Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Bawaslu Peringatkan Ada Hukuman Pidana Jika Libatkan ASN dan Kepala Desa dalam Pilkada

Bawaslu menilai saat ini posisi ASN berada dalam sistem yang terkoneksi dengan kepentingan politik.

18 September 2024 | 09.48 WIB

Ilustrasi Bawaslu. dok.TEMPO
Perbesar
Ilustrasi Bawaslu. dok.TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI mengimbau agar kepala daerah, penjabat kepala daerah dan calon kepala daerah tidak melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa selama Pilkada 2024 ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Anggota Bawaslu RI Puadi mengingatkan ada ancaman pidana bagi yang melanggar. Ia mengatakan pelanggar akan dijerat dengan pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Pemilihan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ancaman hukumannya jelas, yaitu pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit enam ratus ribu, atau paling banyak enam juta rupiah,” kata Puadi dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kesiapan Kepala Daerah Menjaga Netralitas Pada Pemilihan Serentak 2024, di Jakarta, Selasa, 17 September 2024, dikutip dari keterangan resmi. 

Koordinator divisi pencegahan dan penanganan pelanggaran Bawaslu ini mengatakan ancaman pidana penjara dan denda itu diharapkan bisa mengurungkan niat para calon kepala daerah dalam melibatkan ASN dalam kontestasi pemilihan. "Mari sama-sama ciptakan iklim demokrasi yang jujur, adil, dan berintegritas. Dibutuhkan kerjasama seluruh pihak terkait untuk menciptakan tujuan tersebut,” ujarnya.

Menurut Puadi, saat ini posisi ASN berada dalam sistem yang terkoneksi dengan kepentingan politik. Ia mengatakan dalam sistem ini terdapat hubungan sinergi antara presiden atau kepala daerah dan wakilnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam lingkungan kerja yang saling berpengaruh.

”Kondisi ini akan akibatkan tidak netral ketika melaksanakan tugas karena sarat kepentingan. Konsep netralitas masih dirasakan belum sepenuh hati, karena untuk menjaga netralitas PNS dan terhindar dari politik praktis,” kata Puadi.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus