Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dewan Pengawas KPK menemukan alat bukti pelanggaran etik Johanis Tanak.
Johanis Tanak akan diperiksa di sidang etik.
Diduga ada skenario untuk mengorbankan Johanis Tanak.
JAKARTA – Pemeriksaan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak memasuki babak baru. Dewan Pengawas menemukan alat bukti percakapan antara Tanak dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Idris Froyoto Sihite. Dengan bukti ini, Tanak dipastikan bakal menjalani sidang etik lantaran pimpinan KPK dilarang berkomunikasi dengan pihak yang diduga terlibat perkara rasuah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, menyatakan percakapan antara Tanak dan Idris terjadi pada 27 Maret lalu. Saat itu Tanak sudah menjabat komisioner lembaga antirasuah. Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 28 Oktober 2022, menggantikan Lili Pintauli Siregar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Percakapan pada 27 Maret 2023 bersamaan waktunya dengan kegiatan penggeledahan (di ruang kerja Idris),” ucap Albertina Ho di kantornya, Senin, 19 Juni 2023. Potensi pelanggaran etik pun menguat karena Tanak mengikuti rapat gelar perkara bersama seluruh pimpinan KPK untuk membahas kasus korupsi di Kementerian ESDM.
Setelah menerima laporan tentang dugaan pelanggaran etik, kata Albertina, Dewas menemukan sejumlah salinan percakapan antara Johanis dan Idris. Di antaranya percakapan pada 12 dan 19 Oktober 2022. Adapun isi percakapan itu seputar dua putusan pengadilan tentang izin usaha pertambangan. Salinan percakapan ini tidak bisa dijadikan alat bukti karena saat itu Johanis belum dilantik sebagai pimpinan KPK.
Anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, memberikan keterangan ihwal penyampaian hasil pemeriksaan etik di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 19 Juni 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Belakangan, Dewas menemukan bukti baru setelah menyita dan membuka ponsel Samsung Galaxy Z Fold milik Idris. “Penyitaan itu terkait dengan tindak pidana penyalahgunaan dalam kasus tunjangan kinerja di Kementerian ESDM,” kata Albertina. Dari sanalah kemudian ditemukan tiga pesan yang sudah dihapus. Pesan itu dikirim oleh Tanak kepada Idris.
Untuk memastikan isi pesan itu, Dewas kemudian memeriksa sejumlah saksi dan meminta klarifikasi kepada Johanis. Dia tidak bisa mengelak. Johanis membenarkan bahwa ia berkomunikasi dengan Idris pada 27 Maret lalu. Adapun pesan yang dihapus itu berisi foto sebuah surat dari seorang pengusaha. Pesan itu segera ia hapus sebelum dibaca oleh Idris yang sedang diperiksa KPK. “Ini sudah cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik,” kata Albertina.
Menurut Albertina, perbuatan Johanis itu berpotensi melanggar Pasal 4 ayat 1 huruf J, atau Pasal 4 ayat 1 huruf B, atau Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Johanis Tanak adalah pensiunan jaksa yang pernah menjabat Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung. Ia juga pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi. Pada 2019, ketika masuk masa pensiun, ia mengikuti seleksi calon pimpinan KPK dan masuk daftar 10 calon pemimpin. Namun ia tak lolos uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum DPR pada 9 September 2019.
Johanis kembali mengikuti seleksi calon pimpinan setelah Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri pada Juli 2022 karena tersandung kasus gratifikasi. Dalam seleksi kedua ini, Johanis lolos uji kelayakan dan kepatutan, kemudian ia dilantik menjadi pimpinan KPK pada 28 Oktober 2022.
Johanis mulai menjadi sorotan setelah KPK menyelidiki dugaan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebab, percakapannya dengan Idris—dalam bentuk tangkapan layar—beredar di media sosial. Diduga percakapan lewat pesan instan itu terjadi antara Oktober 2022 dan Februari 2023. Sementara itu, ada aturan yang melarang pimpinan dan pegawai KPK berkomunikasi dengan pihak beperkara.
Tangkapan layar percakapan Johanis dan Idris itu diunggah oleh akun Twitter Rakyat Jelata @dimdim0783. Dalam unggahan tersebut, terlihat tanggal percakapan berlangsung pada 12 Oktober 2022. Johanis memperkenalkan diri dan meminta waktu untuk menelepon Idris. Kemudian, dalam percakapan pada 19 Oktober 2022, Johanis memberi tahu telah membuka kantor dengan seorang teman. “Tp saya masih main di belakang layar, kita bisa bergabunglah main di belakang layar RHS cuma tuk konsumsi kita aja,” katanya. Dia juga menjelaskan, dalam proyek itu tugasnya hanya mencari klien dan ikut membantu membuat konsep proyek yang akan dikerjakan.
Pada percakapan 24 Februari 2023, Johanis meminta waktu untuk bertemu dengan Idris. Idris pun menyanggupi sembari menanyakan maksud pertemuan tersebut. “Saya mau diskusi soal IUP (izin usaha pertambangan),” kata Johanis, lalu direspons oleh Idris. “Apa yg bs diolah?” Johanis menyinggung dua putusan pengadilan yang sudah inkrah, tapi tidak spesifik menyebutkan kasusnya. Idris menjawab singkat permintaan tersebut. “Ya, besok kita bahaslah.”
Dirjen Minerba/Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, M. Idris Froyoto Sihite, setelah memenuhi panggilan penyidik di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 3 April 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Pada 13 April lalu, Johanis memberi klarifikasi tentang tangkapan layar percakapannya dengan Idris tersebut. Menurut dia, percakapan itu terjadi sebelum ia dilantik menjadi pimpinan KPK. "Chatting saya dengan beliau terjadi pada Oktober 2022 sebelum saya bertugas di sini dan menjelang memasuki usia pensiun (di Kejaksaan Agung),” kata Johanis saat itu.
Johanis menyebutkan Idris Sihite adalah kawan diskusi dalam berbagai persoalan hukum. Dia menilai Idris memiliki kemampuan intelektual yang baik. Terlebih, Idris merupakan lulusan Universitas Indonesia, dari jenjang strata 1 (S-1) hingga S-3. Namun ia tak menjelaskan pesan yang dikirim kepada Idris pada 24 Februari lalu.
Berbeda dengan Johanis, pemeriksaan dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri justru dihentikan oleh Dewan Pengawas. Firli sebelumnya dilaporkan karena dituduh membocorkan dokumen penyelidikan KPK. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan tuduhan itu tak cukup bukti. “Tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik,” ucap dia.
Meski begitu, dia membenarkan ihwal adanya video yang beredar di media sosial yang berisi suara orang yang diduga Idris Sihite mengaku mendapat dokumen penyelidikan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif. Adapun Menteri Arifin mendapat dokumen itu diduga dari Firli Bahuri. Menurut Tumpak, dokumen yang ditunjuk dalam video tidak memiliki kemiripan dengan dokumen asli di KPK.
Seorang sumber Tempo di komisi antirasuah mengatakan kasus Johanis Tanak sengaja dinaikkan ke tahap persidangan etik untuk menutup kasus kebocoran dokumen oleh Firli Bahuri. “Ujung-ujungnya nanti Johanis Tanak bakal disuruh mengundurkan diri seperti Lili Pintauli Siregar sebelum dijatuhi sanksi etik,” ucap dia.
Sumber ini juga curiga ada skenario yang disiapkan untuk menyelamatkan Firli. Kecurigaan ini muncul karena baru-baru ini Kepolisian Daerah Metro Jaya dikabarkan menaikkan kasus kebocoran dokumen KPK dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Setelah kabar itu beredar, Dewan Pengawas justru baru mengumumkan hasil klarifikasi kemarin. Padahal keputusan hasil klarifikasi sudah disepakati dua pekan lalu. “Bisa jadi putusan Dewan Pengawas bakal digunakan untuk melawan penyidikan di Polda Metro Jaya,” kata dia.
Albertina Ho enggan menanggapi spekulasi tentang penyelamatan Firli itu. Ia hanya merujuk pada konferensi pers yang digelar kemarin. “Didengar kembali saja rekamannya,” ucap Albertina.
Ketua IM57+ Institute, Praswad Nugraha, tak kaget atas isi putusan Dewas dalam urusan dugaan pelanggaran etik kebocoran dokumen oleh Firli Bahuri. “Sejak awal, Dewan Pengawas justru sibuk meyakinkan pelapor bahwa kewenangan mereka sangat terbatas,” ucap Praswad. “Dugaan kami benar. Untuk kesekian kalinya Dewas tumpul ketika berhadapan dengan pelanggaran etik Firli Bahuri.”
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyebutkan tak yakin Dewan Pengawas bakal menjatuhkan sanksi kepada pimpinan KPK. Dia menduga nasib Johanis bakal serupa dengan Lili Pintauli Siregar ketika terjerat dugaan pelanggaran etik dan pidana gratifikasi. “Sudah pasti kasus Tanak juga tidak akan ada hasilnya karena berkaca dari kasus Lili dan Firli,” kata Julius.
Tanda-tanda itu terlihat ketika Dewan Pengawas justru mengumumkan perbuatan Johanis yang terlibat percakapan dengan Sihite pada 27 Maret lalu. Padahal, menurut dia, Dewan Pengawas punya kewenangan untuk serta-merta melakukan persidangan dan menjatuhkan sanksi. Julius menduga Dewan Pengawas sengaja menunda-nunda waktu untuk menyiapkan skenario meloloskan Tanak dari jeratan.
AVIT HIDAYAT | ADE RIDWAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo