Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menyelisik Lubang Timbunan Beras Bansos

Polisi mengusut kasus dugaan penimbunan beras bansos untuk penanganan Covid-19 yang ditemukan di Depok, Jawa Barat. Lubang tanah untuk menimbun itu semula disebut buat septic tank.

2 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Kepolisian berencana kembali meminta keterangan pejabat Kementerian Sosial pada hari ini, Selasa, 2 Juli 2022, untuk menindaklanjuti kasus dugaan penimbunan beras bantuan sosial (bansos) di Depok, Jawa Barat. Pemeriksaan juga akan dilakukan terhadap pengurus dua perusahaan yang ditengarai terlibat persoalan ini, yakni penyedia jasa ekspedisi PT JNE dan distributor beras PT DNR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, mengatakan berkas administrasi penyelidikan kasus dugaan penimbunan beras bansos itu telah dibuat. "Apabila ditemukan unsur pelanggaran pidana atau korupsi, akan diproses lebih lanjut," kata Endra, Senin, 1 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Endra mengatakan penyidik Kepolisian Resor Depok telah meminta keterangan Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial, Mira Riyati; dan perwakilan JNE, Samsul Jamaludin. Kemarin, keduanya diperiksa terkait dengan temuan ratusan ribu ton beras bansos yang ditimbun di depan gudang JNE, kawasan Sukmajaya, Kota Depok.

Timbunan beras bansos tersebut pertama kali ditemukan warga sekitar, Rudi Samin. Ia mengatakan mendapat informasi ihwal adanya timbunan beras bansos dari mantan pegawai JNE. "Orang itu diperintahkan langsung untuk menimbun bahan pokok bantuan tersebut," kata dia, Ahad, 31 Juli 2022. Rudi kemudian menurunkan alat berat untuk menggali sepetak tanah di lapangan yang berada tepat di depan kantor JNE Depok.

Setelah tiga hari mencari menggunakan ekskavator, Rudi akhirnya menemukan timbunan beras bansos yang mencapai satu kontainer. Pada beberapa tumpukan, kata dia, tertulis "Bantuan Presiden" yang dikoordinasi oleh Kementerian Sosial untuk program bansos tahun anggaran 2020.

Warga berada di dekat timbunan beras yang diduga sebagai bantuan sosial Presiden, di Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, 31 Juli 2022. TEMPO/M. Taufan Regganis

Nanang Firmansyah, penggali lubang timbunan beras bansos, mengaku menerima kabar dari kawannya ihwal JNE yang membutuhkan orang untuk menggali tanah pada medio 2020. Nanang kemudian dihubungi JNE, yang menawarkan bayaran Rp 1,5 juta.

Ia mengatakan lubang yang digali seluas 2 x 2 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Selama dua hari, Nanang bersama seorang temannya menggali lubang sedari pagi hingga siang. "Menggali manual menggunakan cangkul dan alat seadanya," kata dia, Ahad, 31 Juli 2022. Setelah pekerjaan itu selesai, ia mengaku langsung diperintahkan untuk meninggalkan lokasi dan menerima bayaran sesuai dengan kesepakatan awal.

Sorotan publik terhadap lubang timbunan beras pada akhir pekan lalu itu membuat Nanang heran. Sebab, seingat dia, tanah yang dulu digalinya itu untuk lubang septic tank. "Tidak tahu bahwa ternyata untuk ngubur bansos," ujarnya.

Ketua lingkungan di kawasan Sukmajaya, Sugeng, mengatakan lokasi yang menjadi tempat penimbunan beras bansos itu sehari-harinya digunakan sebagai tempat parkir mobil logistik JNE. Mobil sering terlihat lalu lalang di petak lapangan depan kantor JNE Depok tersebut. "Setahu saya, lokasi ini adalah tempat parkir. Jadi, saya tidak berpikir macam-macam," kata Sugeng. 

Peran Perusahaan dalam Temuan Timbunan Beras Bansos

Komisaris Besar Endra Zulpan menjelaskan, PT DNR merupakan perusahaan pemenang kontrak dari pemerintah untuk mendistribusikan beras bansos dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) ke masyarakat. Program ini digulirkan untuk meredam dampak pandemi Covid-19 pada 2020.

PT DNR kemudian menjalin kerja sama dengan JNE untuk mengirim beras bansos ke alamat daftar penerima. Perseroan berperan menyiapkan beras di gudang Bulog di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur. Kala itu, kata Endra, PT DNR memerintahkan JNE mengambil beras di gudang Bulog.

Menurut Endra, pengiriman beras bansos oleh JNE diklaim mengalami gangguan akibat cuaca hujan. "Sehingga beras ini dikatakan dalam kondisi rusak," ujarnya. JNE, kata dia, juga mengakui kondisi beras basah akibat kesalahan operasional JNE.

Endra mengatakan JNE menyatakan telah menggantinya dengan paket lain yang setara. Namun, menurut dia, kepolisian masih perlu memeriksa lebih dalam soal dokumen dan daftar penerima bantuan setelah paket beras awal dinyatakan rusak. Kendati penggantian bansos tidak dibebankan ke pemerintah, ia melanjutkan, JNE juga mengaku telah melakukan pembayaran ke pemerintah.

Sementara itu, Endra mengungkapkan, saksi Mira Riyati dari Kementerian Sosial menyatakan tidak mengetahui ihwal kerja sama Bulog dengan vendor. Mira, kata Endra, hanya menjelaskan bahwa Kementerian Sosial bekerja sama dengan Bulog untuk menyalurkan beras bansos. "Berdasarkan pemeriksaan, jumlah beras yang dikirim oleh JNE dalam kontrak bersama PT DNR sekitar ratusan ribu ton," kata Zulpan.

Warga memperlihatkan timbunan beras yang diduga bantuan sosial Presiden, di Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, 31 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Regganis

JNE yang dimaksud dalam kasus ini adalah PT Jalur Nugraha Ekakurir. Kemarin, Tempo berupaya mendatangi kantor pusat JNE di Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat, untuk meminta penjelasan mengenai kasus ini. Namun manajemen JNE belum berkenan memberikan keterangan soal kronologi kerja sama JNE ataupun prosedur operasi standar (SOP) penanganan barang yang rusak.

Sebelumnya, Wakil Presiden Bidang Pemasaran JNE, Eri Palgunadi, telah menegaskan bahwa perusahaannya tidak melakukan pelanggaran terkait dengan temuan beras bansos di Depok. Melalui keterangan tertulis, ia menjelaskan bahwa hal yang dilakukan JNE sudah sesuai dengan SOP penanganan barang rusak. "Sesuai dengan perjanjian kerja sama yang disepakati kedua belah pihak," kata Eri, 31 Juli 2022.

Adapun PT DNR, yang disebut-sebut dalam kasus ini, ditengarai merupakan PT Dos Ni Roha, anak perusahaan PT Dosni Roha Indonesia Tbk di sektor perdagangan. Situs resmi kelompok usaha DNR mencatat aktivitas perseroan dalam kegiatan penyaluran bansos sejak 2020. Dalam publikasinya, PT DNR bersama Bulog turut menghadiri acara Penutupan Penyaluran Bantuan Sosial Beras Tahap 1 dan 2, yang digelar Kementerian Sosial pada 3 November 2020.

Kemarin, Tempo juga berupaya menanyakan kasus ini dengan mengirim pesan elektronik ke Sekretaris Perusahaan PT Dosni Roha Indonesia Tbk, David Widiantoro. Tempo turut menghubungi Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kelembagaan Perum Bulog, Tomi Wijaya, untuk meminta konfirmasi ihwal kerja sama dengan PT DNR. Namun, hingga berita ini ditulis, David dan Tomi tidak merespons.

Adapun Kementerian Sosial mengarahkan Tempo mengirim pertanyaan melalui surat elektronik. Namun Kementerian belum memberikan jawaban.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Dewi Anggraeni, mengatakan kerja sama Kementerian Sosial dan Bulog memiliki dua jalur berbeda. Ia mengatakan Bulog berperan menyalurkan beras, sementara Kementerian Sosial menyerahkan data warga penerima bansos. Karena itu, dia melanjutkan, Kementerian kerap kali tidak mengetahui pihak distributor bansos dari Bulog. "Tapi tentu peran Kementerian tidak bisa dikesampingkan karena sebagai leader dalam program bansos," kata Dewi, kemarin. 

Dewi turut menyoroti Kementerian Sosial yang semestinya menaruh perhatian lebih pada data dalam proses penyaluran bansos. Menurut dia, Kementerian Sosial perlu memiliki data akurat untuk memastikan koordinasi dari atas sampai bawah berjalan dengan baik. "Penyaluran bansos dari atas sampai yang paling bawah itu tidak mudah," ujarnya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VIII yang bermitra dengan Kementerian Sosial, Endang Maria Astuti, mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus dugaan penimbunan beras bansos ini. Sebab, kata dia, kala masyarakat sangat membutuhkannya karena terkena dampak pandemi, beras bansos malah diduga ditimbun. "Saat pandemi sampai kekurangan, kok ada yang justru ditimbun? Pasti ada something wrong di situ," kata dia kepada Tempo, kemarin.

Endang menjelaskan, Komisi VIII telah meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan hal yang melatarbelakangi kasus dugaan penimbunan beras bansos itu. "Jumlahnya tidak sedikit, nominal juga tidak sedikit, di saat masyarakat sangat membutuhkan," ujarnya.

IMA DINI SHAFIRA | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK) 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus