Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Badan Narkotika Nasional (BNN) berkukuh menolak legalisasi ganja sekalipun untuk keperluan medis.
Yayasan Sativa Nusantara berharap BNN mau membuka diri untuk mendengarkan pendapat masyarakat.
DPR segera menindaklanjuti usulan legalisasi ganja medis.
JAKARTA – Badan Narkotika Nasional (BNN) berkukuh menolak legalisasi ganja sekalipun untuk keperluan medis. Kepala BNN, Komisaris Jenderal Petrus Golose, mengatakan penolakan tersebut dilakukan demi menyelamatkan generasi muda. “Saya cenderung memilih menyelamatkan generasi muda Indonesia daripada melegalkan. Itu sikap BNN,” ujar Petrus, Rabu, 13 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Legalisasi ganja di Indonesia, menurut dia, harus berlandaskan hukum. Hingga saat ini, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan ganja masih masuk jenis narkotik golongan I.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wacana legalisasi ganja untuk medis muncul setelah Santi Warastuti, warga Sleman, Yogyakarta, menyampaikan harapannya. Aksi Santi berjuang melegalkan ganja medis di Indonesia demi pengobatan sang anak, yang menderita cerebral palsy, sempat viral di media sosial. Santi juga mengajukan uji materi Undang-Undang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi. Dia menanti selama hampir dua tahun agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonannya untuk melegalkan ganja medis.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Petrus Reinhard Golose (tengah), memberikan keterangan di Mabes Polri, Jakarta, 12 Juli 2022. ANTARA/Reno Esnir
Ganja dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Petrus mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan ganja dari golongan IV ke golongan I. Meski begitu, penetapan status dari sangat berbahaya ke berbahaya tersebut diserahkan kepada setiap negara.
Dalam pertemuan internasional tentang perlawanan narkoba, BNN menyatakan Indonesia tidak setuju legalisasi ganja. Petrus mengklaim sikap BNN diikuti beberapa negara ASEAN lain. “Sampai sekarang, sikap Indonesia, ganja tetap ilegal,” ujar Petrus. “Regulasi di Indonesia saat ini hanya mengatur penggunaan ganja untuk ilmu pengetahuan.”
Inang Warsono, Pembina Yayasan Sativa Nusantara (YSN), menilai alasan Petrus menolak legalisasi ganja medis demi menyelamatkan generasi muda tidaklah relevan. “Aneh. BNN argumennya enggak nyambung,” ujar Inang kepada Tempo, kemarin.
Orang tua pasien cerebral palsy, Santi Warastuti (kiri); Ketua Pembina Yayasan Sativa Nusantara (YSN), Musri Musman (tengah); dan Direktur Eksekutif YSN, Dhira Narayana (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat perihal legalisasi ganja untuk medis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 30 Juni 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Ihwal regulasi ganja medis, Inang menjelaskan, riset dapat dilakukan dua hingga tiga bulan. Hasil riset itulah yang kemudian bisa menjadi dasar regulasi, kecuali Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan mengizinkan pengobatan dengan ganja.
“Kalau BNN punya tenaga ahli, ayo riset bareng. Hasilnya kita buktikan bersama,” ujar Inang. Selama tidak pernah melakukan riset tentang ganja, Inang meminta BNN tidak asal bicara. Dia menilai BNN tidak semestinya membodohi masyarakat dengan informasi yang tidak berdasarkan data riset terbaru. Menurut dia, BNN lebih baik berfokus pada penindakan bandar-bandar ekstasi, sabu-sabu, dan heroin.
Direktur Eksekutif YSN, Dhira Narayana, pun berharap BNN mau membuka diri untuk mendengarkan pendapat, aspirasi, dan kepentingan berbagai elemen masyarakat. “Aksi Santi sudah membuka ruang diskusi nasional tentang ganja medis. Diskusi ini perlu dituntaskan,” ujar Dhira, kemarin. “Tidak hanya Santi yang menunggu kesimpulannya, tapi juga seluruh masyarakat Indonesia.”
Menurut Dhira, pembahasan soal ganja medis sebenarnya tidak harus buru-buru dengan penetapan regulasi. Sebab, langkah yang lebih urgen untuk ditempuh adalah riset. Pengetahuan masyarakat tentang ganja saat ini perlu diperbarui. “Rasanya terbelakang jika kita masih berpegang pada pengetahuan usang tentang ganja, bahwa ganja masuk daftar zat paling berbahaya di dunia dalam Konvensi Tunggal Narkotika PPB tahun 1961,” kata dia.
Berdasarkan catatan YSN, sudah ada 66 negara yang melegalkan pemanfaatan ganja medis secara penuh ataupun terbatas. Di antaranya Malaysia yang mengizinkan impor obat berbahan dasar ganja dan Singapura yang mengizinkan penggunaan CBD oil atau minyak ganja saja. Menurut Dhira, perubahan sikap dunia internasional tentang ganja didasari riset ilmiah. “Kini saatnya kita membuktikan sendiri apakah ganja bermanfaat atau tidak, baru kita mengambil sikap,” ucapnya.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan Dewan segera menindaklanjuti usulan legalisasi ganja medis. Adapun anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, menyebutkan Komisi III telah mendapat masukan dari ahli yang meneliti ganja. Masukan-masukan itu yang akan menjadi pembahasan. “DPR sedang masa reses. Tapi, pada masa persidangan Agustus, tentu berbagai masukan akan kami bahas bersama,” ujar Taufik kepada Tempo, kemarin.
RIRI RAHAYUNINGSIH | M. FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo