Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika akan segera mengolah data penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat setelah masa pendaftaran berakhir kemarin, 20 Juli 2022. Tak hanya untuk mengidentifikasi PSE privat yang belum terdaftar, pengolahan data juga untuk mengecek informasi dalam berkas yang telah diajukan perusahaan terdaftar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan pemerintah tak akan langsung memblokir PSE yang belum mendaftarkan entitas usahanya. Kementerian, kata Semuel, akan memberikan surat peringatan kepada mereka. "Kami akan tanyakan apa mau lanjut beroperasi di Indonesia? Kalau mau lanjut, silakan daftar. Batas waktu akan kami berikan," kata dia, kemarin. "Kalau batas waktu tidak direspons juga, enggak apa-apa. Nanti banyak penggantinya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Semuel, pengolahan data akan dimulai begitu masa pendaftaran berakhir tadi malam. Pada tahap awal, Kementerian akan mengecek 100 aplikasi terbesar di Indonesia. Prosesnya akan berlanjut hingga pekan depan terhadap seluruh PSE.
Kewajiban pendaftaran bagi PSE diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. PSE yang wajib mendaftar merupakan entitas yang memiliki portal, situs, atau aplikasi dalam jaringan Internet. Bentuk layanan sistem elektroniknya bisa berupa perdagangan barang atau jasa, transaksi keuangan, pengiriman barang secara online, media sosial, mesin pencari, serta pemrosesan data pribadi yang berhubungan dengan transaksi elektronik.
Dalam peraturan itu juga disebutkan bahwa berkas pendaftaran PSE memuat informasi tentang gambaran umum pengoperasian sistem elektronik. PSE juga harus mengisi kewajiban tentang keamanan informasi, perlindungan data pribadi, dan uji kelaikan sistem elektronik. Menteri Komunikasi dan Informatika dapat mengenakan sanksi administratif kepada PSE yang tak mendaftar, juga PSE yang terdaftar tapi tak memberi informasi dengan benar.
Hingga kemarin, laman Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat sebanyak 7.794 PSE lokal dan 183 PSE asing telah terdaftar. Sejumlah PSE asing yang populer di Indonesia telah mendaftarkan bisnisnya ke Kementerian Kominfo. Sebagian baru terdaftar pada hari terakhir masa pendaftaran, seperti Twitter, Line, dan Snapchat.
Pengguna membuka gambar meme Twitter melalui ponsel di Jakarta. TEMPO/ Nita Dian
Perwakilan Twitter Inc menyatakan telah mengambil tindakan yang sesuai dalam upaya mematuhi persyaratan Kementerian Kominfo. PSE yang terkenal dengan lambang burung ini berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lainnya untuk menciptakan ruang Internet yang aman, holistik, dan dapat diakses semua orang. "Komitmen kami terhadap Indonesia, mendukung percakapan yang sehat di Twitter, serta open Internet tidak akan berubah," kata perwakilan Twitter kepada Tempo, kemarin.
Di antara PSE kondang, raksasa mesin pencari Google belum terlihat di daftar PSE terdaftar, kecuali Google Cloud yang tercatat pada daftar PSE lokal terdaftar. Perwakilan Google Indonesia menyatakan pihaknya mengetahui Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020, yang mengharuskan PSE untuk mendaftar. "Kami akan mengambil tindakan yang sesuai dalam upaya untuk mematuhi," kata perwakilan Google, kemarin.
Disinggung soal Google yang belum mendaftar, Semuel mengatakan Kementerian pernah membantu PSE tersebut memenuhi ketentuan dalam Pemenkominfo tersebut. "Kalau mereka tetap (tidak daftar), ya, enggak apa-apa," kata Semuel.
Semuel menegaskan bahwa Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 bertujuan melindungi masyarakat pengguna sistem elektronik. Selain itu, pemerintah berkepentingan menata ulang ruang digital, termasuk untuk penerimaan pajak. "Ekonomi digital Indonesia berkembang menjadi miliaran dolar Amerika Serikat. Pengguna Internet sekarang juga 77 persen dari jumlah penduduk Indonesia," kata Semuel. "Kalau mendaftar, kan bisa kami lihat. Misalnya ada 10 ribu kegiatan usaha, kok, yang bayar pajak baru 5.000. Nanti bisa kami track itu."
Kepala Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, justru menilai pendaftaran pada Permenkominfo tersebut menunjukkan buruknya sinkronisasi data pemerintah. Menurut dia, untuk keperluan ekonomi digital, pemerintah sebenarnya bisa mendapat data dan informasi dari perizinan penyelenggara layanan teknologi keuangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Pendaftaran PSE pinjaman daring di OJK telah melalui tahapan yang ketat, bahkan dilakukan validasi data dengan turun langsung ke lapangan untuk mengecek keberadaan PSE ini," kata Nailul.
Begitu pula dengan data sebagian PSE yang berbasis di luar negeri alias asing, yang sebenarnya juga sudah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak. Sejak 2019, Kementerian Keuangan telah menetapkan ketentuan bentuk usaha tetap, di antaranya termasuk pengenaan pajak terhadap penyedia layanan over the top (OTT). Layanan yang dimaksudkan itu juga berupa aplikasi dan konten melalui Internet. "Sepertinya memang belum ada sinkronisasi data antar-lembaga," ujar Nailul.
Ia khawatir upaya Kementerian Kominfo mengumpulkan data PSE privat akan berakhir sia-sia. Hingga saat ini, kata Nailul, pemerintah juga tak berkutik menyetop aplikasi yang jelas-jelas merugikan masyarakat, seperti pinjaman online ilegal atau penipuan. "Percuma, karena memang pemerintah belum punya kekuatan untuk menutup aplikasi yang merugikan itu," ujarnya.
IMA DINI SHAFIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo