Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Cara Mengatur Buku ala Perpustakaan Inklusi Milik Pemerintah DKI Jakarta

Simak apa saja perbedaan fasilitas di perpustakaan umum dengan perpustakaan inklusi yang ramah bagi penyandang disabilitas.

11 April 2022 | 10.20 WIB

Ilustrasi Perpustakaan. ANTARA/Syaiful Arif
Perbesar
Ilustrasi Perpustakaan. ANTARA/Syaiful Arif

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta akan meluncurkan perpustakaan inklusi dalam waktu dekat. Perpustakaan ini menerapkan sistem pengaturan dan penataan buku yang berbeda supaya terakses oleh penyandang disabilitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pustakawati di Perpustakaan Daerah DKI Jakarta, Agatha Febriani mengatakan beberapa perbedaan fasilitas di perpustakaan umum dengan perpustakaan inklusi. "Perpustakaan inklusi memerlukan label khusus berdasarkan segmen pembaca berkebutuhan khusus dan usia," kata Agatha saat dihubungi Tempo, Ahad, 10 April 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Supaya lebih inklusi, perpustakaan bagi pembaca berkebutuhan khusus, misalnya disabilitas Netra tidak perlu terpisah dari ruang baca umum. Namun demikian, perlu membedakan rak dan label antara buku Braille dengan buku biasa. Dengan begitu, setiap pengunjung perpustakaan juga dapat mengetahui buku Braille.

Agatha mencontohkan, pada setiap buku Braille tersemat label warna dan di bagian atas label itu terdapat keterangan dalam huruf Braille. "Keterangan itu berisi informasi kategori buku dan segmen umur," ujarnya.

Buku Braille di Perpustakaan DKI Jakarta terbagi menjadi tiga kelompok umur pembaca, yakni pembaca remaja dewasa, pembaca remaja anak, dan pembaca anak. Agar pembaca atau pustakawan non-difabel Netra mudah mengidentifikasi bacaan berdasarkan usia tadi, perhatikan label warna pada buku. Ada tiga warna mewakili setiap kelompok usia pembaca tadi.

Mengenai rak buku, pustakawan menempatkan buku Braille di setiap lantai perpustakaan. Raknya tidak bisa menjadi satu dengan buku pada umumnya. Musababnya, buku Braille memiliki ukuran yang lebih tebal.

Pustakawati Yayasan Mitra Netra, Endah Tri Wahyuningsih mengatakan, buku Braille begitu tebal karena hurufnya tidak dapat dicetak bolak-balik. "Setiap lembar pada buku Braille hanya memuat satu halaman," ujarnya.

Sebab itu, Endah melanjutkan, harus ada rak tersendiri untuk meletakkan buku Braille. Selain bentuknya yang tebal, pustakawan juga harus menjaga agar titik-titik Braille di dalam buku tetap muncul dan teraba pada permukaan kertas.

Baca juga:
Jumlah Pustakawan Masih Kurang, Program 1 Juta Guru PPPK Diharap Jadi Solusi

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus