Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Beragam Cara Skenario Putri Candrawathi

Dugaan rekayasa pelaporan kekerasan seksual terhadap istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, disinyalir melibatkan sejumlah kalangan dan lembaga.

5 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi ditengarai melibatkan sejumlah lembaga dalam skenario kasus istri Irjen Ferdy Sambo.

  • Laporan yang diduga dibuat fiktif itu ditengarai melibatkan ahli psikologi klinis dan ahli pidana.

  • Komnas HAM merekomendasikan agar Markas Besar Kepolisian mendalami dugaan pemerkosaan yang dialami Putri di Magelang.

JAKARTA Dugaan rekayasa pelaporan kekerasan seksual terhadap istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, disinyalir melibatkan sejumlah kalangan dan lembaga. Laporan yang diduga dibuat fiktif itu ditengarai melibatkan ahli psikologi klinis dan ahli pidana untuk menguatkan alat bukti dugaan pelecehan seksual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepenggal potongan dokumen diperoleh Tempo. Isinya adalah laporan psikologi klinis yang dialami Putri Candrawathi setelah disebut-sebut mendapat kekerasan seksual dari Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dokumen tersebut berisi kesimpulan yang menyebut Putri sebagai subyek dalam kondisi trauma berat dan intens yang dialami setelah sebuah peristiwa traumatis. “Peristiwa traumatis yang dimaksud adalah pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya,” demikian isi dokumen tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam dokumen itu juga tercantum Putri mengalami murung, sering menangis, pesimistis, perasaan tidak berdaya, hingga putus asa. Disebutkan juga bahwa Putri mengalami gangguan stres akut 308.3 (F43.0), disertai dengan gejala yang mengarah pada gangguan depresi mayor 296.23 (F32.2). Kode-kode tersebut merujuk pada keilmuan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Di akhir dokumen tertulis rekomendasi agar Putri mendapat perawatan untuk pemulihan dan dilakukan pendampingan psikoterapi secara rutin dan berkesinambungan.

Menurut seorang sumber, berbasis dokumen tersebut, penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya lantas mengusut dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua kepada Putri. Ditambah keterangan Putri yang juga menuding Yosua melakukan tindakan pengancaman hingga berujung pada skenario baku tembak di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga pada Jumat, 8 Juli 2022.

Dalam dokumen lain yang diperoleh Tempo disebutkan bahwa, pada 28 Juli 2022, Kepala Sub-Direktorat Renakta (Remaja, Anak, dan Wanita), Ajun Komisaris Besar Pujiyarto, mengirim undangan ke seluruh lembaga dan kementerian untuk membahas mekanisme perlindungan saksi dan korban kasus kekerasan terhadap perempuan. Dalam surat undangan tersebut tercantum keterangan laporan polisi nomor LP/B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya pada 9 Juli 2022. Pelapornya adalah Putri Candrawathi, yang diduga telah dilecehkan oleh Brigadir Yosua.

Dalam surat tersebut juga tertulis bahwa Subdit Renakta Polda Metro Jaya sedang menangani penyidikan perkara tindak pidana pembunuhan juncto percobaan pembunuhan dan/atau tindak pidana kejahatan perbuatan cabul yang diduga dilakukan Yosua kepada Putri. Ketika itu, Renakta menyiapkan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan juncto Pasal 53 dan/atau Pasal 289 dan/atau Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Cabul dan Pemaksaan. Polisi juga menggunakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik, menyebutkan laporan ke Polda Metro Jaya tak lebih dari upaya obstruction of justice atau menghalangi penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Menurut Ahmad Taufan, dalam pengakuan kepada Komnas HAM, Putri justru tidak mengetahui ihwal isi berita acara pemeriksaan (BAP) miliknya sebagai korban pelecehan seksual. “Apakah keterangan Putri ini benar? Bahwa dia di awal-awal sudah bilang kekerasan seksual terjadi di Magelang, tapi kemudian oleh suaminya, memerintahkan membuat BAP palsu,” ujar Ahmad Taufan, Ahad, 4 September 2022.

Adegan tersangka Putri Candrawathi pada perkara pembunuhan berencana Brigadir J oleh Ferdy Sambo saat melakukan rekonstruksi di kediaman rumah pribadi di Jalan Saguling, Jakarta, 30 Agustus 2022. TEMPO/Subekti.

Ahmad Taufan memastikan bahwa BAP yang dibuat pada laporan awal tentang pelecehan seksual dan pengancaman merupakan fiktif belaka. Dia tak memungkiri bahwa polisi sempat melibatkan ahli untuk menguatkan argumentasi tersebut. Namun hal itu terbongkar ketika Tim Khusus Bareskrim menemukan dugaan rekayasa kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.

Seorang sumber di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menceritakan, pada awalnya Polda Metro Jaya berupaya melibatkan lembaganya untuk masuk dalam skenario rekayasa pelecehan seksual. Namun KPPPA menolak tawaran untuk bergabung dalam rekayasa pelecehan seksual tersebut. “Kami tidak terlibat. Dalam amanat undang-undang, terlepas dia korban atau pelaku, selagi pejabat negara, maka itu menjadi tanggung jawab kami,” ucap sumber tersebut.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jerry Siagian disebut bersekongkol dengan Kepala Sub-Direktorat Renakta Ajun Komisaris Besar Pujiyarto untuk memberi instruksi kepada Kepala Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polda Metro Jaya, Komisaris Endang Tri Lestari. Endang diminta agar KPPPA tidak turun tangan setelah menolak terlibat dalam rekayasa kasus tersebut.

Namun KPPPA belakangan justru menerima surat pemberitahuan dari Polda Metro Jaya yang berisi penunjukan Sri Nurherwati sebagai saksi ahli pidana tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Semestinya penunjukan terhadap Nurherwati sebagai saksi ahli hanya bisa dilakukan melalui rekomendasi KPPPA. Nurherwati merupakan mantan Komisioner Komisi Nasional Perempuan yang belakangan bekerja sebagai ahli hukum di KPPPA. “Nurherwati dipilih karena dekat dengan Komisaris Endang,” ucap sumber tersebut.

Sri Nurherwati semula sempat menyebut diminta oleh penyidik, tapi pernyataan tersebut dianulir dengan menyebut salah ketik. “Saya tidak diminta,” kata Nurherwati, saat dimintai konfirmasi. Dia juga membantah pernah diperiksa oleh penyidik sebagai saksi ahli dalam dugaan pelecehan seksual fiktif tersebut. “Saya tidak pernah memberi keterangan apa pun atau diperiksa siapa pun. Saya juga tidak pernah meminta menjadi ahli hingga muncul nama saya.”

Penyidik Polda Metro Jaya juga meminta keterangan psikolog klinis sekaligus pendiri Personal Growth, Ratih Ibrahim, sebagai saksi ahli dalam kasus kekerasan seksual terhadap Putri. Ratih disinyalir bertugas sebagai psikolog klinis untuk menerangkan kondisi Putri yang mengalami gangguan stres akut yang disebabkan pelecehan dan kekerasan seksual.

Padahal, menurut sumber tersebut, dalam kasus pelecehan seksual, penyidik biasanya tidak mendatangkan psikolog klinis, melainkan seharusnya psikolog forensik. Menurut sumber ini, tugas psikolog klinis hanya mengobati kesehatan mental seorang pasien. Sedangkan psikolog forensik berfokus membantu penyidik dalam mengurai keterangan Putri untuk kepentingan penyidikan.

Ratih Ibrahim saat dimintai konfirmasi mengatakan sempat mendampingi Putri Candrawathi pada awal-awal kasus sebagai psikolog klinis atas permintaan penyidik kepolisian. “Untuk pemeriksaan dan pendampingan psikologi Ibu Putri sebagai korban berdasarkan aduannya,” ucap Ratih. Tapi dia membantah jika dikatakan pernah dijadikan sebagai saksi ahli psikolog klinis oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Ratih juga menepis tuduhan bahwa ia membuat analisis Putri mengalami gangguan stres akut akibat pelecehan atau kekerasan seksual. Ratih juga tak menjelaskan hubungannya dengan Komisaris Endang dan penyidik lain di Polda Metro Jaya.

Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada Komisaris Endang Tri Lestari melalui panggilan dan pesan ke ponselnya. Namun panggilan telepon buru-buru dimatikan ketika Tempo menanyakan ihwal dia diminta menghubungi saksi ahli dalam rekayasa kasus pelecehan seksual Putri Candrawathi. “Saya di jalan tol, nih. Sorry, ya, lagi di jalan,” ujar Endang tanpa menjawab lagi.

Adapun Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, juga belum bisa dimintai konfirmasi ihwal peran AKBP Jerry Siagian dan AKBP Pujiyarto dalam rekayasa kasus tersebut. Panggilan dan pesan yang dikirim ke ponselnya tak kunjung terjawab.

Kasus Kekerasan Seksual Berubah Jadi Pemerkosaan?

Komnas HAM sendiri menyatakan sudah memeriksa sejumlah kalangan, termasuk Ratih Ibrahim, ihwal dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri dengan lokasi berbeda, yakni di Magelang, Jawa Tengah.

Ahmad Taufan Damanik menyebutkan Ratih konsisten meyakini Putri menghadapi post-traumatic stress disorder (PTSD). “Kalau nanti ada persekongkolan membuat keterangan palsu, dia bagian dari obstruction of justice,” ucap Ahmad Taufan.

Pernyataan Ahmad Taufan itu merujuk pada sikap Komnas HAM dalam beberapa hari terakhir yang telah merekomendasikan agar Markas Besar Kepolisian mendalami dugaan pemerkosaan yang dialami Putri di Magelang. Keterangan Putri untuk Komnas HAM yang diperoleh melalui Komnas Perempuan adalah ia mengaku tidak hanya mendapat kekerasan seksual, melainkan pemerkosaan, dari Yosua. Kejadiannya pada Kamis petang, 7 Juli 2022, atau sehari sebelum peristiwa pembunuhan Yosua.

Menurut Ahmad Taufan, sejak awal Putri mengaku konsisten diperkosa oleh Brigadir Yosua di Magelang. Namun Irjen Ferdy Sambo, suaminya, membuat skenario seolah-olah terjadi kekerasan seksual dan terjadi di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Menurut dia, pengakuan Putri harus diuji sekaligus diakomodasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS di dalam Pasal 25 ayat 1 dan 3 huruf a dan b yang merinci ihwal keterangan saksi korban merupakan bagian dari alat bukti. Juga diakomodasi keterangan saksi pendukung.

Keterangan Putri, menurut dia, dikuatkan dari kesaksian tidak langsung dari pembantu Putri bernama Susi, kemudian tersangka Kuat Ma’ruf, dan Brigadir Kepala Ricky Rizal. Selain itu, kekasih Yosua, Vera Simanjuntak, disebut pernah bercerita bahwa Yosua diancam oleh Kuat Ma’ruf karena kedapatan naik ke lantai dua, merujuk pada kamar Putri di rumah Magelang. “Kami memiliki ruang untuk membuka kemungkinan lain, bisa jadi ini persekongkolan baru untuk membuat keterangan palsu. Maka perlu didalami lagi.”

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan pernyataan Komnas HAM yang menyebutkan Putri sebagai korban kekerasan seksual merupakan spekulasi. Dia mempertanyakan niat Komnas HAM melempar isu kekerasan seksual yang sebelumnya dinyatakan oleh Badan Reserse Kriminal tidak ada dan dihentikan. Reza juga memastikan dugaan Komnas HAM tersebut tidak akan ditindaklanjuti sebagai kasus hukum. Sebab, di Indonesia tidak mengenal posthumous trial atau pelaku yang telah meninggal. Menurut dia, (almarhum) Brigadir Yosua tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan Komnas HAM tersebut.

Sebaliknya, Komnas HAM hanya mengabadikan Yosua sebagai terduga pelaku kekerasan seksual. Begitu pun dengan Putri Candrawathi, menurut dia, betapa pun sudah mengklaim sebagai korban kekerasan seksual, hukum tidak akan memberikan hak-haknya selaku korban. Ini karena pengadilan wajib mengadili pelaku agar Putri mendapat restitusi dan kompensasi. “Masalahnya, bagaimana mungkin ada vonis kalau persidangannya saja tidak akan ada.”

AVIT HIDAYAT | LINDA TRIANITA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus