Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSAMUHAN petinggi partai pendukung Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat itu digelar di restoran Tugu Kunstkring Paleis, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu dua pekan lalu. Dihadiri juga oleh Basuki dan Djarot, pertemuan itu digelar untuk memilih ketua tim pemenangan pasangan tersebut. Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini diusung koalisi PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, dan Partai Hanura.
Sebelum PDI Perjuangan bergabung, Nusron Wahid sudah didapuk sebagai ketua tim pemenangan. Politikus Golkar yang juga menjabat Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) itu juga hadir dalam pertemuan tersebut. Menurut salah seorang peserta rapat dari PDI Perjuangan, Gembong Warsono, pertemuan tertutup itu dimulai dengan pernyataan pengunduran diri Nusron. "Dia mundur karena memilih sebagai Ketua BNP2TKI," katanya Kamis pekan lalu.
Selepas itu, semua perwakilan partai, termasuk Nusron, menyatakan menyerahkan posisi ketua tim pemenangan kepada PDI Perjuangan. Nusron malah langsung mengusulkan nama Achmad Basarah sebagai penggantinya. Sang calon wakil gubernur, Djarot Saiful Hidayat, juga menyebut nama Basarah sebagai calon komandan tempur. "Saya usul dua nama, Basarah dan Prasetyo," ujar Nusron.
Tapi Prasetyo Edi Marsudi ternyata lebih banyak dilirik petinggi partai pengusung. Alasannya, Prasetyo dinilai sudah paham urusan penggalangan suara di DKI Jakarta. Selain itu, komunikasi dan kerja sama dengan Prasetyo dinilai lebih mudah. "Dia kan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jakarta. Jadi mereka sudah sering bekerja sama," kata Gembong.
Pertemuan yang dimulai sekitar pukul 20.00 itu akhirnya memutuskan Prasetyo sebagai ketua tim. Empat partai pengusung setuju memilih Prasetyo karena, dari rekam jejaknya, dia dinilai bisa menggalang suara di Jakarta. Keberhasilan mengantar Joko Widodo dan Basuki atau Ahok menang dalam pemilihan gubernur empat tahun lalu menjadi salah satu pertimbangan utama. "Dia lebih paham gang-gang kecil di Jakarta," ujar Nusron. Basarah akhirnya diplot menjadi juru bicara tim pemenangan.
Sebelumnya, keputusan Nusron sebagai ketua tim pemenangan ditetapkan Basuki bersama tiga partai, Golkar, NasDem, dan Hanura, beserta Teman Ahok pada Juli lalu. Politikus Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan pembentukan tim pemenangan dilakukan agar mesin partai bisa digas sedini mungkin. Hingga Agustus lalu, Golkar, NasDem, dan Hanura berkukuh Nusron harus tetap menjadi ketua tim.
Saat itu, PDI Perjuangan sudah santer dikabarkan ikut mengusung Ahok bersama Djarot. Indikasinya, Ahok dan Djarot sowan ke kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan dan menyatakan kesediaan mendaftar melalui jalur partai pada 17 Agustus. Seorang politikus Golkar mengakui tiga partai menegaskan Nusron harus tetap menjadi komandan di lapangan meski PDI Perjuangan bergabung. Alasannya, tiga partai ini sudah sejak awal berjibaku untuk Ahok. "Ada aspirasi bahwa posisi ketua dan sekretaris tim yang diduduki Nusron dan perwakilan Teman Ahok tidak boleh diganti hanya karena PDI Perjuangan masuk belakangan," ujarnya. Partai NasDem dan Golkar, kata politikus itu, paling keras menentang penggantian Nusron.
PDI Perjuangan akhirnya mengusung Ahok dan Djarot. Isu pergantian ketua tim pemenangan makin santer. Apalagi Nusron masih menduduki jabatan di pemerintahan. Sejumlah politikus PDI Perjuangan menyatakan posisi ketua partai memang seharusnya diisi kader mereka. Alasannya, partai berlambang banteng bermoncong putih itu memiliki kursi mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, dengan perolehan 28 kursi. "Kami juga memiliki struktur partai yang kuat di Jakarta sampai kelurahan," ujar seorang politikus PDI Perjuangan.
Setelah pendaftaran Ahok dan Djarot, tensi mereda. Partai Golkar mulai legawa jika Nusron digantikan kader PDI Perjuangan. Begitu juga NasDem dan Hanura. Isu rangkap jabatan tak terbantahkan. Selain itu, Nusron tidak bersedia mundur dari posisi Kepala BNP2TKI. Saat rapat penentuan ketua digelar, NasDem, Golkar, dan Hanura sudah setuju memberikan posisi ketua kepada PDI Perjuangan. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Tb. Ace Hasan Syadzily mengatakan tiga partai akhirnya "mengalah" karena perolehan kursi PDI Perjuangan memang yang terbesar. "Kita harus melihat, dari komposisi kursi dan suara, semua di bawah PDI Perjuangan," katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan partainya tidak pernah mengincar posisi ketua tim pemenangan. Tapi, sejak awal, PDI Perjuangan sudah siap jika diminta bergabung dalam struktur tim pemenangan. Ia membantah kabar bahwa sempat ada ketegangan soal posisi ketua tim pemenangan. "Semua welcome saja. Di luar perkiraan kami," ujarnya.
Setelah posisi ketua ditempati Prasetyo Edi Marsudi, Ahok, Djarot, dan para petinggi partai pendukung berembuk tentang posisi-posisi lain dalam tim. Tiap partai mengajukan nama. Posisi bendahara ditempati anggota Komisi Pertahanan dari PDI Perjuangan, Charles Honoris, sementara Tb. Ace Hasan Syadzily menjadi sekretaris tim. Tim pemenangan dibagi menjadi 15 divisi. Tiap divisi diisi lima-delapan orang yang merupakan gabungan kader PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan NasDem. Kader Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, juga masuk tim sebagai juru bicara.
Dari daftar anggota kampanye yang diperoleh Tempo, tidak ada utusan Teman Ahok yang masuk tim. Padahal, dalam susunan tim kampanye yang dipimpin Nusron Wahid, kelompok relawan yang mengklaim berhasil mengumpulkan satu juta kartu tanda penduduk sebagai syarat Ahok maju lewat jalur independen ini memegang sejumlah posisi kunci. Juru bicara Teman Ahok, Singgih Widyastomo, mengaku mereka yang meminta tidak dimasukkan ke struktur tim. "Kami lebih nyaman tidak masuk tim karena bisa lebih berfokus merawat satu juta pemilih," katanya.
Permintaan itu disampaikan dalam rapat tim pemenangan yang digelar di posko pemenangan Ahok-Djarot di Rumah Lembang, Ahad pekan lalu. Singgih mengatakan permintaan itu langsung disetujui tim pemenangan gabungan. Alasan lain, Teman Ahok tak ingin dianggap memiliki keistimewaan dibanding kelompok relawan lain. "Ada aspek kesetaraan juga dengan tidak masuk tim," ujarnya.
Juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot, Eriko Sotarduga, menilai bahwa Teman Ahok sebagai kelompok relawan memang harus bekerja secara terpisah dengan mesin partai. Menurut dia, mesin partai melalui tim pemenangan berfokus pada penguasaan wilayah, menggarap suara melalui struktur partai yang sudah mengakar, sementara relawan berfokus pada penguasaan komunitas. "Memang diberi ruang agar lebih bebas," katanya. Selain itu, Teman Ahok secara kelembagaan sudah menjadi perkumpulan berbadan hukum. "Kalau mau sendiri, ya, silakan," ujar sekretaris tim pemenangan, Tb. Ace Hasan Syadzily.
Seorang politikus PDI Perjuangan memberi penjelasan mengapa Teman Ahok tidak masuk struktur tim pemenangan. Menurut dia, relawan yang berbasis komunitas memang tidak memiliki akar yang kuat di wilayah DKI Jakarta, dari tingkat rumah tangga hingga level dewan pimpinan daerah. Jadi, ketika mereka menggalang suara, dikhawatirkan justru tidak akan maksimal. "Ketika menghadapi intimidasi di tingkat ranting, saat menggalang suara, apakah sudah teruji," katanya.
Dalam peran sebagai saksi saat penghitungan suara pun, Teman Ahok yang kapabilitasnya secara mayoritas belum teruji itu dinilai tidak akan memberikan "pengamanan" suara yang maksimal. "Sedangkan saksi kami memang sudah terlatih dan teruji di lapangan," ujar politikus itu.
Alasan lain, menurut dia, masih ada sejumlah petinggi PDI Perjuangan yang tidak sreg dengan Teman Ahok. Ketegangan yang sempat terjadi ketika Basuki memutuskan menempuh jalur independen dengan dukungan Teman Ahok, bukan dengan PDI Perjuangan yang sudah menjalin komunikasi sejak awal tahun, menjadi salah satu penghalang. Eriko membantah kabar bahwa masih ada ketegangan. "Masalah itu sudah selesai," katanya.
Basuki membenarkan, Teman Ahok tidak bergabung dengan tim pemenangan karena keinginannya sendiri. Nantinya, Teman Ahok berfokus pada penggalangan donasi dari masyarakat. Dana dari donasi dan penjualan merchandise akan digunakan untuk kampanye. "Mereka sudah menjadi yayasan sendiri dan mau bekerja sendiri," ujarnya.
Ananda Teresia, Avit Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo