Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tinggal di Kampus agar Bisa Bayar Kuliah

Seorang mahasiswa di UNJ tinggal di sekretariat mahasiswa untuk menghemat uang dari orang tuanya. Dialihkan untuk bayar UKT.

4 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABDUL MUKHTAR, 22 tahun, melakukan berbagai cara agar bisa membayar biaya kuliah di Universitas Negeri Jakarta. Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab itu terpaksa kuliah sambil bekerja agar bisa membayar uang kuliah tunggal (UKT) di kampusnya. Ia juga mengambil cuti selama beberapa semester karena tak sanggup membayar uang kuliah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Biaya kuliah Abdul sebesar Rp 3,2 juta per semester. UKT Abdul ini masuk golongan III.  Abdul membayar uang kuliah dari kiriman orang tuanya di Lampung. Ia menerima kiriman uang dari orang tuanya sebesar Rp 500 ribu per bulan. Uang ini sesungguhnya untuk kebutuhan sehari-hari Abdul, seperti makan dan operasional kuliah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang tua Abdul bekerja sebagai cleaning service dengan upah Rp 1,5 juta per bulan. Upah tersebut juga dibagi ke kedua adik Abdul yang masih sekolah.

Abdul menyiasati kiriman uang orang tuanya. Sebagian uang itu ia tabung untuk membayar UKT. 

Agar bisa berhemat, Abdul tak menyewa rumah kos di Jakarta. Ia tinggal di sebuah sekretariat organisasi kemahasiswaan kampus. “Ini cara saya untuk bertahan hidup,” katanya, Jumat, 3 Mei 2024.

Mahasiswa semester 10 itu mengatakan pernah kehabisan uang di Jakarta. Ia pun terpaksa meminjam uang kepada teman-temannya untuk bisa tetap makan. “Saya tidak berani meminta uang ke rumah. Takut orang tua kepikiran,” ujarnya.

Abdul juga berusaha mencari penghasilan tambahan dengan menjadi pengajar jurnalistik di salah satu sekolah di Jakarta. Ia juga kerap mengirim tulisan opini atau resensi ke beberapa media massa. Honor dari tulisan opini serta resensi itu ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar UKT.

Abdul Mukhtar, mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dok. Pribadi

Abdul mengaku pernah meminta pihak UNJ agar menurunkan tarif UKT untuknya. Tapi kampus tak mengabulkannya. 

UKT di UNJ dibagi menjadi delapan golongan. Khusus program studi Pendidikan Bahasa Arab, golongan I dipatok sebesar Rp 500 ribu, golongan II Rp 1 juta, golongan III Rp 3,9 juta, golongan IV Rp 4,5 juta, golongan V Rp 5,2 juta, golongan VI Rp 5,9 juta, golongan VII Rp 6,1 juta, dan golongan VIII Rp 6,4 juta. Besaran biaya kuliah ini berlaku sejak 2020 hingga tahun ini.

Kepala Media Humas UNJ Syarifudin belum merespons permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Sesuai dengan situs web Penmaba.unj.ac.id, besaran biaya pendidikan jenjang S-1 dan pendidikan vokasi (D-3 atau D-4) diatur lewat Surat Keputusan Rektor UNJ Nomor 174/UN39/TM.01.03/2021 tentang UKT dan biaya kuliah tunggal (BKT) untuk tahun akademik 2021/2022 jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau sekarang SNBP, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) atau SNBT, dan jalur mandiri. Di sini tertera biaya kuliah yang berbeda-beda untuk setiap program studi, meski berada pada golongan yang sama.

Kisah Abdul Mukhtar ini juga terjadi pada sejumlah mahasiswa di Universitas Negeri Gadjah Mada. Koordinator Forum Advokasi UGM Rio Putra Dewanto mengatakan 511 dari total 722 mahasiswa yang disurvei pada 2023 menyatakan keberatan atas nilai UKT yang ditetapkan. Lalu separuh dari mereka yang berkeberatan itu mengajukan peninjauan kembali tariff UKT ke pihak kampus.

Rio mengatakan mahasiswa kesulitan membayar biaya kuliah sehingga meminta kampus menguranginya. Di antara mereka ada juga yang berusaha menutupi biaya kuliah dengan mencari beasiswa. "Ada pula 65 mahasiswa yang mencari pinjaman agar bisa membayar," ujarnya.

Rio menambahkan, keterlibatan mahasiswa masih minim dalam penetapan UKT. Dari 18 fakultas dan satu sekolah vokasi di UGM, masih ada dua fakultas yang tidak melibatkan mahasiswa dalam tahap verifikasi penetapan UKT.

"Seharusnya penetapan UKT itu mengacu pada sistem indeks kemampuan ekonomi mahasiswa, tidak langsung keluar nominal," tuturnya.

Forum Advokasi UGM mensinyalir penyebab beban UKT yang memberatkan itu, di antaranya, akibat pemangkasan golongan, dari delapan menjadi lima kelompok.

Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan UGM Supriyadi mengatakan seluruh mahasiswa tetap dijamin bisa menyelesaikan pendidikan di UGM. "Kami menempatkan mahasiswa pada UKT yang sesuai dengan kemampuan orang tua atau pendukung pembayar UKT bersangkutan," katanya.

Supriyadi menuturkan UGM berhati-hati dan cermat dalam menentukan besaran UKT. "Mahasiswa yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas tentu kami tempatkan pada (golongan UKT) yang sesuai," katanya.

Jika penempatan golongan itu masih kurang memadai, kata Supriyadi, UGM menyediakan jalur beasiswa untuk membantu mahasiswa. 

Supriyadi juga mengakui bahwa penentuan golongan UKT di kampusnya bisa saja kurang tepat. "Hal ini mengingat banyaknya data yang perlu diverifikasi dalam waktu terbatas," ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Pribadi Wicaksono berkonstribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus