Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Hadi Tjahjanto membantah jika perluasan wewenang TNI aktif yang tertuang di revisi UU TNI mengembalikan peran dwifungsi TNI. Fungsi ganda TNI ini pernah terjadi di era pemerintahan Presiden Soeharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah tidak ada lagi dwifungsi, itu adalah masa lalu. Isi (RUU TNI) juga tidak seperti itu," kata Hadi ditemui di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan bahwa perluasan penugasan militer aktif di kementerian atau lembaga lain bukan untuk kepentingan politik praktis. Sebab, kata dia, peran TNI saat ini hanya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara yang didasari pada kebijakan serta keputusan politik.
"Dulu dwifungsi ABRI punya fungsi dua, yaitu sebagai kekuatan pertahanan dan kekuatan sosial politik," ucapnya. Hadi menyebut, peran ganda itu yang membuat adanya fraksi militer di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR kala itu.
Namun, ujarnya, saat ini tidak ada lagi perwakilan dari TNI yang duduk di parlemen. "Dalam pembahasan nanti tidak akan masuk kepada norma-norma itu," ujarnya.
Karena itu,Hadi mengklaim, perluasan penugasan TNI dalam revisi aturan itu untuk membantu kinerja kementerian dan lembaga yang membutuhkan. "Untuk menjawab kebutuhan, sesuai dengan kebijakan presiden," katanya.
Bantahan soal kembalinya fungsi ganda militer ini pernah disampaikan oleh Panglima TNI, Agus Subiyanto. Ia mengatakan, bahwa yang terjadi sekarang adalah multifungsi TNI dan bukan lagi Dwifungsi ABRI.
"Sekarang bukan Dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI, ada bencana kita di situ, ya kan? Jadi jangan berpikiran seperti itu," kata Agus.
Pernyataan Agus ini untuk menanggapi kritik dan penolakan masyarakat sipil terhadap rancangan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Kritik menilai revisi UU TNI tersebut memuat aturan yang menghidupkan Dwifungsi ABRI melalui pelonggaran aturan, serta perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Misalnya pada usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) revisi UU TNI.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkhawatirkan pernyataan Panglima TNI soal multifungsi ABRI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Koalisi Masyarakat Sipil menilai Panglima TNI tidak perlu mengeluarkan pernyataan tersebut karena hal itu merupakan ranah politik dan pembuat kebijakan.
“Dengan pernyataan Panglima TNI tersebut, justru mengkonfirmasi pandangan dan kekhawatiran yang berkembang di publik terkait akan dihidupkannya kembali Dwifungsi ABRI,” kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri lewat keterangan tertulis, Jumat, 8 Juni 2024.
EKA YUDHA SAPUTRA