Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Strategi Partai Mendongkrak Suara

Elektabilitas dan perolehan suara sejumlah partai politik di bawah ambang batas parlemen jika pemilu digelar hari ini. Sejumlah faktor menjadi penentu.

27 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah partai tidak lolos ambang batas dalam survei dua lembaga.

  • Partai memerlukan tokoh dan penokohan untuk mendongkrak suara.

  • Perolehan suara PDIP menurun karena isu minyak goreng.

JAKARTA – Elektabilitas atau tingkat keterpilihan sejumlah partai politik berada di bawah ambang batas parlemen jika pemilu digelar hari ini. Hasil survei dua lembaga menyebutkan sejumlah faktor menjadi penyebab rendahnya suara pemilih atau bahkan tergerusnya elektabilitas partai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil survei Charta Politika Indonesia mencontohkan elektabilitas dua partai, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang berada di bawah ambang batas parlemen 4 persen. “Ini kondisi apabila pemilu legislatif digelar hari ini,” ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Survei Charta Politika yang digelar pada 10-17 April lalu itu menunjukkan hanya tujuh partai yang lolos ambang batas parlemen. Partai yang lolos ambang batas parlemen jika pemilu digelar hari ini adalah PDIP, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat, dan NasDem. Adapun elektabilitas partai-partai seperti PPP, PAN, Partai Indonesia Raya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), maupun partai baru lainnya berada di bawah ambang batas parlemen.

Yunarto mengatakan terdapat tiga faktor penyebab rendahnya perolehan suara partai. Pertama, ideologi. Menurut dia, partai yang mempunyai perolehan suara besar adalah mereka yang mempunyai basis pemilih loyal secara ideologi. “Contohnya PDIP untuk partai nasionalis, PKB dan PKS dari Islam.”

Kedua, infrastruktur politik. Biasanya, menurut Yunarto, infrastruktur politik dimiliki oleh partai lama. Sebab, partai tersebut telah mempunyai tokoh dan membangun jaringan di semua daerah, misalnya Partai Golkar. Yunarto melihat partai baru yang telah memperkuat infrastruktur politik adalah NasDem.

Partai besutan Surya Paloh itu, menurut dia, cukup konsisten membangun kekuatan politik di daerah. “Siapa pun calon presidennya dalam pemilu mendatang, mereka tidak akan bergantung pada hasilnya. Mereka kuat di infrastruktur politik daerah, dari level calon legislator tingkat DPRD level satu atau dua maupun DPR pusat.”

Faktor terakhir untuk mendongkrak perolehan suara adalah ketokohan. Yunarto mengatakan partai dengan elektabilitas besar merupakan partai yang mempunyai sosok ketokohan ketua umum yang kuat. Dia menyebutkan sosok seperti Megawati Soekarnoputri di PDIP dan Prabowo Subianto di Gerindra. “Jadi, tiga faktor itu yang membuat partai bertahan,” ujar Yunarto. “Kalau partai kalah bersaing dalam kompetisi ini, artinya mereka tidak punya salah satu faktor itu untuk bersaing.”

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jakarta, 24 Juli 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat

Yunarto menuturkan PPP awalnya mempunyai infrastruktur partai yang kuat mewakili suara umat Islam. Partai berlambang Ka’bah ini menjadi satu-satunya partai yang mewakili umat Islam di era Orde Baru pada masa pemerintahan Soeharto.

Setelah muncul PKS dan PKB, suara pemilih mereka semakin tergerus. Infrastruktur politik PPP semakin lemah ketika banyak tokoh partai tersebut keluar dan terjadi perpecahan di kalangan internal. “Sekarang ini mereka tidak punya sosok yang kuat. Ketua umumnya saja tidak digadang-gadang menjadi calon presiden,” ucap Yunarto.

Partai lain yang juga minim suaranya dalam survei adalah PAN. Partai berlambang matahari ini disebut-sebut juga mempunyai persoalan yang sama dengan PPP. Tokoh yang menjadi daya tarik PAN, yaitu Amien Rais, telah keluar dan mendirikan partai lagi. “Amien Rais, meski kalah jadi calon presiden, tetap menjadi faktor individu yang kuat untuk PAN saat itu,” ujar Yunarto.

Hasil survei Indikator Politik Indonesia juga nyaris sama. Hanya tujuh partai yang lolos ambang batas parlemen jika pemilu digelar hari ini. Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan hasil survei lembaganya menunjukkan bahwa perolehan suara PDIP menurun.

Penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Joko Widodo mempengaruhi elektabilitas PDIP. Dia mengatakan, saat approval atau sikap setuju terhadap tindakan Jokowi menurun, dampaknya mempengaruhi elektabilitas partai. “Dan datanya mengatakan demikian,” ujar Burhanuddin. Februari lalu, hasil survei tersebut menunjukkan angka keterpilihan PDIP mencapai 26,8 persen, sedangkan pada April ini turun menjadi 23,7 persen.

Survei Indikator Politik menunjukkan perolehan suara Golkar, PKB, dan Demokrat cukup stabil dibanding hasil survei sebelumnya. Menurut Burhanuddin, partai yang mengalami penurunan perolehan suara secara signifikan hanya PDIP sebagai imbas kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng. “Jangan remehkan masalah minyak goreng. Kelihatan sederhana, tapi efeknya luar biasa terhadap perpolitikan nasional.”

Dua lembaga survei merilis elektabilitas partai politik.

PPP menyatakan sudah tidak kaget melihat hasil survei yang menunjukkan mereka tidak lolos ambang batas parlemen. Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani, mengatakan, sejak 2004, hasil berbagai lembaga survei jarang menunjukkan PPP memperoleh suara di atas 4 persen.

Arsul mengatakan, saat PPP didera konflik internal selama dua tahun dan ketua umum mereka, Romahurmuziy, diterungku karena kasus korupsi, hasil survei menunjukkan PPP mendapat suara 2 persen. “Kami tetap berterima kasih kepada lembaga survei. Hasil yang minimal itu kami jadikan buat melecut jajaran PPP bekerja lebih keras tanpa henti,” ucap Arsul.

Ketua Umum PPP Romahurmuziy menjalani pemeriksaan perdana di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 22 Maret 2019. TEMPO/Imam Sukamto

Dalam pemilu mendatang, kata Arsul, PPP bakal memperkuat basis wilayah yang dulu menjadi ladang basis suara partainya, seperti Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. Dia mengatakan partainya telah menyiapkan sejumlah program untuk menarik suara, seperti memberikan advokasi hingga pengembangan kapasitas atau pelatihan kepada kaum difabel. Dia mencontohkan, PPP akan memberikan bantuan hukum bagi korban pinjaman online. “Kami juga mengembangkan pelatihan hidroponik di sejumlah daerah pemilihan dalam setahun terakhir ini,” ujarnya.

Dua lembaga survei merilis elektabilitas partai politik.

Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Soeparno, menyatakan hal serupa. Menurut dia, dari pemilu ke pemilu, perolehan suara PAN versi lembaga survei selalu jeblok dan tidak lolos ambang batas parlemen. “Itu sudah terjadi sejak era reformasi,” kata dia.

Meski begitu, Eddy yakin perolehan suara PAN akan berbeda saat pemilu sesungguhnya digelar. Sebab, kata dia, perolehan suara partai politik ditentukan oleh proses perekrutan dan kinerja calon anggota legislatifnya. Menurut dia, kualitas kinerja calon legislatif di tiap wilayah akan menentukan hasil pemilu mendatang.

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus