Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Biar Dari Jerman Diuji Dulu

Sekitar 1.000 dokter wni di jerman kembali ke indonesia. mereka menjalani proses adaptasi di rumah sakit, kemudian bertugas di puskesmas untuk dokter umum & di rs kabupaten untuk dokter spesialis. (pdk)

14 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 1000 dokter warganegara Indonesia yang kini berdiam di Jerman Barat, mulai permulaan tahun 1978 ini berangsur-angsur akan kembali ke kampung halaman. Mereka terdiri dari dokter umum maupun spesialis. Sebagian sudah ada yang praktek di berbagai rumahsakit dan klinik di negara tersebut. Menurut dr Hapsara DPH, kepala bagian perencanaan Departemen Kesehatan, "kedatangan ini muncul karena pertemuan dua keinginan antara Indonesia dan Jerman Barat." Sudah beberapa tahw1 yang lalu WHO cemas melihat kemungkinan pengungsian para ahli dari negara berkembang ke negara maju. Dan dalam soal dokter Indonesia di Jerman Barat itu, pemerintah Bonn menganggap tenaga dokter Indonesia tadi lebih dibutuhkan di negara asalnya. "Kita tentu menyambut sikap itu, karena kita memang kekurangan tenaga dokter untuk daerah," kata Hapsara. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa rencana pulangnya dokter Indonesia itu merupakan fait accompli yang harus diterima pihak Indonesia karena pemerintah Jerman Barat sudah menyetop izin bekerja bagi dokter yang berasal dari luar negeri. Sebab mereka sendiri kekurangan tempat untuk dokter warganegaranya sendiri. Menanggapi rencana pemerintah Jerman Barat itu dan untuk memberikan keterangan tangan pertama mengenai pelayanan kesehatan di sini, Sekjen Depkes dr Djakasutadiwiria dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia dr Utoyo Sukaton telah berangkat ke Jerman Barat, Desember tahun lalu. Akan ke Puskesmas Begitu kembali tidak begitu saja mereka bisa dapat izin praktek. Terhadap mereka dikenakan keharusan seperti yang dijalani para dokter yang baru lulus di sini. Untuk dokter umum akan ditugaskan di puskesmas. 5 tahun kalau di pulau Jawa, 3 tahun kalau di luar lawa. Sedang spesialis akan ditugaskan di rumahsakit kabupaten. Tetapi sebelum mereka berangkat ke sana mereka harus pula menjalani proses adaptasi sekitar 6 bulan di berbagai rumahsakit di sini. Agar mereka lebih mengenal keadaan. Begitu penjelasan Hapsara. Proses adaptasi yang 6 bulan mungkin bisa dianggap masa percobaan yang terlalu pendek. Terutama oleh calon-calon dokter yang duduk di tinkat akhir fakultas kedokteran berbagai universitas swasta. Sebab mereka harus menempuh ujian kedokteran yang dibuat oleh pemerintah, lewat Consortium Medical Sciences, dan harus antri bertahun untuk dapat kesempatan diuji. "Saya bukannya iri dan menolak kedatangan dokter Indonesia dari Jerman itu, soalnya bagi saya bagaimana pemerintah menyelesaikan sistim pendidik kedokteran swasta sekarang. Saya sudah menjalani keharusan praktek setahun di daerah, tapi nyatanya sampai sekarang saya belum dapat kesempatan diuji," tukas Andy Santosa Aug', ketua senat fakultas kedoktera Universitas Atmajaya. Sedangkan Nasrun Nadjib dari fakultas kedokteran Yasri beranggapan, karena masa menempuh ujian yang relatif lama lagi kedokteran swasta dibandingkan dengan negeri, "maka ada baiknya pemerintah membereskan dulu kami-kami ini. Mengapa mereka yang kembali dari luar negeri yang diutamakan?" tanyanya kecewa campur protes. Ada juga di antara para mahasiswa kedokteran yang cemas kalau-kalau kedatangan dokter Jerman itu akan memancing timbulnya sikap para orang tua yang punya uang untuk menyekolahkan anaknya di luar negeri saja. Izin untuk belajar di luar sampai sekarang menurut Andy Santoso masih terbuka. "Dari pada sekolah di sini, dengan biaya yang mahal dan waktu yang panjang, 'kan orang lebih baik sekolah di Jerman. Kalau pun harus kembali 'kan hanya melalui adaptasi setengah tahun." Adaptasi terhadap dokter yang datang dari luar bukan sekarang saja dijalankan. Sejak dulu proses itu dikenakan terhadap mereka. Wakil Dekan Bidang Akademis FK Trisakti dr Irawan Tirtajaya menceritakan bahwa seorang dokter lulusan Moskow yang ditampung Trisakti harus menempuh masa evaluasi lebih dari 1 tahun di Universitas Indonesia. Kalau sudah ada persetujuan dari Depkes dan P & K, barulah dokter tersebut bisa bekerja di Trisakti. Bagi para dekan fakultas kedokteran swasta, kedatangan dokter dari Jerman itu tidak begitu jadi persoalan. Dekan FK Yarsi, dr Jurnalis Uddin tegas mengatakan bahwa tak ada alasan baginya untuk menolak kedatangan tersebut. "Kita justru membutuhkan mereka. Karena tenaga dokter masih kurang." Fakultas kedokteran Trisakti juga berpendapat sama. Hanya saja dr Irawan Tirtajaya perlu menambahkan pentingnya mensejajarkan FK swasta dengan negeri. "Sebab tenaga pengajarnya 'kan lulusan FK negeri semua." Dan mungkin yang paling penting adalah untuk tidak menghambat arus lulusan fakultas kedokteran swasta seperti yang dirasakan sekarang. 'Kan tenaga dokter diperlukan katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus