Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meluncurkan skema pendanaan riset bersama Pemerintah Australia untuk kebutuhan biodiversitas kelautan di bidang kesehatan, pangan, serta energi. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, mengatakan kolaborasi pendanaan itu unik karena BRIN dan regulator Negeri Kangguru sama-sama mendanai program riset dengan sistem joint funding.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dananya dari pemerintah Indonesia dan Australia. Umumnya dulu masing-masing, dan sekarang sudah joint funding berkat kerja sama dan dukungan BRIN," kata Penny usai peluncuran skema pendanaan tersebut di kantor BRIN, Jakarta, Jumat, 21 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pendanaan riset ini dibuka untuk seluruh peneliti di BRIN maupun akademisi kampus yang ada Indonesia. Salah satu topik yang masuk kategori pendanaan adalah bioekonomi Indonesia dalam memaksimalkan keanekaragaman hayati laut yang berkelanjutan.
Menurut Williams, skema pendanaan riset itu mampu mempererat hubungan Indonesia dan Australia, serta mengurangi kendala saat terjun ke lapangan. "Kita ini dan ada banyak tantangan. Jika dibagi dua atau sharing problem, maka bisa mudah diselesaikan,” tuturnya.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyebut skema pendanaan dua negara ini disediakan selama lima tahun, artinya hingga 2029 mendatang. Sejak tahun ini, para peneliti BRIN mulai menyusun proposal riset dan inovasi yang akan digarap.
Setiap proyek riset, kata Handoko, berpotensi didanai hingga maksimal Rp 1 miliar dengan masa pengerjaan maksimal dua tahun sejak diusulkan. Dana ini didapatkan dari funding atau penggalangan bersama pihak Indonesia dan Australia. "Pembiayaannya 5:5 atau sama besar," ujar Handoko dalam acara yang sama.
Selain skema pendanaan dua negara, BRIN juga meluncurkan skema pembiayaan untuk Pusat Kolaborasi Riset Indonesia. Skema ini menyasar periset yang berada sedang menempuh studi di kampus. Handoko mengimbuhkan, topik riset dan penelitian yang dinaungi oleh pendanaan pusat kolaborasi lebih bebas dan luas, asal berhubungan dengan industri.
“BIasanya lebih lintas disiplin ilmu,” kata dia. “Karena kalau bicara industri, pasti banyak keilmuan yang terintegrasi di sana.”