Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cengkih Si Hitam

Petani di Sulawesi Tengah, kini, dihinggapi demam cengkih. Menurut Gubernur AM Tambunan, jumlah pohon cengkih tak sebanding lagi dengan jumlah tenaga kerja di wilayah itu.(dh)

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI dengan 4 tahun lampau, bertani kelapa masih merupakan mata-pencaharian utama penduduk pedalaman propinsi ini. Sepanjang pantai barat dan timur adalah tanaman kelapa semata. Tapi bersamaan dengan makin sepuhnya usia tanaman ini, ditambah dengan berbagai hama dan harga kopra yang tak mantap, dan sarana perhubungan yang tersendat-sendat, jenis tanaman ini hampir tak menghidupi para petani lagi. "Karena itu kita mencoba melakukan diversifikasi tanaman-tanaman perdagangan", kata Tambunan. Ia menyebut bahwa sejak masa jabatannya sebagai gubemur di daerah ini 3 tahun lampau, kepada para petani mulai diperkenalkan jenis tanaman pala, cengkeh dan lada. Ternyata tanaman cengkeh sudah mulai menggalak di mana-mana. Bahkan di Kabupaten Toli-Toli, daerah paling utara propinsi ini, demam cengkeh sudah mulai menghinggapi penduduk sejak 2 tahun belakangan ini. "Di Toli-Toli saja", cerita Tambunan, "dengan penduduk sekitar 150.000 orang, sudah terdapat 2« juta pohon cengkeh". Tanaman ini di Toli-Toli punya keistimewaan, yaitu mampu berbunga setiap tahun. Menurut Gubernur Sulawesi Tengah itu, kabupaten paling utara ini akan menjadi wilayah yang paling menonjol karena cengkehnya dibanding 3 kabupaten lainnya yang ada di propinsi ini. Kesulitan utama bagi para petani di Toli-Toli (kabupaten yang paling sedikit penduduknya) sekarang ini adalah kurangnya tenaga pemetik cengkeh. Beberapa pedagang di kota Palu mengungkapkan, bahwa dalam musim panen cengkeh seperti.bulan-bulan sekarang ini para pemiliknya biasa membagi dua hasil kebunnya dengan para pemetik. "Bahkan di ujung-ujung musim, tak sedikit pemilik kebun cengkeh yang mempersilahkan siapa saja untuk memungut bunga cengkehnya dan memiliki hasil pungutannya seluruhnya", tutur seorang pejabat kantor Gubernur Sulawesi Tengah yang berasal dari Toli-Toli. Semua ini tentu karena tenaga pemetik jauh lebih sedikit dari pada pohon cengkeh yang harus diambil bunganya. Departemen PUTL Tak hanya tanaman cengkeh yang bakal banyak menolong propinsi di perut pulau Sulawesi ini. Lebih dari 75 daerah ini masih merupakan hutan belantara. Di antaranya sekitar 2 juta hektar lebih terdiri dari hutan yang masih menyimpan kekayaan bernama kayu. Meskipun hingga saat ini dari 21 perusahaan yang sudah memiliki HPH di daerah ini baru 7 perusahaan di antaranya yang sudah berproduksi, namun sektor ini sudah mempunyai andil besar dalam membenahi propinsi yang masih muda ini. Bahkan kayu hitam, jenis hasil hutan yang termasuk paling mahal dewasa ini di pasaran dunia, dalam bentuk gelondongan telah menghasilkan antara 25 hingga 30 ribu ton per-tahun. "Tak sulit dibayangkan peranan daerah ini dalam soal kayu jika semua hutan kayu yang ada sudah diolah", ucap Tambunan. Mengandalkan kayu atau tidak, tampaknya propinsi ini memang cukup mempunyai bobot ekonomis di masa depannya. Tapi memang tak salah, bahwa ketertutupan serta minusnya manusia selama ini merupakan penyebab utama daerah ini lama tertidur. Tak seperti di daerah-daerah lainnya, di Sulawesi Tengah tangan Departemen PUTL terasa agak lamban membenahi jalanjalan yang mendesak. diperlukan, terutarna di kantong-kantong ekonomi. Untuk ini patut dikasihani juga usaha pejabat-pejabat propinsi ini yang bersusah payah melicinkan jengkal demi jengkal jalan, walaupun tanpa aspal --hanya untuk membebaskan warganya yang sudah sekian puluh tahun terkurung di gunung-gunung. Dan semua ini selalu menghabiskan lebih dari separo anggaran daerah setiap tahunnya. Tapi toh masih belum dapat dikatakan sarana perhubungan itu sudah seluruhnya menolong penduduk secara maksimal. Buktinya Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah masih dihambat kesulitan untuk memantapkan warga masyarakat suku terasing agar tetap betah di tempat yang sudah ditentukan bagi mereka. Sebab bagaimana petugas-petugas akan ajeg membina mereka, bagaimana mereka akan berkomunikasi dengan dunia luar - jika untuk mencapai lokasi pemukiman hanya mungkin dengan berjalan kaki atau naik kuda selama berhari-hari. Barangkali karena menyadari hal ini pula, maka dalam hal menangani masalah transmigrasi Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah mencoba belajar banyak dari pelaksanaan Proyek Sitiung. Walaupun hampir secara pelan-pelan, dalam dua tahun belakangan ini persiapan lokasi para penduduk pendatang ini ditata dengan lebih teliti. Setidak-tidaknya agar tidak terjadi lagi seakan-akan memindahkan penduduk sama artinya dengan mengurung mereka di tengah hutan belantara. Tapi bagaimanapun juga daerah ini bertegang otot untuk membenahi segala sudut wilayahnya, apakah orang-orang di Jakarta sana cukup memahami?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus