Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buntut soenawar dan istilah panjang

Ketua DPR/MPR Amirmachmud membantah ia mendukung ucapan soenawar mengenai 'negara sekuler'. imbauannya tak pernah disampaikannya secara resmi, cuma lewat koran.

24 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNYATAAN Ketua Umum DPP PDI Soenawar Soekowati mengenai secular state Agustus lalu ternyata berbuntut panjang. Senin pagi lalu Ketua MPR/ DPR Amirmachmud mengadakan jumpa pers khusus untuk membantah pernyataan Soenawar. Jumpa pers tanpa tanya jawab itu cuma diisi. Amirmachmud dengan membaca pernyataan yang panjangnya enam setengah halaman. Bekas mendagri itu memandang perlu membuat pernyataan tersebut untuk "meluruskan pemberitaan," seolah-olah dia telah berubah pikiran dan mendukung pernyataan pimpinan PDI mengenai secular state. Amirmachmud menilai, pemberitaan itu dapat mengakibatkan masyarakat menganggapnya "seorang oportunis atau bunglon" dan "mempunyai kepribadian yang stabil . "Saya tidak mau dicatat sebagai orang yang munafik, orang yang bicara pagi lain, sore lain," katanya. Yang membuat jengkel Amirmachmud rupanya siaran pimpinan PDI yang diedarkan kepada para anggota PDI pekan lalu setelah berlangsung pertemuan pimpinan PDI dengan Amirmachmud, Senin pekan silam. Dalam "Penjelasan untuk Intern Partai" tersebut ditegaskan: setelah mendapat penjelasan Ketua MPR/DPR Amirmachmud dapat memahami, bahkan mendukung, sikap dan pendirian PDI sehubungan dengan pernyataan Soenawar Soekowati mengenai secular state. Menurut Amirmachmud, penjelasan itu tidak benar. Ia tetap konsekuen pada pendiriannya: tidak setuju digunakannya istilah secular state untuk mengidentifikasikan negara Republik Indonesia. Hal ini, katanya, dinyatakannya juga dalam pertemuannya dengan pimpinan PDI yang diwakili Ketua Umum Soenawar dan Ketua Achmad Sukarmadidjaja. Diakuinya, dalam pertemuan itu ia menyatakan memahami uraian pimpinan PDI yang menjelaskan pernyataan Soenawar. Namun, rupanya, "memahami" tidak lantas pasti berarti "setuju" atau "mendukung". Sebagai salah seorang wakil F-ABRI, Amirmachmud menyatakan "sangat menyetujui" pernyataan F-ABRI dua pekan lalu mengenai masalah secular state, yang mengimbau dihentikannya isu mengenai secular state karena "bisa membahayakan kehidupan bangsa" dan "menghambat pembangunan". Geger mengenai masalah negara sekuler ini diawali dengan pernyataan Soenawar yang menanggapi pidato kenegaraan Presiden Soeharto 16 Agustus di DPR. Menurut Soenawar, berdasar pidato tersebut, dapat disimpulkan negara RI adalah secular state. Pernyataan ini segera mengundang banyak tanggapan, hampir semuanya menentang. Presiden Soeharto sendiri kemudian mengimbau agar kita sebaiknya tidak menggunakan istilah asing sebagai tolok ukur yang menyangkut masalah prinsip kenegaraan Indonesia (TEMPO, 3 September 1983). Penjelasan Soenawar dan F-PDI kemudian ternyata tak meredakan suasana. Dua pekan lalu Amirmachmud malahan melakukan sesuatu yang selama ini belum pernah terjadi: meminta agar F-PDI mencabut kembali pernyataannya yang membenarkan ucapan Soenawar. Permintaan Amirmachmud itu diungkapkannya seusai memimpin rapat pimpinan DPR bersama keempat wakil ketua DPR lainnya. Diingatkannya, bila pernyataan F-PDI itu tidak dicabut, akan mengundang reaksi pernyataan dari fraksi lain. Yang "diramalkan" Amirmachmud ternyata terjadi. Fraksi ABRI 10 September lalu mengeluarkan pernyataan: isu secular state dinilai sangat membingungkan dan menyesatkan masyarakat, merugikan persatuan dan kesatuan bangsa, dan cepat mengganggu stabilitas nasional serta menghambat pembangunan. Karena itu, F-ABRI mengimbau agar isu ini segera dihentikan. Pada hari yang sama, F-PP juga mengirimkan pernyataan kepada pimpinan DPR. Isinya: RI adalah negara Pancasila dan bukan negara sekuler. Surat itu ditandatangani Ketua F-PP Sudardji dan Sekretaris Umum Jahja Ubeid. Bertubi-tubinya serangan itu tampaknya tak membuat F-PDI Dusin. "Sampai hari ini tidak pernah ada permintaan secara resmi pada fraksi untuk mencabut dukungan tersebut," kata Ketua F-PDI Jusuf Merukh akhir pekan lalu. "Kami baru tahu lewat koran," tutur Sekretaris F-PDI Achmad Subagio menyambung. Menurut Achmad, tindakan Amirmachmud itu merupakan preseden baru. "Mekanisme seperti itu tidak ada dalam tata tertib dan undang-undang," katanya. Apa yang akan dilakukan F-PDI? Fraksi terkecil di DPR ini tampaknya kini dikepung dari tiap penjuru. Sekalipun sejauh ini F-KP secara resmi belum menyatakan sikap, fraksi terbesar ini agaknya "bisa mengerti" sikap Amirmachmud. "Imbauan Amirmachmud itu relevan," kata David Napitupulu, wakil ketua F-KP. Pernyataan Soenawar itu, menurut penilaiannya, menimbulkan suasana yang kurang baik, mengundang serangan orang dan bisa merugikan kepala negara. Dengan begitu, posisi Amirmachmud di sini adalah karena melihat adanya penafsiran yang merugikan kepala negara. Sekalipun terkepung, F-PDI agaknya tenang. "Setiap fraksi mempunyai kedaulatan masing-masing. Hubungan fraksi dengan ketua bukan hubungan atasan bawahan," kata Achmad Subagio. Ditemui Senin malam lalu di Splendia Inn, Malaing, Jawa Timur, sewaktu berlangsung konperensi peralihan daerah PDI Ja-Tim, Ketua Umum DPP PDI Soenawar Soekowati juga bersikap tegar. "PDI sudah tidak memiliki apa-apa. Yang ada hanyalah pendirian. Kalau pendirian itu harus ditarik, apa lagi yang dipunyai PDI?," katanya. Toh tampaknya Soenawar siap mundur selangkah. Kalau istilah secular state itu menimbulkan pertentangan, ia mengajukan istilah baru yang "panjang tapi tidak menggunakan istilah asing". Yang diusulkannya: "Indonesia adalah negara nasional berdasarkan Pancasila yang memisahkan kekuasaan politik dan kekuasaan pemerintahan/negara dari kekuasaan agama dengan mengingat pasal 29 UUD 1945."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus