Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nadiem Anwar Makarim mengakui adanya kasalahan diksi saat membeberkan keberadaan tim khusus di kementeriannya.
GovTech Edu dibentuk pada 2020 dan langsung bekerja di bawah Kementerian Pendidikan.
JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengakui adanya kesalahan diksi saat membeberkan keberadaan tim khusus di kementeriannya. Nadiem menjelaskan bahwa tim bayangan atau shadow organization yang sempat ia sebut itu adalah lembaga yang berfungsi sebagai pencerminan terhadap Kementerian Pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada sedikit kesalahan dalam menggunakan kata shadow organization. Yang saya maksudkan itu sebenarnya organisasi ini adalah mirroring terhadap kementerian kami," kata Nadiem saat rapat kerja dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 26 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nadiem mengatakan pencerminan yang dimaksudkan itu adalah setiap direktur jenderal yang menyediakan layanan dapat menggunakan tim khusus tersebut. Penjelasan Nadiem ini sekaligus membantah pernyataan dia sebelumnya yang menyebutkan bahwa anggota tim khusus itu memiliki kewenangan yang setara dengan direktur jenderal.
Nadiem pertama kali mengungkap keberadaan tim bayangan di Kementerian Pendidikan tersebut dalam forum United Nations Transforming Education Summit di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada 19 September 2022. Nadiem mengatakan tim bayangan itu beranggotakan 400 orang dan bukan merupakan vendor Kementerian.
Namun, dalam rapat kerja kemarin, Nadiem mengklarifikasi pernyataannya tersebut. Mantan bos Gojek ini mengatakan tim tersebut merupakan tim permanen yang bertugas mendorong dan mengimplementasikan kebijakan Kementerian Pendidikan melalui platform teknologi.
"Seluruh tim kami adalah tim permanen yang merupakan suatu vendor yang dirumahkan di bawah anak perusahaan Telkom. Di situlah mereka dan memang mereka itu secara teknis adalah vendor. Jangan ada yang menyebut bahwa mereka bukan vendor," ujar Nadiem.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hasan Chabibie, mengatakan tim ini merupakan hasil kerja sama Kementerian Pendidikan dengan GovTech Edu. Entitas tersebut merupakan unit independen yang menjadi bagian dari PT Metranet, anak perusahaan PT Telkom Indonesia.
"Kemitraan Kemendikbudristek dengan GovTech Edu dalam membangun ekosistem teknologi pendidikan yang berkelanjutan dilakukan dengan mekanisme tender, sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Hasan.
GovTech Edu dibentuk pada 2020 dan langsung bekerja di bawah Kementerian Pendidikan. Nadiem menjelaskan, kehadiran mereka seiring dengan makin daruratnya implementasi digitalisasi di dunia pendidikan saat masa pandemi Covid-19.
GovTech Edu berisi orang-orang profesional dengan berbagai latar belakang. Kebanyakan berasal dari start-up teknologi, seperti Gojek, Grab, Bukalapak, Traveloka, Tokopedia, dan OVO. Ada juga yang berasal dari Bank Dunia, PBB, hingga Kantor Staf Presiden.
Ilustrasi warga membuka halaman Merdeka Mengajar. TEMPO/Bintari Rahmanita
Dua tahun berjalan, mereka ada di balik pembuatan sejumlah aplikasi pendidikan yang dibuat Kementerian Pendidikan, seperti Merdeka Mengajar, ARKAS dan SIPLah, Kampus Merdeka, Rapor Pendidikan, serta Belajar.id.
Nadiem mengatakan banyak anak muda yang tergerak untuk ikut bergabung dalam GovTech Edu guna membangun produk-produk digital Kementerian Pendidikan. "Itu karena inovasi budaya dalam Kemendikbud. Walaupun mereka vendor, mereka tidak diperlakukan sebagai vendor," ujar Nadiem.
Ia menegaskan bahwa GovTech Edu hanya menjadi mitra dalam proses merancang. Meski dilibatkan dari awal, pembuat kebijakannya tetap berasal dari Kementerian Pendidikan. Nadiem menjamin GovTech Edu tidak bertujuan utama mengambil keuntungan.
Semua produk yang dibuat, kata dia, akan menjadi milik Kementerian Pendidikan dan diberikan secara gratis kepada stakeholder pendidikan, yaitu sekolah, perguruan tinggi, dan tenaga pengajar. "Artinya produk ini selama-lamanya gratis karena milik Kemendikbudristek," ucap Nadiem.
Direktur Utusan Khusus Tentang Pendidikan Vox Point Indonesia, Indra Charismiadji, menanggapi pernyataan Nadiem tersebut. Indra menilai Nadiem tak konsisten terhadap pernyataannya sendiri. Fakta itu, kata dia, memberi kesan bahwa Nadiem berbohong perihal status vendor tim khusus tersebut.
"Antara dia bohong ke dunia internasional atau dia bohong ke masyarakat Indonesia, ke Presiden atau atasannya. Karena ini enggak mungkin dua-duanya benar, salah satu pasti bohong," kata Indra.
Indra juga menyebutkan keberadaan tim khusus ini seakan-akan menafikan aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Pendidikan. Ia menganggap Nadiem Anwar Makarim gagal membangun sumber daya manusia di Kementerian Pendidikan dengan mengajak 400 orang profesional membantunya, lalu menjalankan peran ASN di lembaganya. "Kalau dia enggak mampu membangun SDM di Kemendikbud, apa dia mampu membangun SDM Indonesia? Itu kan tugas dia, bukan bikin aplikasi pendidikan," ujar Indra.
EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo