Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ada 23 adegan diperagakan dalam rekonstruksi penculikan dan pembunuhan Imam.
Ketiga tentara yang membunuh Imam Masykur sudah 14 kali melakukan penculikan.
Rekonstruksi tertutup kasus Imam Masykur dipersoalkan.
JAKARTA – Hasil rekonstruksi penculikan hingga pembunuhan terhadap Imam Masykur, penjaga toko kosmetik asal Aceh, menguatkan bahwa para pelaku melakukan kejahatan tersebut secara terencana. Ketiga pelaku yang merupakan prajurit TNI itu lebih dulu menculik Imam, lalu menganiaya, meminta uang tebusan, hingga membunuhnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum keluarga Imam, Hotman Paris, mengatakan fakta-fakta dalam rekonstruksi peristiwa tersebut mengarah pada pembunuhan berencana. Dengan demikian, ia menilai Polisi Militer Komando Daerah Militer Jayakarta (Kodam Jaya) seharusnya menjerat para tersangka, baik ketiga prajurit TNI maupun tiga warga sipil yang ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya, dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur pembunuhan berencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena ini bukan pembunuhan spontan,” kata Hotman, Selasa, 27 September 2023.
Baca juga: Komplotan Riswandi Tak Hanya Tentara
Komandan Polisi Militer Kodam Jaya, Kolonel Irsyad Hamdie Bey Anwar, mengatakan Polisi Militer Kodam Jaya memang akan mengenakan pasal berlapis kepada para tersangka, antara lain pasal pembunuhan berencana. “Berkas maksimal minggu depan akan kita limpahkan ke oditur,” kata Irsyad, Selasa kemarin.
Polisi Militer Kodam Jaya menggelar rekonstruksi penculikan dan pembunuhan Imam di markas Polisi Militer Kodam Jaya, Selasa kemarin. Rekonstruksi secara tertutup ini dihadiri ibu Imam, kuasa hukum keluarga korban, oditur militer, dan staf Pusat Penerangan TNI.
Tersangka melakukan rekonstruksi penganiayaan dan pembunuhan Imam Masykur di markas Polisi Militer Kodam Jayakarta, Jakarta, 26 September 2023. Dok. Tim Hotman Paris
Imam diculik saat tengah berjaga di toko kosmetik Aceh, di Kelurahan Rempoa, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, pada 12 Agustus lalu. Pelaku penculikan Imam adalah Prajurit Kepala Riswandi Manik, anggota Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres); Prajurit Kepala Hery Sandi, anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat; dan Prajurit Kepala Jasmowir, anggota Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Aceh. Ketiga pelaku berasal dari Aceh.
Atas permintaan pelaku, awalnya Imam menghubungi keluarganya di Kabupaten Bireuen, Aceh, untuk menyiapkan uang tebusan sebesar Rp 50 juta. Tapi uang tebusan itu tak sanggup dipenuhi pihak keluarga. Tiga hari seusai penculikan, Imam ditemukan dalam kondisi meninggal. Jasad korban mengapung di aliran Sungai Cibogo, Klari, Kabupaten Karawang. Pada jasad korban terdapat banyak luka lebam dan luka bekas pecutan.
Tiga prajurit TNI itu sudah ditetapkan sebagai tersangka. Selain ketiganya, kakak ipar Riswandi, Zulhadi Satria Saputra, ditetapkan sebagai tersangka. Ada lagi dua warga sipil yang dijadikan tersangka, yaitu Heri dan AM. Polda Metro Jaya menangani perkara ketiganya.
Tersangka Praka Riswandi Manik (kiri), Praka Jasmowir, dan Praka Heri Sandi dalam rekonstruksi penganiayaan serta pembunuhan Imam Masykur di markas Polisi Militer Kodam Jayakarta, Jakarta, 26 September 2023. Dok. Tim Hotman Paris
Irsyad mengatakan ada 23 adegan diperagakan dalam rekonstruksi tersebut. Misalnya, adegan saat Riswandi menghubungi ibu Imam untuk meminta uang tebusan Rp 50 juta serta Heri Sandi yang memastikan kondisi Imam sudah meninggal atau belum.
“Keterangan (tersangka) dan masing-masing adegan itu cocok,” kata Irsyad, Selasa kemarin.
Adegan lainnya, kata Irsyad, para tersangka membawa Imam berkendara di rual jalan tol Cimanggis. Saat itu Heri Sandi mengecek kondisi Imam yang terbaring di jok belakang minibus. “Saat dicek ternyata korban sudah tak bernapas,” ujar Irsyad.
Selanjutnya, tersangka mengarahkan mobil ke Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Di sana, tersangka lantas membuang jasad Imam di Waduk Jatiluhur.
Tempo memperoleh sejumlah dokumentasi rekonstruksi perkara tersebut. Dokumentasi yang berasal dari tim Hotman Paris itu menampilkan gambar saat Riswandi dan kedua koleganya menculik Imam serta Riswandi dan Heri yang mengapit Imam di kursi baris kedua minibus sembari menganiaya korban. Lalu adegan Jasmowir sedang mengemudikan mobil ketika penganiayaan berlangsung dan Riswandi membuang jasad Imam di kawasan Waduk Jatiluhur.
Adegan lainnya, pelaku membuang korban penculikan lainnya bernama Al Qhaidar dari dalam mobil. Para pelaku lebih dulu menganiaya Al Qhaidar sebelum membuang korban dengan kondisi tangan terikat. Al Qhaidar juga berprofesi sebagai penjual di toko kosmetik Aceh.
Hotman Paris mengatakan adegan dalam rekonstruksi itu sejalan dengan keterangan para tersangka. Misalnya, kata dia, permintaan uang tebusan Rp 50 juta hingga ancaman pelaku akan membunuh Imam.
“Mereka tidak membantah, jika tidak disiapkan uang, korban akan dihabisi nyawanya dan dibuang,” kata Hotman.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, tak bersedia menjawab pertanyaan Tempo mengenai perkembangan penanganan perkara penculikan dan pembunuhan Imam di kepolisian. Trunoyudo mengarahkan Tempo untuk meminta konfirmasi kepada Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Hariyadi. Adapun Hengki belum menjawab pertanyaan Tempo hingga berita ini ditulis.
Suasana toko kosmetik tempat Imam Masykur bekerja yang juga menjadi lokasi penculikannya, di Jalan Sandratex, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, 30 Agustus 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Belasan Kali Melakukan Penculikan
Kolonel Irsyad mengatakan, sesuai dengan hasil penyidikan Polisi Militer Kodam Jaya, ketiga tersangka mengaku sudah menjalankan aksinya sebanyak 14 kali. Dalam melakukan aksinya, kata Irsyad, pelaku kerap menganiaya korbannya menggunakan selang air yang di ujungnya terpasang besi atau kepala ikat pinggang.
“Untuk motifnya, kalau dari saya adalah motif ekonomi,” kata Irsyad.
Irsyad belum dapat memastikan bahwa para penculik dan korbannya saling mengenal. Tapi ia berharap korban mengadu ke Polisi Militer Kodam Jaya. “Kami meminta kepada para korban untuk dapat melapor kepada kami,” ujarnya.
Rekonstruksi Tertutup Dipersoalkan
Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, menyoroti proses rekonstruksi tertutup dalam kasus penculikan dan pembunuhan Imam. Fickar berpendapat bahwa rekonstruksi perkara seharusnya dilakukan secara terbuka bagi publik untuk memberi kesan transparansi hukum dalam peradilan militer.
“Kalau ditutupi seperti ini justru malah terkesan ada yang ditutupi,” kata Fickar.
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menjelaskan, meski bukan merupakan bagian dari alat bukti, rekonstruksi tertutup ini pasti mengundang pertanyaan di benak publik, khususnya mengenai profesionalitas Polisi Militer dalam menangani perkara tersebut.
“Intinya, publik ingin mengetahui seperti apa bukti kejahatan yang dilakukan para tersangka ini,” ujar Fickar.
Senada, Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan rekonstruksi tertutup justru mengindikasikan ada sesuatu yang ditutupi dalam penanganan perkara tersebut. Ia menilai rekonstruksi perkara secara tertutup mencerminkan bahwa mekanisme peradilan militer tidak transparan dan merugikan kepentingan korban. Karena itu, kata dia, ketiga tersangka lebih baik diadili di peradilan umum.
“Soal alasan keamanan dan efisiensi waktu, saya kira hal ini merupakan suatu keganjilan atas proses hukum kasus ini,” kata Andi.
Kolonel Irsyad menjelaskan alasan Pusat Militer menggelar rekonstruksi secara tertutup bagi publik di Markas Pomdam Jaya. Di antara pertimbangan penyidik itu, kata dia, adalah alasan keamanan dan efektivitas waktu. Apalagi locus delicti atau tempat terjadinya peristiwa pidana saling berjauhan.
“Kalau dilaksanakan di tempat kejadian perkara, akan memakan waktu beberapa hari,” ujar Irsyad.
Hotman Paris mengatakan pihak keluarga Imam Masykur tidak berkeberatan atas rekonstruksi tertutup di markas Pusat Militer tersebut. “Karena TKP-nya saling berjauhan,” kata dia.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo