Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bentrokan berdarah di Tanjung Balai

Judi dan minuman keras mengakibatkan timbulnya bentrokan antara penduduk asli dan kelompok pendatang di tanjung balai. terjadi perusakan dan pembakaran dan belasan orang tewas.(nas)

8 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPI masih menguasai Kota Tanjung Balai dan sekitarnya sampai akhir pekan lalu. Para petugas keamanan tampak menjaga tempat-tempat strategis. Kantor Polisi Tanjung Balai penuh sesak. Sekitar 200 orang penduduk mengungsi berlindung ditempat ini. Lebih separuhnya terdiri dari mereka yang sengaja diamankan polisi karena dikhawatirkan keselamatan mereka terancam. Apa yang terjadi? Bukan musibah bencana alam yang menimpa Tanjung Balai pekan lalu, tapi bentrokan terbesar yang pernah terjadi antar penduduk asli melawan pendatang. Hasilnya: 16 meninggal karena bacokan atau tusukan senjata tajam, beberapa luka berat dan ringan. Dan 103 bangunan termasuk sebuah gedung bioskop, sebuah surau dan 17 pelataran pengasinan ikan dibakar hingga 503 orang (99 kepala keluarga) kehilangan tempat tinggal. Masih ada lagi Dua kapal penangkap ikan, sebuah gudang belacan serta satu sepeda motor ikut jadi arang. Sekitar 50 rumah tempat tinggal di Desa Bagan Asahan dan Teluk Nibung berantakan karena dirusak. Peristiwanya terjadi pekan lalu, ketika suasana Lebaran masih terasa. Lebaran tahun ini dirayakan dengan gelisah oleh penduduk di beberapa kampung nelayan sekitar Tanjung Balai. Sebabya bentrokan yang sering terjadi antara penduduk asli dan kelompok pendatang itu. Akhir Juli lalu karena sebab yang sepele terjadi lagi perkelahian antara dua kelompok pemuda di Tanjung Balai. Buntutnya, pengrusakan rumah penduduk di Kampung Baru, Kotamadya Tanjung Balai. Polisi menahan 38 pemuda yang tersangkut. Muspida yang kemudian turun tangan berhasil mendamaikan peristiwa ini. Walikota Tanjung Balai menanggung biaya pengobatan yang terluka, sedang Bupati Asahan membiayai perbaikan rumah yang dirusak. Pada 14 Agustus timbul percikan lagi. Kali ini di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. "Gara-gara judi," ujar Abdul Majid HB Kepala Desa Bagan Asahan pada TEMPO. Hari itu dua pemuda berjudi, bercekcok dan akhirnya berkelahi. Ini berkembang menjadi perkelahian kelompok. Akibatnya, Kasim, penduduk asli tertikam dan masuk rumah sakit. Kurang puas, esoknya Hamdan Pucung (43 tahun) bersama 2 temannya mengeroyok Teuku Ismail, nelayan pendatang. Ismail harus dirawat di rumah sakit sedang Hamdan dkk menghilang dan baru Lebaran lalu menyerahkan diri pada polisi. Situasi jadi panas. Muspida Kabupaten Asahan kembali turun tangan mendamaikan. Para pemuka kelompok asli dan pendatang dipanggil dan diserahi tanggungjawab mengamankan para anggotanya. Tapi keadaan belum membaik. Menjelang Lebaran rupanya kelompok pendatang mulai mengungsikan para wanita dan anak-anak. "Kami tidak berprasangka karena kalau ditanya, alasannya mau berlebaran ke rumah pamili," ujar Abdul Majid, Kepala Desa Bagan Asahan. Alkisah, siang 29 Agustus lalu Nyak Din, nelayan pendatang bertamu ke rumah Haji Datuk Idham, pemuka masyarakat Desa Bagan Asahan. "Pak Haji cepat pergi dari sini. Malam ini Bagan Asahan akan dibakar," begitu Nyak Din melapor seperti dituturkan Datuk Idham pada Amran Nasution dari TEMPO. Baru setelah Nyak Din menangis untuk meyakinkan, Datuk Idham mau percaya cerita tamunya itu. Sorenya Idham (50 tahun) melapor apa yang didengarnya pada Peltu Ramlan, Komandan Pos Polisi Bagan Asahan. Sang komandan tenang-tenang saja menerima laporan itu. Merasa kurang puas, Idham malam itu mengungsikan 11 anggota keluarganya ke rumah saudaranya yang letaknya 20 meter dari pos polisi dan Kamla (Keamanan Laut) setempat. Sayang sekali rupanya laporan Haji Idham tidak diteruskan ke Kosek Teluk Nibung. Sekitar jam 23.00 rnalam itu 2 kapal penangkap ikan jenis Pukat Banting memuat sekitar 100 orang muncul di pelabuhan nelayan Bagan Asahan. Peltu Ramlan berhasil mengusir, tapi sekitar tengah malam mereka mendarat lagi. Sasaran mereka pertama rumah Hamdan Pucung di lorong IX Bagan Asahan. Dengan minyak tanah rumah itu dibakar. Dua orang polisi ditambah 4 petugas Kamla mencoba mengatasi keadaan tapi tak berdaya. "Saya tak punya senjata api, senjata saya cuma ini," kata Peltu Ramlan sambil memperlihatkan kayu berantai seperti yang biasa dipakai Bruce Lee dalam film kung-fu. Meledak Para petugas Kamla memang meletuskan senjata api mereka tapi tak bisa menghentikan para penyerbu yang seperti kesurupan terus membakar rumah. Para penduduk yang menyelamatkan diri disambut dengan bacokan parang dan tusukan pisau. Tidak ada hubungan telepon, hingga kurir harus dikirim mencari bantuan ke Teluk Nibung dan Tanjung Balai, 5 dan 11 km dari Bagan Asahan. Menjelang jam 00.45 bantuan dari Kores 206 Asahan tiba dan berhasil mengusir penyerbu kembali ke laut dengan kapalnya. Dua mobil pemadam kebakaran yang muncul tak bisa berbuat banyak karena api sudah menggila. Untung hujan lebat kemudian turun dan jam 04.00 api pun padam. Paginya, 30 Agustus, baru diketahui 4 orang meninggal dengan sekujur tubuh penuh bacokan dan tikaman, termasuk seorang pria yang tak dikenal identitasnya. Pagi itu juga Muspida Kabupaten Asahan muncul di Bagan Asahan. Disusul Komandan Korem 21/Pantai Timur serta Sekwilda tingkat I Sumatera Utara Abdulmanan Simatupang. Tapi kehadiran sekitar 20 petugas bersenjata api di Bagan Asahan rupanya tak berhasil menenteramkan penduduk. Terjadi pengungsian besar-besaran wanita dan anakanak dari Bagan Asahan dan sekitarnya ke Tanjung Balai, bahkan juga ke Kisaran yang 37 Km dari Bagan Asahan. Sorenya penduduk memobilisasikan diri. Jalan Bagan Asahan-Tanjung Balai yang 11 km itu dipenuhi banyak rombongan pria bersenjata mulai parang sampai pentungan dan bambu runcing. Keadaan sudah sulit diatasi. Kerusuhan pun meledak. Rumah-rumah penduduk pendatang --yang tidak tahu menahu dengan peristiwa penyerbuan Bagan Asahan -- diobrak-abrik. Perabotan rumah dikeluarkan dan dihancurkan. Di beberapa tempat terjadi perkelahian dan penganiayaan. Menghadapi amukan ini, para petugas keamanan hanya bisa mencari penduduk pendatang dan menyembunyikan mereka di kantor Kores Asahan. Sorenya kerusuhan menjalar sampai Tanjung Balai dan sekitarnya. Toko-toko dan rumah dikunci rapat dan jalanan sepi. Malam itu 2 kapal penangkap ikan dan gudang ikan, yang buruhnya umumnya penduduk pendatang, dibakar. Keadaan baru bisa dikuasai menjelang tengah malam setelah bantldn tentara dari Batalion 122 Pematang Siantar tiba dan disebar di tempat kejadian. Jum'at 31 Agustus operasi penyitaan senjata tajam dilakukan. Gerombolan orang-orang dibubarkan. Haji Muhamad Tahir Abdullah, anggota DPRD Sumatera Utara, ulama terkemuka Asahan itu berkeliling dengan mobil dan berbicara melalui pengeras suara. "Marilah ramairamai ke mesjid untuk sholat Jum'at. Sadarlah saudara-saudara apa yang telah diperbuat salah. Kita satu bangsa dan satu agama. Marilah menyadarinya semua," begitu diteriakkannya. Komandan Resort 206 Asahan Letkol. B. Siahaan berkeliling melucuti senjata penduduk dan memberi jaminan. "ABRI di sini sekarang cukup kuat untuk menjaga keamanan. Pulang saja ke rumah masing-masing. Keamanan kami jamin," teriaknya dengan pistol terhunus. Keamanan memang kemudian terjamin. Tapi beberapa orang penduduk pendatang kedapatan mati. Mabok Desa Bagan Asahan yang merupakan desa nelayan berpenduduk 5742 jiwa (1.200 KK), 40 KK di antaranya pendatang dari Aceh. Mereka bekerja di pukat banting, alat penangkap ikan tradisional yang dimodernisasikan dengan ditarik kapal bermesin, tak lagi sampan dayung. Tak ada penduduk asli yang bekerja di pukat banting karena di samping kerjanya cukup berat, juga diperiukan keahlian tersendiri. Di desa ini terdapat sekitar 15 pukat banting yang tiap kapalnya memerlukan awak 27 sampai 3 0 orang. Pukat banting turun ke laut sekitar jam 02.00 dan kembali jam 16.00. Waktu senggang malam hari inilah yang biasanya dimanfaatkan para pemuda pendatang ini yang terkadang menimbulkan bentrokan dengan pemuda setempat berjudi dan minuman keras. "Di sini minuman keras bebas dijual. Kalau sudah mabuk, semua terjadilah," ujar Ruslan Keneng, Ketua INSI Bagan Asahan. Tampaknya musibah pekan lalu bersumber pada judi dan minuman keras ini dan bukannya perebutan rezeki akibat beroperasinya pukat banting. Laksusda Sumatera Utara menjelaskan belum diperoleh secara terperinci latar belakang timbulnya peristiwa ini. Apa jalan keluar yang akan diambil? "Itu sudah kita pikirkan " ujar drs. Bahmid Muhammad, Bupati Asahan tanpa menjelaskan apa rencana itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus