Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dua kali menginvestigasi kasus plagiarisme Rektor Universitas Negeri Semarang.
Tim pertama dikabarkan masuk angin karena menerima fasilitas dari Rektor Universitas Negeri Semarang.
UGM diminta melaksanakan rekomendasi Dewan Kehormatan yang menyatakan Fathur Rokhman terbukti melakukan plagiarisme.
PANGGILAN telepon dari Imam Budi Utomo, Kepala Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, mengejutkan Sudaryanto pada Selasa, 9 Februari lalu. Pagi itu Imam mengabarkan bahwa auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi akan bertandang ke rumah Sudaryanto. Dari ujung telepon, Imam memberitahukan bahwa tim itu sedang menyelidiki kasus dugaan plagiarisme disertasi Rektor Universitas Negeri Semarang Fathur Rokhman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudaryanto adalah pakar linguistik yang menyunting buku Kamus Pepak Basa Jawa bersama koleganya, Pranowo. Isi kamus itu dikutip dalam draf disertasi Fathur di halaman 152. Ada kejanggalan dalam draf itu karena Kamus Pepak baru terbit pada 2001. Padahal konsep disertasi diklaim telah ditulis setahun sebelumnya. Judul buku itu juga lenyap dari bibliografi di halaman 213-220 meski dikutip di isi makalah. “Saya tidak membayangkan kamus itu menjadi bukti kunci,” kata Sudaryanto kepada Tempo di Sleman, Yogyakarta, pada Rabu, 5 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Editor Kamus Pepak Bahasa Jawa, Sudaryanto menunjukkan tahun penerbitan kamus tersebut di rumahnya di Yogyakarta, 5 Mei 2021. TEMPO/Shinta Maharani
Tiga auditor dari Kementerian datang ke rumah Sudaryanto diantar dua pejabat Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka mewawancarai doktor lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu seputar penerbitan Kamus Pepak. Kepada tim, Sudaryanto menerangkan bahwa buku itu baru diedit pada 2001 dan dibagikan kepada peserta Kongres Bahasa Jawa ketiga yang berlangsung di Hotel Ambarrukmo, Yogyakarta, pada Juli 2001. Waktu itu Sudaryanto didapuk sebagai Ketua Panitia Pengarah Kongres.
Tim juga sempat memeriksa satu-satunya Kamus Pepak yang disimpan Sudaryanto di rumahnya. Menurut dia, auditor sekadar melihat tahun penerbitan di halaman muka buku. Setelah itu, dia diminta membuat surat yang menyatakan bahwa kamus setebal 1.113 halaman tersebut benar-benar dipublikasikan pada 2001. Sudaryanto menandatangani surat pernyataan bermeterai. “Harus jelas hitam di atas putih karena ini persoalan serius,” ujarnya.
Pemeriksaan Sudaryanto merupakan bagian dari audit jilid kedua yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengusut dugaan plagiarisme yang dilakukan Fathur Rokhman. Pada pekan kedua Agustus 2020, Inspektorat Jenderal Kementerian menerjunkan tim ke Universitas Negeri Semarang (Unnes). Penelusuran dilakukan setelah 33 dosen Unnes bersurat kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, sekitar Februari 2020. Surat itu memaparkan 15 kejanggalan kepemimpinan Fathur sebagai rektor, antara lain plagiarisme dalam disertasi di Universitas Gadjah Mada dan karya ilmiahnya di sejumlah jurnal.
Di Semarang, tim auditor memeriksa sejumlah saksi, termasuk beberapa orang dari civitas academica Unnes. Sucipto Hadi Purnomo, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, yang mengetahui pemeriksaan itu, mengatakan tim Kementerian ditengarai mendapat fasilitas dari rektorat selama penyelidikan. Sucipto adalah bekas anggota tim Evaluasi Kinerja Akademik bentukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang turut menyelidiki kasus penjiplakan Fathur Rokhman pada 2018. “Tim memeriksa semua saksi di gedung rektorat dan dijamu makan oleh rektor,” ucapnya.
Laporan hasil audit pertama pada 27 Oktober 2020 mementahkan dugaan tindakan plagiarisme yang dilakukan Fathur. Namun para petinggi Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan disebut-sebut tak puas atas hasil audit jilid pertama. Dua orang dari civitas academica Universitas Negeri Semarang mengaku pernah berjumpa dengan seorang pejabat tinggi Inspektorat Jenderal Kementerian di Semarang pada 28 November 2020, sebulan setelah laporan audit pertama rampung. Dua narasumber ini sama-sama pernah mendapat skors karena mengusut kejanggalan kepemimpinan Rektor Unnes.
Dua narasumber ini bercerita, pejabat tinggi Kementerian itu mengungkapkan kekesalan terhadap hasil audit anak buahnya dengan mengempaskan bundel dokumen pemeriksaan ke atas meja. Birokrat Kementerian Pendidikan itu juga masygul setelah mengetahui tim penyelidik menggunakan gedung rektorat Universitas Negeri Semarang dan mendapat hidangan selama pemeriksaan. Menurut mereka, pejabat ini berjanji mengusut kembali dan mengawasi langsung tim investigasi.
Audit jilid kedua dikebut setelah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) merilis laporan kajian akademik terhadap disertasi Fathur Rokhman pada Januari lalu. Hasilnya, tim KIKA menyebutkan disertasi Fathur yang berjudul “Pemakaian Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas”, yang diselesaikan pada 2003 di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, merupakan plagiat.
Di tengah proses audit jilid kedua, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Hiariej sempat mengirimkan pesan kepada Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono tentang kasus plagiarisme Fathur Rokhman. Sebelum menjadi wakil menteri, Edward adalah dosen Fakultas Hukum UGM yang sempat mengkaji kasus Fathur. Dalam potongan percakapan yang dilihat Tempo, Edward menyarankan UGM agar kooperatif dan obyektif. Menurut dia, jika terbukti ada rekayasa draf disertasi, hal itu bukan hanya penjiplakan, tapi termasuk tindak pidana pemalsuan.
Edward mengingatkan kesalahan itu bisa berakibat fatal apabila berlanjut ke proses hukum. Panut pun menyetujui saran Edward agar Universitas Gadjah Mada bersedia membantu tim Inspektorat Jenderal Kementerian mengusut kasus plagiarisme Fathur Rokhman. Guru besar Fakultas Teknik UGM itu berjanji meninjau keputusan UGM jika draf disertasi Rektor Universitas Negeri Semarang yang ditulis pada 2000 terbukti menjiplak.
Kepada Tempo, Edward mengaku tak mengikuti lagi perkembangan kasus plagiarisme Fathur Rokhman. Dia menyatakan memang sempat memeriksa kasus tersebut tahun lalu dan waktu itu Universitas Gadjah Mada tak menemukan pelanggaran hak cipta dalam draf disertasi Fathur. “Saya memang bilang ke Pak Rektor bahwa kalau ada perkembangan terbaru dari Kementerian Pendidikan, sebaiknya kooperatif saja,” ujarnya.
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Chatarina Muliana Girsang mengatakan investigasi terhadap Fathur Rokhman digelar kembali karena ada laporan dan bukti baru. Dia menyebutkan lembaganya sudah dua kali menyelidiki kasus plagiarisme Rektor Universitas Negeri Semarang itu, tapi menolak membeberkan laporan hasil audit karena diklaim bersifat rahasia. Audit itu sudah diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Ihwal pencopotan Fathur, Kementerian mengikuti peraturan yang berlaku. “Ada tahap-tahap yang harus dipenuhi,” kata Chatarina.
Kementerian Pendidikan juga telah memberi tahu Universitas Gadjah Mada tentang hasil investigasi tersebut. Sejumlah narasumber yang mengetahui investigasi ini mengatakan Kementerian mengeluarkan dua rekomendasi. Pertama, meminta Rektor UGM Panut Mulyono meninjau putusan tentang disertasi Fathur Rokhman yang sebelumnya dinyatakan tak menjiplak. Kedua, menindaklanjuti hasil putusan Dewan Kehormatan UGM pada Maret 2020 yang menyarankan untuk mencabut gelar doktor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional karena karya ilmiah Fathur terbukti plagiat.
Pencabutan gelar akademik diatur lebih jauh dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Pasal 12 ayat 3 menyebutkan Kementerian atas usul kampus bisa mencopot gelar guru besar jika terbukti melakukan plagiarisme. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nizam mengungkapkan lembaganya tak mau gegabah mencopot jabatan rektor ataupun gelar guru besar Fathur Rokhman. Menurut Nizam, Kementerian akan mendengarkan pendapat dari pakar hukum sebelum mengambil keputusan.
Kepala Bagian Humas dan Protokoler Universitas Gadjah Mada Iva Ariani mengatakan lembaganya telah menerima surat dari Kementerian Pendidikan. Namun dia tak mengetahui isi surat tersebut. Adapun anggota Senat Akademik UGM, Sigit Riyanto, membenarkan hasil audit Kementerian sudah sampai di kampusnya. Dekan Fakultas Hukum itu mendapat informasi bahwa laporan audit Kementerian menguatkan temuan Dewan Kehormatan UGM.
Fathur Rokhman berkukuh tak melakukan plagiarisme. Dia mengacu pada laporan hasil audit Kementerian beregistrasi 3020/666/RHS/WS/2020 yang diteken Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Chatarina Muliana Girsang pada 27 Oktober 2020. Fathur mengklaim isi dokumen audit itu menerangkan bahwa tuduhan plagiarisme dalam disertasinya tak terbukti. Audit itu juga disebut memperkuat temuan tim yang dibentuk Rektor Universitas Gadjah Mada tertuang dalam layang bertarikh 2 April 2020. “Kami bersyukur persoalan tuduhan kepada kami sudah selesai, clear, dan final,” ujar Fathur.
Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono tak merespons permintaan wawancara yang dikirimkan ke nomor pribadinya hingga Senin, 10 Mei lalu. Adapun Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan Djagal Wiseso Marseno serta Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Paripurna Poerwoko Sugarda enggan berkomentar. “No comment. Bukan bidang saya,” kata Paripurna.
RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), JAMAL A. NASHR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo