri kreatif dihela lebih kencang dengan badan khusus ini. Dengan menjadi kementerian, lembaga ini akan terbebani birokrasi karena industri kreatif berada di banyak sektor yang melibatkan banyak kementerian. "Dengan badan, Presiden punya akses dan kendali langsung," katanya.
Andi dua kali mengundang rapat para relawan untuk menyiapkan pembentukannya. Soalnya, dalam rapat kabinet paripurna pertama dua pekan lalu, Presiden Jokowi menegaskan akan menggenjot pajak dari sektor yang menyimpan potensi ekonomi hingga Rp 1.000 triliun ini. "Badan Ekonomi Kreatif nanti memangkas hambatan-hambatannya," kata Andi. "Karena Presiden menargetkan penerimaan sangat tinggi dari industri ini."
Relawan diundang karena mereka yang terlibat sejak awal menyiapkan lembaga ini di Tim Transisi. Di tim itu ada 83 orang yang menggodok konsepnya, mengidentifikasi masalahnya, hingga menawarkan solusi bagi pemerintah agar industri ini tergenjot lebih cepat. Mereka mewakili 16 subsektor, seperti arsitektur, aplikasi, desain interior, mode, film, animasi, kuliner, musik, penerbitan, seni rupa, dan kriya. Hasilnya adalah rekomendasi 53 halaman dengan kesimpulan perlu adanya kementerian tersendiri atau unit khusus yang langsung di bawah presiden.
Meski sudah jelas rekomendasi dari Tim Transisi, pemerintah belum punya gambaran jelas tentang bentuk badan ini. Menurut Kartika Djoemadi, Koordinator Jokowi Advanced Social Media Volunteer, rapat-rapat yang membahas badan itu tak melibatkan semua anggota Tim Transisi yang menggodok konsepnya. "Sejauh ini belum terlihat seperti apa nanti Badan Ekonomi Kreatif itu," katanya.
Abdee Negara, gitaris Slank yang menjadi relawan Jokowi dan terlibat sejak awal dengan ide Badan Ekonomi Kreatif, mengatakan Sekretariat Negara sudah membentuk tim perumus yang menggodok konsep lembaganya. Pada Jumat pekan lalu, seusai telekonferensi dengan pengungsi letusan Gunung Sinabung, Sumatera Utara, Jokowi mengundang 38 pelaku industri kreatif untuk membahasnya di Istana Negara.
Abdee hadir di sana dan ikut mengusulkan struktur lembaga ini. "Kami ingin profesional yang mengisi badan ini," ujarnya. Presiden, kata dia, setuju ide itu dan meminta ahli hukum meninjaunya agar tak bertabrakan dengan nomenklatur kabinet dan staf kepresidenan. Administrasi akan diurus oleh birokrat yang berasal dari Direktorat Ekonomi Kreatif, yang sebelumnya menempel di Kementerian Pariwisata.
Menurut Abdee, dalam pertemuan tersebut Jokowi mengatakan ingin lembaga ini segera terbentuk agar industri kreatif segera bisa punya lembaga khusus yang mengurusnya. "Soalnya ini berhubungan langsung dengan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja," katanya.
Di luar soal fungsinya, menurut seorang relawan, pembentukan badan ini juga bagian dari cara Jokowi menghela kabinetnya bekerja lebih cepat. Selain membentuk Badan Ekonomi Kreatif, ia sedang menyiapkan Badan Promosi Ekspor Nasional. Dengan tarik-menarik kepentingan politik dalam penyusunan kabinet, Jokowi tak terlalu sreg dengan 34 pembantunya. "Beliau bilang tingkat kepuasannya 40 persen," kata pentolan relawan ini.
Bagja Hidayat, Fransisco Rosarians, Sundari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo