Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kemenangan Marcos Jr. dipengaruhi oleh kampanye sistemik keluarga Marcos selama dua dekade terakhir.
Kemenangan Marcos Jr. juga didukung disinformasi di media sosial.
Dinasti politik di Filipina menjadi gambaran demokrasi di kawasan Asia Tenggara.
JAKARTA – Pemilihan presiden di Filipina ditutup dengan kemenangan telak dan nyaris pasti oleh Ferdinand Marcos Jr. Ia adalah putra diktator Filipina, Ferdinand Marcos, yang digulingkan lewat gerakan rakyat setelah 21 tahun berkuasa pada 1986.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenangan Marcos Jr. dianggap sebagai tanda kemunduran demokrasi di Filipina dan Asia Tenggara. Sejumlah pengamat politik berpendapat, kemenangan Marcos Jr. dipengaruhi oleh kampanye sistemik keluarga Marcos selama dua dekade terakhir untuk memulihkan nama Ferdinand Marcos serta didukung manuver disinformasi di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tendensi masyarakat dalam pemilihan di Filipina juga berubah. Visi dan misi tidak lagi menjadi patokan pemilih, melainkan berdasarkan pada transaksi dan jaringan," kata Ichal Supriadi dari lembaga nirlaba perkumpulan jaringan pemantau demokrasi, Asia Democracy Network, kepada Tempo, Selasa, 10 Mei 2022.
Pemungutan suara di Filipina digelar pada 9 Mei waktu setempat. Rakyat Filipina memilih calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah atau tak sepaket. Berbeda dengan pemilihan presiden di Indonesia, yang memilih satu paket pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Hasil rekapitulasi sementara dari hampir 98 persen suara yang diterima panitia pemilihan menunjukkan bahwa perolehan suara Marcos Jr. mengalahkan sembilan calon presiden lainnya. Marcos Jr. memperoleh hampir 30 juta suara, lebih dari dua kali lipat pesaing terdekatnya, yaitu Leni Robredo, wakil presiden saat ini. Leni Robredo memperoleh 14,7 juta suara. Berada di urutan ketiga Manny Pacquiao—mantan juara tinju dunia—yang meraih 3,6 juta suara. Calon presiden lainnya, kecuali Francisco Domagoso yang berada di urutan keempat, hanya meraih suara di bawah 1 juta.
Bongbong—nama panggilan Marcos Jr.—akan berbagi kursi dengan Sara Duterte, calon wakil presiden yang saat ini memperoleh suara terbanyak dibanding kandidat calon wakil presiden lainnya. Sara adalah anak Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang memimpin sejak 2016.
Sejak pulang kembali ke Filipina setelah diasingkan selama beberapa tahun di luar negeri, keluarga Marcos berkongsi dengan berbagai klan politik di berbagai daerah—termasuk dengan Duterte—untuk memuluskan kariernya. Walhasil, Bongbong hampir selalu memegang jabatan politik sejak usia 23 tahun, dari anggota DPR hingga gubernur.
Seleberasi pendukung Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr. di Mandaluyong, Filipina, 9 Mei 2022. REUTERS/Eloisa Lopez
Dalam pidato kemenangannya, Marcos menyerukan persatuan dan meminta publik melihat rekam jejaknya, bukan rekam jejak keluarganya. "Ada ribuan orang seperti Anda di luar sana, para relawan, kelompok-kelompok paralel, dan pemimpin politik yang telah memberikan suaranya kepada kami karena keyakinan pada pesan persatuan kami," kata dia, seperti ditulis Reuters. "Lihat saya dari aksi saya, bukan dari pendahulu saya."
Ichal Supriadi berada di Filipina selama sepekan terakhir untuk memantau pemilihan presiden di negara tersebut. Berdasarkan hasil pemantauan Ichal, faktor disinformasi menjadi salah satu kunci kampanye Marcos. Disinformasi tersebut menyasar generasi muda yang tidak pernah merasakan hidup di bawah cengkeraman kekuasaan keluarga Marcos. "Sehingga banyak informasi salah yang meromantisasi kehidupan selama mereka berkuasa," kata Ichal.
Ia mencontohkan salah satu unggahan di Facebook yang menyebutkan bahwa Ferdinand Marcos merupakan pahlawan dan meminjamkan emas ke 70 negara yang bisa ditagih kapan saja. "Para aktivis di Filipina sudah mencium bahwa ada upaya sistemik untuk menyebarkan disinformasi itu," ujar Ichal.
Menurut dia, ketika hasil hitung cepat mulai bermunculan di berbagai kanal media lokal, para aktivis demokrasi dan hak asasi manusia merasakan kekecewaan luar biasa. Meski banyak survei memprediksi kemenangan ini, tak banyak yang menyangka kemenangan telak Bongbong tersebut. Marcos Jr. memegang 58 persen suara pemilih—terbanyak dalam sejarah pemilihan di Filipina.
Ichal berpendapat, kemenangan Marcos Jr. ini belum bisa menjadi indikasi bahwa nostalgia diktatorisme di Indonesia akan berkembang. Sebab, klan Soeharto saat ini masih belum mampu memijakkan kaki dengan mapan di ranah politik dalam negeri. "Mungkin butuh beberapa dekade lagi sehingga mereka bisa meniru Marcos. Itu pun butuh kandidat proksi atau perwakilan jika ingin maju dalam pemilihan presiden," kata dia.
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan kandidasi klan Soeharto dalam pemilihan presiden di Indonesia masih sulit dihidupkan kembali. Meski begitu, dinamika dinasti politik yang terus berkembang di Filipina menjadi pertanda bahwa sistem politik di kawasan Asia Tenggara masih akan didominasi politik dinasti. Apalagi kedua negara punya dinamika dinasti politik yang mirip.
"Dari sisi historis dan literatur, Indonesia dan Filipina cenderung predatoric dynasty dan ini menjadi buruk untuk demokrasi kita," kata Burhanuddin. "Kita tidak tahu banyak latar belakang para politikus sebelum masuk ke dunia politik." Ia berpendapat kemenangan Ferdinand Marcos Jr. suatu saat bisa menular ke Indonesia.
INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo