Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Program Guru Penggerak selalu memberikan cerita menarik dengan berbagai pengalaman yang dirasakan. Seperti yang diceritakan, Rasyidin, Guru Penggerak Angkatan 2 yang bertugas di SDN 3 Lapang, Kabupaten Aceh Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam program itu, Rasyidin harus menjalankan tugas sebagai kepala sekolah. Tak terbebani, ia justru merasa lebih leluasa untuk menerapkan program yang berorientasi pada peserta didik setelah menjabat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya lebih berani membuat program dan lebih mudah untuk mengimplementasikannya karena saya melakukan pendekatan supaya guru paham atas program yang saya tawarkan dan mereka pada akhirnya mendukung,” kata Rasyidin dilansir dari laman Kemendikbud.
Sebagai kepsek, Rasyidin kerap mengundang guru, orang tua siswa serta pemangku kepentingan untuk datang ke sekolah. Sebab, ia menilai bahwa suksesnya suatu program tidak terlepas dari dukungan pemangku kepentingan dan seluruh warga sekolah.
Rasyidin juga mengatakan musyawarah penting dilakukan untuk mendiskusikan perencanaan program agar tumbuh rasa saling memiliki program tersebut. Salah satu program yang Rasyidin gagas ialah “Zikir bersama Wali Murid”.
Kegiatan ini berlangsung satu bulan sekali dengan mengumpulkan para siswa dengan orang tuanya di sekolah untuk berzikir bersama. Selain itu, terdapat program penguatan literasi yang melibatkan siswa kelas 4,5 dan 6 untuk menyampaikan pidato maupun nasehat secara bergantian dengan maju ke depan kelas sebelum pembelajaran dimulai.
Sebagai manajer di sekolah, Rasyidin menyadari pentingnya peningkatan kompetensi guru yang menjadi motor pembelajaran. “Guru di daerah pesisir masih kurang. Dengan keadaan tersebut, saya mengajak guru-guru di sekolah untuk aktif dalam komunitas pembelajaran,” kata dia.
Rasyidin mengaku terus mendorong keaktifan guru dalam komunitas belajar. "Awalnya mereka merasa tidak percaya diri sehingga belum pernah ada narasumber dalam komunitas belajar di tingkat gugus namun sekarang saya bisa mengorbitkan dua narasumber dari sekolah saya di tingkat kecamatan,” kata dia.
Rasyidin terus menggali potensi guru-guru di sekolahnya karena ia yakin salah satu indikator kesuksesan implementasi program adalah menciptakan program yang relevan dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah. Sama halnya dengan penerapan Kurikulum Merdeka, sebagai langkah awal, Rasyidi memetakan dulu aset atau kekuatan sekolah, lalu disesuaikan dengan kemampuan sekolah, yakni menggunakan Kurikulum Mandiri Berubah.
Menurut Rasyidin, proses pendidikan mesti diperkuat dengan penerapan profil Pelajar Pancasila. Ia menilai karakter unggul adalah modal kemajuan bangsa.
“Kesuksesan dalam program apapun harus dimulai dari bawah karena tidak ada orang yang langsung mendulang kesuksesan besar tanpa diawali dengan langkah kecil secara konsisten,” kata Rasyidin.