Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perolehan suara partai politik yang terekam dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Komisi Pemilihan Umum masih fluktuatif.
PPP sebut ada operasi untuk memenangkan PSI, tapi hal itu dibantah PSI.
KPU sebut kekeliruan data karena teknologi optical character recognition tidak akurat.
JAKARTA — Perolehan suara partai politik yang terekam dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Komisi Pemilihan Umum masih fluktuatif. Proses penghitungan suara masih berlangsung dan belum semuanya masuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada saat raihan suara Partai Persatuan Pembangunan turun, perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia disebut-sebut justru melonjak. Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy menduga adanya operasi untuk meloloskan PSI dengan perolehan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Romy—begitu Romahurmuziy kerap disapa—mengatakan, sebelum pemilu, dia sudah mendengar adanya "operasi pemenangan PSI" yang diduga dilakukan aparat. Targetnya dibebankan ke penyelenggara pemilu di daerah agar partai itu meraup 50 ribu suara di setiap kabupaten/kota di Jawa. "Ditargetkan juga meraup 20 ribu suara di luar Jawa," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Senin, 5 Maret lalu.
Operasi tersebut berjalan dengan membiayai organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan. Salah satu agendanya adalah memobilisasi masyarakat agar mencoblos logo PSI di surat suara. “Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya, yang diberi pembiayaan langsung oleh aparat sebelum pemilu,” ujar Romy. Operasi itu rupanya tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei, suara PSI disebut jauh di bawah ambang batas parlemen.
Setelah hari pencoblosan, Romy mengatakan mendapat informasi adanya upaya pelolosan PSI dengan dua modus. Pertama, memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil, yang jauh dari lolos ambang batas, ke PSI. Kedua, memindahkan suara tidak sah menjadi seakan-akan mencoblos gambar partai tersebut.
PSI menjadi sorotan dalam beberapa hari ini. Perolehan suara partai yang didirikan pada 16 November 2014 itu, berdasarkan hitung manual atau real count KPU, melonjak tajam. Menurut Romy, pola kenaikan suara PSI tidak wajar dan tidak masuk akal.
Romy mencontohkan, berdasarkan penghitungan, perolehan suara PSI mendapat 3 persen atau 2.291.882 suara saat pengumpulan data 540.231 TPS dari total 823.236 TPS (65,62 persen). Pada saat bersamaan, suara PPP 3.037.760 atau 3,97 persen. “Kenaikan itu dinilai tidak wajar karena PSI memperoleh 19.000 suara dari 110 TPS dalam waktu dua jam, yang berarti rata-rata 173 suara per TPS,” ujarnya.
Bekas Ketua Umum PPP itu menegaskan, jumlah suara per TPS hanya 300 suara dan partisipasi pemilih rata-rata 75 persen. Sedangkan suara sah setiap TPS hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77 persen di 110 TPS.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sandiaga Salahuddin Uno memberikan pengarahan kepada kader PPP di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 29 Desember 2023. ANTARA/Henry Purba
Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum PPP Achmad Baidowi memaparkan kejanggalan perolehan suara yang dialami partainya. Dalam video pernyataan resminya, kemarin, Baidowi menyoroti anomali perolehan suara dalam data Sirekap KPU. Dia mencontohkan, pada 28 Februari 2024, partainya mendapat sekitar 3.058.000 suara.
Namun, keesokan harinya, perolehan suara turun menjadi 3.020.000. "Tapi jumlah TPS yang masuk itu bertambah. Seharusnya jumlah suaranya bertambah, bukan berkurang," ujar Baidowi. Pada 2 Maret lalu, dia menyebutkan perolehan suara PPP naik lagi menjadi 3.040.000. Data Sirekap pada 3 Maret lalu, pukul 08.00, PPP memperoleh suara sementara 3.080.382 atau 4,01 persen.
Romy meminta KPU dan Badan Pengawas Pemilu memberi atensi dan tindak lanjut atas lonjakan suara PSI. Dia menilai angka perolehan suara tersebut tidak masuk akal lantaran PSI merupakan partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar. Selain itu, terdapat sejumlah bukti tangkapan layar form C1 tersebar di berbagai media sosial yang membandingkan antara Sirekap KPU dan hasil tersebut.
Baca Juga Infografiknya:
Menurut Romy, penggelembungan suara PSI ini banyak terungkap bukan di tingkat TPS, melainkan diduga mulai dari pleno tingkat kecamatan. “Penggelembungan suara ini diduga terstruktur, sistematis, dan masif,” ujarnya.
Romy mengultimatum siap membawa hal ini sebagai materi hak angket. PPP juga menyerukan secara terbuka kepada para penyelenggara pemilu, khususnya KPU, di semua tingkatan untuk segera menghentikan operasi senyap ini. Dia meminta, dalam waktu 1 x 24 jam, KPU mengembalikan input perolehan suara PSI ke angka sebenarnya.
Adapun Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie membantah tudingan kenaikan suara partainya di Sirekap KPU terjadi secara tidak wajar. Menurut dia, lonjakan suara PSI merupakan hal biasa.
Dalam selang waktu 24 jam, PSI memperoleh suara 0,12 persen setelah data Sirekap menunjukkan lonjakan perolehan suara pada Jumat. Data Sirekap pada pukul 13.00, 2 Maret 2024, memperlihatkan suara PSI bertambah 98.869 berselang 24 jam. Suara PSI bertambah dari 2.300.600 pada 1 Maret 2024 pukul 12.00 menjadi 2.399.469 suara pada 2 Maret pukul 13.00 atau 3,13 persen. Grace meminta orang-orang tidak asal menyimpulkan ada manipulasi untuk mengerek suara partainya. “Yang menuding baiknya pakai data, dasar tudingannya apa?” ujarnya.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep melakukan simulasi mencoblos saat kampanye di Malang, Jawa Timur, 1 Februari 2024. ANTARA/Irfan Sumanjaya
Teknologi OCR Sirekap Tak Akurat
Dalam kesempatan terpisah, Pendiri Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saiful Mujani mengatakan tidak hanya PSI yang mengalami peningkatan suara. Dia menyebutkan Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Bangsa juga mengalami hal yang sama.
Kenaikan suara PSI yang dianggap tidak masuk akal, menurut Saiful, ada kemungkinan karena data yang masuk lewat Sirekap belum proporsional. “Kalau sudah proporsional, pasti akan kembali normal jika tidak ada intervensi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas atau Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan perlu dibandingkan antara angka dan foto-foto C hasil plano dengan digitasi data. Hal ini untuk memastikan adanya kenaikan suara PSI. “Partai politik peserta pemilu seharusnya bisa melakukannya. Bawaslu yang punya foto C hasil atau salinan C hasil juga bisa menelusurinya,” ujar Hadar yang merupakan eks Komisioner KPU ini.
Menanggapi hal tersebut, KPU membantah tudingan adanya penggelembungan perolehan suara PSI. Komisioner KPU Idham Holik menyatakan kekeliruan data dalam situs web Pemilu2024.kpu.go.id terjadi karena teknologi optical character recognition (OCR) yang kurang akurat. "Tidak ada penggelembungan suara," ujar Idham pada Senin, 4 Maret 2024.
Dia menjelaskan, OCR atau teknologi yang mengekstrak teks dari gambar kurang akurat membaca foto formulir model C1-plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024. Menurut dia, di sinilah pentingnya peran serta aktif pengakses Sirekap untuk menyampaikan telah terjadinya ketidakakuratan tersebut.
Idham menegaskan Sirekap merupakan alat bantu penghitungan suara yang sudah sesuai dengan rekomendasi Bawaslu perihal data C-hasil plano yang harus diakurasi. Selain itu, dia menekankan hasil resmi perolehan suara peserta pemilu sudah berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang. “Dari panitia pemilih kecamatan (PPK), KPU kabupaten/kota, hingga KPU provinsi dan pada akhirnya pada level KPU pusat, rekapitulasi tingkat nasional,” kata Idham. Karena itu, KPU meminta publik menunggu hasil rekapitulasi resmi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Amelia Rahima Sari, Sultan Abdurrahman, Defara Dhanya, dan Andi Adam Faturahman, dan kantor berita Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.