Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPI masih menguasai Kota Tanjung Balai dan sekitarnya sampai
akhir pekan lalu. Para petugas keamanan tampak menjaga
tempat-tempat strategis. Kantor Polisi Tanjung Balai penuh
sesak. Sekitar 200 orang penduduk mengungsi berlindung ditempat
ini. Lebih separuhnya terdiri dari mereka yang sengaja diamankan
polisi karena dikhawatirkan keselamatan mereka terancam.
Apa yang terjadi? Bukan musibah bencana alam yang menimpa
Tanjung Balai pekan lalu, tapi bentrokan terbesar yang pernah
terjadi antar penduduk asli melawan pendatang. Hasilnya: 16
meninggal karena bacokan atau tusukan senjata tajam, beberapa
luka berat dan ringan. Dan 103 bangunan termasuk sebuah gedung
bioskop, sebuah surau dan 17 pelataran pengasinan ikan dibakar
hingga 503 orang (99 kepala keluarga) kehilangan tempat tinggal.
Masih ada lagi Dua kapal penangkap ikan, sebuah gudang belacan
serta satu sepeda motor ikut jadi arang. Sekitar 50 rumah tempat
tinggal di Desa Bagan Asahan dan Teluk Nibung berantakan karena
dirusak.
Peristiwanya terjadi pekan lalu, ketika suasana Lebaran masih
terasa. Lebaran tahun ini dirayakan dengan gelisah oleh penduduk
di beberapa kampung nelayan sekitar Tanjung Balai. Sebabya
bentrokan yang sering terjadi antara penduduk asli dan kelompok
pendatang itu.
Akhir Juli lalu karena sebab yang sepele terjadi lagi
perkelahian antara dua kelompok pemuda di Tanjung Balai.
Buntutnya, pengrusakan rumah penduduk di Kampung Baru, Kotamadya
Tanjung Balai.
Polisi menahan 38 pemuda yang tersangkut. Muspida yang kemudian
turun tangan berhasil mendamaikan peristiwa ini. Walikota
Tanjung Balai menanggung biaya pengobatan yang terluka, sedang
Bupati Asahan membiayai perbaikan rumah yang dirusak.
Pada 14 Agustus timbul percikan lagi. Kali ini di Desa Bagan
Asahan, Kecamatan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. "Gara-gara
judi," ujar Abdul Majid HB Kepala Desa Bagan Asahan pada TEMPO.
Hari itu dua pemuda berjudi, bercekcok dan akhirnya berkelahi.
Ini berkembang menjadi perkelahian kelompok. Akibatnya, Kasim,
penduduk asli tertikam dan masuk rumah sakit. Kurang puas,
esoknya Hamdan Pucung (43 tahun) bersama 2 temannya mengeroyok
Teuku Ismail, nelayan pendatang. Ismail harus dirawat di rumah
sakit sedang Hamdan dkk menghilang dan baru Lebaran lalu
menyerahkan diri pada polisi.
Situasi jadi panas. Muspida Kabupaten Asahan kembali turun
tangan mendamaikan. Para pemuka kelompok asli dan pendatang
dipanggil dan diserahi tanggungjawab mengamankan para
anggotanya.
Tapi keadaan belum membaik. Menjelang Lebaran rupanya kelompok
pendatang mulai mengungsikan para wanita dan anak-anak. "Kami
tidak berprasangka karena kalau ditanya, alasannya mau
berlebaran ke rumah pamili," ujar Abdul Majid, Kepala Desa Bagan
Asahan.
Alkisah, siang 29 Agustus lalu Nyak Din, nelayan pendatang
bertamu ke rumah Haji Datuk Idham, pemuka masyarakat Desa Bagan
Asahan. "Pak Haji cepat pergi dari sini. Malam ini Bagan Asahan
akan dibakar," begitu Nyak Din melapor seperti dituturkan Datuk
Idham pada Amran Nasution dari TEMPO.
Baru setelah Nyak Din menangis untuk meyakinkan, Datuk Idham mau
percaya cerita tamunya itu. Sorenya Idham (50 tahun) melapor apa
yang didengarnya pada Peltu Ramlan, Komandan Pos Polisi Bagan
Asahan. Sang komandan tenang-tenang saja menerima laporan itu.
Merasa kurang puas, Idham malam itu mengungsikan 11 anggota
keluarganya ke rumah saudaranya yang letaknya 20 meter dari pos
polisi dan Kamla (Keamanan Laut) setempat. Sayang sekali rupanya
laporan Haji Idham tidak diteruskan ke Kosek Teluk Nibung.
Sekitar jam 23.00 rnalam itu 2 kapal penangkap ikan jenis Pukat
Banting memuat sekitar 100 orang muncul di pelabuhan nelayan
Bagan Asahan. Peltu Ramlan berhasil mengusir, tapi sekitar
tengah malam mereka mendarat lagi.
Sasaran mereka pertama rumah Hamdan Pucung di lorong IX Bagan
Asahan. Dengan minyak tanah rumah itu dibakar. Dua orang polisi
ditambah 4 petugas Kamla mencoba mengatasi keadaan tapi tak
berdaya. "Saya tak punya senjata api, senjata saya cuma ini,"
kata Peltu Ramlan sambil memperlihatkan kayu berantai seperti
yang biasa dipakai Bruce Lee dalam film kung-fu.
Meledak
Para petugas Kamla memang meletuskan senjata api mereka tapi tak
bisa menghentikan para penyerbu yang seperti kesurupan terus
membakar rumah. Para penduduk yang menyelamatkan diri disambut
dengan bacokan parang dan tusukan pisau.
Tidak ada hubungan telepon, hingga kurir harus dikirim mencari
bantuan ke Teluk Nibung dan Tanjung Balai, 5 dan 11 km dari
Bagan Asahan.
Menjelang jam 00.45 bantuan dari Kores 206 Asahan tiba dan
berhasil mengusir penyerbu kembali ke laut dengan kapalnya. Dua
mobil pemadam kebakaran yang muncul tak bisa berbuat banyak
karena api sudah menggila. Untung hujan lebat kemudian turun dan
jam 04.00 api pun padam.
Paginya, 30 Agustus, baru diketahui 4 orang meninggal dengan
sekujur tubuh penuh bacokan dan tikaman, termasuk seorang pria
yang tak dikenal identitasnya.
Pagi itu juga Muspida Kabupaten Asahan muncul di Bagan Asahan.
Disusul Komandan Korem 21/Pantai Timur serta Sekwilda tingkat I
Sumatera Utara Abdulmanan Simatupang. Tapi kehadiran sekitar 20
petugas bersenjata api di Bagan Asahan rupanya tak berhasil
menenteramkan penduduk. Terjadi pengungsian besar-besaran wanita
dan anakanak dari Bagan Asahan dan sekitarnya ke Tanjung Balai,
bahkan juga ke Kisaran yang 37 Km dari Bagan Asahan.
Sorenya penduduk memobilisasikan diri. Jalan Bagan
Asahan-Tanjung Balai yang 11 km itu dipenuhi banyak rombongan
pria bersenjata mulai parang sampai pentungan dan bambu runcing.
Keadaan sudah sulit diatasi. Kerusuhan pun meledak.
Rumah-rumah penduduk pendatang --yang tidak tahu menahu dengan
peristiwa penyerbuan Bagan Asahan -- diobrak-abrik. Perabotan
rumah dikeluarkan dan dihancurkan. Di beberapa tempat terjadi
perkelahian dan penganiayaan. Menghadapi amukan ini, para
petugas keamanan hanya bisa mencari penduduk pendatang dan
menyembunyikan mereka di kantor Kores Asahan.
Sorenya kerusuhan menjalar sampai Tanjung Balai dan sekitarnya.
Toko-toko dan rumah dikunci rapat dan jalanan sepi. Malam itu 2
kapal penangkap ikan dan gudang ikan, yang buruhnya umumnya
penduduk pendatang, dibakar. Keadaan baru bisa dikuasai
menjelang tengah malam setelah bantldn tentara dari Batalion
122 Pematang Siantar tiba dan disebar di tempat kejadian.
Jum'at 31 Agustus operasi penyitaan senjata tajam dilakukan.
Gerombolan orang-orang dibubarkan. Haji Muhamad Tahir Abdullah,
anggota DPRD Sumatera Utara, ulama terkemuka Asahan itu
berkeliling dengan mobil dan berbicara melalui pengeras suara.
"Marilah ramairamai ke mesjid untuk sholat Jum'at. Sadarlah
saudara-saudara apa yang telah diperbuat salah. Kita satu bangsa
dan satu agama. Marilah menyadarinya semua," begitu
diteriakkannya.
Komandan Resort 206 Asahan Letkol. B. Siahaan berkeliling
melucuti senjata penduduk dan memberi jaminan.
"ABRI di sini sekarang cukup kuat untuk menjaga keamanan. Pulang
saja ke rumah masing-masing. Keamanan kami jamin," teriaknya
dengan pistol terhunus. Keamanan memang kemudian terjamin. Tapi
beberapa orang penduduk pendatang kedapatan mati.
Mabok
Desa Bagan Asahan yang merupakan desa nelayan berpenduduk 5742
jiwa (1.200 KK), 40 KK di antaranya pendatang dari Aceh. Mereka
bekerja di pukat banting, alat penangkap ikan tradisional yang
dimodernisasikan dengan ditarik kapal bermesin, tak lagi sampan
dayung.
Tak ada penduduk asli yang bekerja di pukat banting karena di
samping kerjanya cukup berat, juga diperiukan keahlian
tersendiri. Di desa ini terdapat sekitar 15 pukat banting yang
tiap kapalnya memerlukan awak 27 sampai 3 0 orang.
Pukat banting turun ke laut sekitar jam 02.00 dan kembali jam
16.00. Waktu senggang malam hari inilah yang biasanya
dimanfaatkan para pemuda pendatang ini yang terkadang
menimbulkan bentrokan dengan pemuda setempat berjudi dan minuman
keras.
"Di sini minuman keras bebas dijual. Kalau sudah mabuk, semua
terjadilah," ujar Ruslan Keneng, Ketua INSI Bagan Asahan.
Tampaknya musibah pekan lalu bersumber pada judi dan minuman
keras ini dan bukannya perebutan rezeki akibat beroperasinya
pukat banting. Laksusda Sumatera Utara menjelaskan belum
diperoleh secara terperinci latar belakang timbulnya peristiwa
ini.
Apa jalan keluar yang akan diambil? "Itu sudah kita pikirkan "
ujar drs. Bahmid Muhammad, Bupati Asahan tanpa menjelaskan apa
rencana itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo