Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERNYATAAN Ketua Umum DPP PDI Soenawar Soekowati mengenai
secular state Agustus lalu ternyata berbuntut panjang. Senin
pagi lalu Ketua MPR/ DPR Amirmachmud mengadakan jumpa pers
khusus untuk membantah pernyataan Soenawar. Jumpa pers tanpa
tanya jawab itu cuma diisi. Amirmachmud dengan membaca
pernyataan yang panjangnya enam setengah halaman.
Bekas mendagri itu memandang perlu membuat pernyataan tersebut
untuk "meluruskan pemberitaan," seolah-olah dia telah berubah
pikiran dan mendukung pernyataan pimpinan PDI mengenai secular
state. Amirmachmud menilai, pemberitaan itu dapat mengakibatkan
masyarakat menganggapnya "seorang oportunis atau bunglon" dan
"mempunyai kepribadian yang stabil . "Saya tidak mau dicatat
sebagai orang yang munafik, orang yang bicara pagi lain,
sore lain," katanya.
Yang membuat jengkel Amirmachmud rupanya siaran pimpinan PDI
yang diedarkan kepada para anggota PDI pekan lalu setelah
berlangsung pertemuan pimpinan PDI dengan Amirmachmud, Senin
pekan silam. Dalam "Penjelasan untuk Intern Partai" tersebut
ditegaskan: setelah mendapat penjelasan Ketua MPR/DPR
Amirmachmud dapat memahami, bahkan mendukung, sikap dan
pendirian PDI sehubungan dengan pernyataan Soenawar Soekowati
mengenai secular state.
Menurut Amirmachmud, penjelasan itu tidak benar. Ia tetap
konsekuen pada pendiriannya: tidak setuju digunakannya istilah
secular state untuk mengidentifikasikan negara Republik
Indonesia. Hal ini, katanya, dinyatakannya juga dalam
pertemuannya dengan pimpinan PDI yang diwakili Ketua Umum
Soenawar dan Ketua Achmad Sukarmadidjaja. Diakuinya, dalam
pertemuan itu ia menyatakan memahami uraian pimpinan PDI yang
menjelaskan pernyataan Soenawar. Namun, rupanya, "memahami"
tidak lantas pasti berarti "setuju" atau "mendukung".
Sebagai salah seorang wakil F-ABRI, Amirmachmud menyatakan
"sangat menyetujui" pernyataan F-ABRI dua pekan lalu mengenai
masalah secular state, yang mengimbau dihentikannya isu mengenai
secular state karena "bisa membahayakan kehidupan bangsa" dan
"menghambat pembangunan".
Geger mengenai masalah negara sekuler ini diawali dengan
pernyataan Soenawar yang menanggapi pidato kenegaraan Presiden
Soeharto 16 Agustus di DPR. Menurut Soenawar, berdasar pidato
tersebut, dapat disimpulkan negara RI adalah secular state.
Pernyataan ini segera mengundang banyak tanggapan, hampir
semuanya menentang. Presiden Soeharto sendiri kemudian mengimbau
agar kita sebaiknya tidak menggunakan istilah asing sebagai
tolok ukur yang menyangkut masalah prinsip kenegaraan Indonesia
(TEMPO, 3 September 1983).
Penjelasan Soenawar dan F-PDI kemudian ternyata tak meredakan
suasana. Dua pekan lalu Amirmachmud malahan melakukan sesuatu
yang selama ini belum pernah terjadi: meminta agar F-PDI
mencabut kembali pernyataannya yang membenarkan ucapan Soenawar.
Permintaan Amirmachmud itu diungkapkannya seusai memimpin rapat
pimpinan DPR bersama keempat wakil ketua DPR lainnya.
Diingatkannya, bila pernyataan F-PDI itu tidak dicabut, akan
mengundang reaksi pernyataan dari fraksi lain.
Yang "diramalkan" Amirmachmud ternyata terjadi. Fraksi ABRI 10
September lalu mengeluarkan pernyataan: isu secular state
dinilai sangat membingungkan dan menyesatkan masyarakat,
merugikan persatuan dan kesatuan bangsa, dan cepat mengganggu
stabilitas nasional serta menghambat pembangunan. Karena itu,
F-ABRI mengimbau agar isu ini segera dihentikan.
Pada hari yang sama, F-PP juga mengirimkan pernyataan kepada
pimpinan DPR. Isinya: RI adalah negara Pancasila dan bukan
negara sekuler. Surat itu ditandatangani Ketua F-PP Sudardji dan
Sekretaris Umum Jahja Ubeid.
Bertubi-tubinya serangan itu tampaknya tak membuat F-PDI Dusin.
"Sampai hari ini tidak pernah ada permintaan secara resmi pada
fraksi untuk mencabut dukungan tersebut," kata Ketua F-PDI Jusuf
Merukh akhir pekan lalu. "Kami baru tahu lewat koran," tutur
Sekretaris F-PDI Achmad Subagio menyambung. Menurut Achmad,
tindakan Amirmachmud itu merupakan preseden baru. "Mekanisme
seperti itu tidak ada dalam tata tertib dan undang-undang,"
katanya.
Apa yang akan dilakukan F-PDI? Fraksi terkecil di DPR ini
tampaknya kini dikepung dari tiap penjuru. Sekalipun sejauh ini
F-KP secara resmi belum menyatakan sikap, fraksi terbesar ini
agaknya "bisa mengerti" sikap Amirmachmud. "Imbauan Amirmachmud
itu relevan," kata David Napitupulu, wakil ketua F-KP.
Pernyataan Soenawar itu, menurut penilaiannya, menimbulkan
suasana yang kurang baik, mengundang serangan orang dan bisa
merugikan kepala negara. Dengan begitu, posisi Amirmachmud di
sini adalah karena melihat adanya penafsiran yang merugikan
kepala negara.
Sekalipun terkepung, F-PDI agaknya tenang. "Setiap fraksi
mempunyai kedaulatan masing-masing. Hubungan fraksi dengan ketua
bukan hubungan atasan bawahan," kata Achmad Subagio.
Ditemui Senin malam lalu di Splendia Inn, Malaing, Jawa Timur,
sewaktu berlangsung konperensi peralihan daerah PDI Ja-Tim,
Ketua Umum DPP PDI Soenawar Soekowati juga bersikap tegar. "PDI
sudah tidak memiliki apa-apa. Yang ada hanyalah pendirian. Kalau
pendirian itu harus ditarik, apa lagi yang dipunyai PDI?,"
katanya.
Toh tampaknya Soenawar siap mundur selangkah. Kalau istilah
secular state itu menimbulkan pertentangan, ia mengajukan
istilah baru yang "panjang tapi tidak menggunakan istilah
asing". Yang diusulkannya: "Indonesia adalah negara nasional
berdasarkan Pancasila yang memisahkan kekuasaan politik dan
kekuasaan pemerintahan/negara dari kekuasaan agama dengan
mengingat pasal 29 UUD 1945."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo