Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPU membatasi Bawaslu untuk mengakses dana kampanye.
KPU sudah berulang kali membatasi akses Bawaslu.
Bawaslu dianggap tak berdaya atas sikap KPU.
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengeluhkan sikap Komisi Pemilihan Umum yang membatasi akses pengawasan terhadap rekening khusus dana kampanye (RKDK) dan laporan awal dana kampanye (LADK) peserta Pemilu 2024. Komisioner Bawaslu, Puadi, mengatakan pengawas pemilu di seluruh tingkatan serba terbatas dalam mengakses dan membaca data laporan dana kampanye peserta pemilu dalam Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka) milik KPU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hingga saat ini, pembacaan laporan dana kampanye tidak dapat dilakukan oleh Bawaslu di seluruh tingkatan yang menyebabkan tugas pengawasan tidak berjalan maksimal,” kata Puadi lewat keterangan tertulis, Selasa lalu, 16 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puadi mengatakan Bawaslu sudah mengikuti prosedur yang tertuang dalam Pasal 108 Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu. Pasal itu mengatur bahwa Bawaslu mesti mengajukan permohonan kepada KPU agar dapat mengakses Sikadeka. Namun faktanya, kata dia, Bawaslu di seluruh tingkatan tetap tidak dapat mengakses pembacaan data laporan dana kampanye lewat Sikadeka, padahal sudah menempuh prosedur tersebut.
Puadi mendapat laporan dari jajaran pengawas pemilu bahwa KPU telah mengeluarkan surat Nomor 1395/PL.01.7-SD/05/2023 tertanggal 25 November 2023 tentang Persetujuan Akses Laporan Dana Kampanye Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Surat itu menyebutkan terdapat informasi yang dikecualikan dalam laporan dana kampanye sehingga membutuhkan persetujuan secara tertulis dari calon anggota DPD agar Bawaslu dapat mengakses informasi tersebut.
Bawaslu berpendapat calon anggota DPD sudah memberi persetujuan terhadap informasi yang dikecualikan dalam tahapan kampanye dan dana kampanye yang menyangkut informasi hak-hak pribadi warga negara. Persetujuan itu tertuang dalam dokumen Persetujuan Akses Laporan Dana Kampanye yang seharusnya disampaikan ke Bawaslu.
“Faktanya, hingga saat ini dokumen terkait dengan hal tersebut belum disampaikan kepada Bawaslu,” ujar Puadi.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi, memberikan keterangan ihwal surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Media Center Bawaslu, Jakarta, 19 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Menurut Puadi, dokumen persetujuan akses laporan dana kampanye kepada Bawaslu beserta seluruh informasi di dalamnya seharusnya menjadi informasi yang dikuasai Bawaslu. Sebab, dokumen tersebut wajib disampaikan kepada Bawaslu secara tertulis oleh calon anggota DPD.
Ia menambahkan, KPU provinsi sebenarnya memiliki kewajiban menyampaikan dokumen persetujuan akses laporan dana kampanye kepada Bawaslu serta kepada calon anggota DPD. Sebab, regulasi yang tertuang dalam Pasal 108 ayat 1 PKPU Dana Kampanye memberikan akses kepada Bawaslu untuk membaca data laporan dana kampanye yang ada pada Sikadeka secara langsung. “Karena informasi yang ada dalam laporan dana kampanye bagi Bawaslu bukanlah informasi yang dikecualikan,” kata Puadi.
Baca Juga:
Komisioner KPU Idham Holik membenarkan lembaganya tidak memberikan sejumlah akses informasi kepada Bawaslu. Alasannya, KPU mengacu pada Pasal 17 huruf h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini mengatur data yang dikecualikan untuk dibuka kepada publik.
Atas dasar itu, KPU tidak memberikan akses kepada Bawaslu terhadap sejumlah data peserta pemilu dan informasi penyumbang dana kampanye, yaitu meliputi nomor induk kependudukan, alamat, nomor pokok wajib pajak, nomor telepon, serta rincian penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu beserta bukti pendukung. Juga nomor RKDK dan nama bank RKDK peserta pemilu.
Penutupan akses informasi itu tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 1677 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pelaporan Dana Kampanye yang diteken oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada 27 November lalu. “Keputusan itu tertuang dalam lampiran V huruf z Keputusan KPU 1677 Tahun 2023,” kata Idham.
Kader dan simpatisan partai melakukan konvoi untuk mendaftar di KPU Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 13 Mei 2023. ANTARA/Oky Lukmansyah
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz, mempertanyakan alasan KPU yang kerap berlindung pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik untuk menutup akses informasi pemilu yang semestinya menjadi obyek pengawasan. Kahfi berpendapat KPU semestinya tidak membuat regulasi untuk membatasi pengawasan publik terhadap penyelenggaraan pemilu dengan alasan informasi yang dirahasiakan.
Kahfi mengatakan, sesuai dengan Undang-Undang Pemilu, semua pihak yang memberikan dana kampanye harus jelas dan dilengkapi asalnya. “Bawaslu sebagai lembaga yang mempunyai otoritas pengawasan seharusnya bisa lebih berani,” katanya. “Tindakan KPU itu sudah melanggar prinsip keterbukaan pemilu dan menghambat pengawasan Bawaslu.”
Kahfi menilai tindakan KPU tersebut merupakan bentuk pelanggaran berulang. Sebelum KPU membatasi akses Sikadeka, Bawaslu pernah kesulitan mengakses sistem informasi partai politik dan sistem informasi logistik pemilu dengan alasan yang sama, yakni UU Keterbukaan Informasi Publik. “Bawaslu bisa memaksa KPU membuka sistem informasinya yang berkaitan dengan dana kampanye karena telah diamanatkan melalui undang-undang sebagai lembaga pengawas pemilu,” katanya.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menguatkan pendapat Kahfi itu. Menurut Kaka, KPU tidak bisa menutup informasi penerimaan dan pengeluaran dana kampanye peserta pemilu ke Bawaslu. Apalagi pelaporan dana kampanye sarat dugaan pelanggaran.
“Dengan menutup informasi tersebut, KPU membiarkan potensi terjadinya kecurangan dalam pelaporan dana kampanye,” kata Kaka.
Dalam Pemilu 2014, kata dia, KIPP telah menelusuri dugaan pelanggaran dana kampanye. Mereka menemukan seorang karyawan yang bekerja di lapangan golf menyumbang Rp 2,5 miliar untuk peserta pemilu. “Tidak mungkin pegawai biasa dan tidak punya kepentingan dalam pemilu menyumbang duit sebanyak itu,” ujar Kaka. “Kalau KPU membatasi akses informasi pemberi sumbangan, bisa diperkirakan bakal seberapa besar masalah yang akan muncul karena transaksi politik yang tidak diketahui,” ujar Kaka.
IMAM HAMDI | IHSAN RELIUBUN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo