Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Achsanul Habib mengatakan ada tiga tantangan besar dalam pelaksanaan pemajuan hak penyandang disabilitas. Pertama, sosial budaya yang menghambat proses pengubahan paradigma atau pola pikir terhadap penyandang disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tantangan kedua adalah hambatan fisik dan geografis dalam pemberian pelayanan terhadap para penyandang disabilitas," ujar Achsanul Habib dalam diskusi terbuka Youth of Indonesia di ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri pada Minggu, 4 Agustus 2019. Hambatan ketiga, menurut dia, tidak tersedianya data tunggal yang komprehensif dan terpilah mengenai penyandang disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tenaga ahli dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas yang menyusun kebijakan mengenai penyandang disabilitas, Marthella Sirait mengatakan, data penyandang disabilitas yang ada saat ini belum seluruhnya menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang penyandang disabilitas.
Marthella mencontohkan gambaran data jumlah penyandang disabilitas yang sudah bekerja. "Survei yang tersedia hanya membaca satu untuk keseluruhan, tapi tidak dapat memilih secara komprehensif, misalnya pendapatan yang berasal dari berdagang masih terbaca sebagai pekerjaan," ujar Marthella.
Ketua Youth of Indonesia atau YOI, Chelsea Islan mengatakan selain tiga tantangan tadi, ada juga dua masalah besar yang dihadapi pemuda Indonesia dengan disabilitas. "Stigma dan diskriminasi adalah dua hal yang masih dihadapi pemuda penyandang disabilitas di Indonesia," kata dia.
Sebab itu, Chelsea Islan menyarankan, perlu amplifikasi kepada masyarakat mengenai pengubahan paradigma terhadap penyadang disabilitas.