Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEDAN - Bupati Mandailing Natal, Sumatera Utara, Dahlan Hasan Nasution, mengatakan banyak kabar bohong yang menerpa calon presiden Joko Widodo menjelang pemilihan presiden pada 17 April lalu di wilayahnya. Salah satunya adalah isu penistaan agama. Kabar bohong tersebut diduga menjadi penyebab rendahnya perolehan suara pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin di Mandailing Natal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus NasDem itu mencontohkan kebohongan perihal kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut tidak mengakomodasi kepentingan umat Islam. "Pemerintah tidak pernah melarang warganya untuk melaksanakan salat. Bahkan ikut memperbaiki berbagai rumah ibadah," katanya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitu pula dalam hal pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan pengelolaan zakat. Pemerintah, kata dia, selalu mengajak warga untuk saling menghormati orang yang sedang berpuasa. Pemerintah juga, tuturnya, ikut mengurusi kendaraan pengelola zakat. "Sampai yang kecil-kecilnya diurusi. Jadi, agama mana yang dinista itu? Di situ saya tidak terima," Dahlan menuturkan.
Dahlan menjadi perbincangan gara-gara surat permohonan pengunduran dirinya sebagai bupati bertanggal 18 April yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo beredar di media sosial. Tersirat dalam surat itu, Dahlan mundur lantaran Jokowi-Ma’ruf kalah oleh pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mandailing Natal.
"Hasilnya sangat mengecewakan dan tidak seperti yang diharapkan," dia menulis dalam suratnya.
Berdasarkan data yang dilansir di laman KPU, hingga pukul 20.15 tadi malam, Jokowi-Ma’ruf hanya meraih 6.203 suara (19,75 persen) di kabupaten tersebut. Sedangkan Prabowo-Sandiaga meraup 25.213 suara (80,25 persen). Suara yang sudah masuk masih berasal dari 172 tempat pemungutan suara (TPS) atau 12,97 persen dari total 1.326 TPS.
Politikus Partai NasDem tersebut menyatakan tidak khawatir kalau pengunduran dirinya dianggap sebagai pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat Mandailing Natal yang memilihnya menjadi bupati pada 2015. "Salah itu, tidak-tidak, salah besar itu," ujar Dahlan.
Pelaksana tugas Ketua Dewan Pengurus Wilayah Partai NasDem Sumatera Utara, Iskandar, berujar bahwa pengunduran diri Dahlan merupakan persoalan pribadi. Dia mengaku belum mendapat penjelasan detail perihal alasan pengunduran diri tersebut. "NasDem ingin Bupati Dahlan tetap melanjutkan pemerintahan hingga akhir periode," tutur Iskandar.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku sudah mengetahui adanya surat permohonan Dahlan Hasan untuk mundur dari jabatannya sebagai Bupati Mandailing Natal. Namun Tjahjo menilai alamat tujuan surat itu tidak tepat. "Seharusnya ditujukan kepada DPRD untuk selanjutnya diteruskan kepada Mendagri melalui Gubernur Sumatera Utara," kata Tjahjo kepada Tempo, Ahad lalu.
Selain karena alamat yang tidak tepat, Tjahjo menilai alasan Dahlan untuk mundur sangat tidak lazim. Alasan tersebut, kata dia, bisa mencederai amanat masyarakat yang telah memilih Dahlan sebagai kepala daerah secara langsung. Pasalnya, masa jabatan Dahlan baru akan habis pada Juni 2021.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi ikut mengomentari tindakan Dahlan. Ia menyatakan seharusnya kepala daerah bersikap netral dalam setiap kontestasi politik. "Makanya saya bilang kepala daerah itu netral. Jadi, siapa pun yang menang tidak ada masalah," ujar Edy, kemarin.
Ia menuturkan, jika pun hendak mengundurkan diri, Dahlan seharusnya menempuh jalan yang sesuai dengan prosedur, yaitu melalui surat yang ditujukan kepada DPRD Mandailing Natal. Setelah DPRD membahas dan menggelar rapat paripurna, hasilnya disampaikan ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Sumatera Utara. "Bukan terus dari situ (Bupati) langsung ke sana (Presiden). Itu salah."
IIL ASKAR MONDZA (MEDAN) | FRISKI RIANA | EFRI RITONGA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo