Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Cerita Mahasiswa ITB soal Kerja Paruh Waktu di Kampus

Sesar Intan, mahasiswi Seni Rupa ITB dari Studio Lukis angkatan 2021 bercerita soal kerja paruh waktu sebagai asisten dosen

27 September 2024 | 07.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) memilih untuk bekerja paruh waktu di kampus demi mendapatkan tambahan uang jajan.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesar Intan, mahasiswi Seni Rupa ITB dari Studio Lukis angkatan 2021, mendaftar sebagai asisten dosen pada semester lalu. Selain banyak temannya yang menjadi asisten dosen, dia juga ingin menambah uang jajan secara mandiri.

“Karena katanya kalau asisten dosen dapat duit,” ujarnya saat ditemui Tempo, Kamis 26 September 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia kebagian mata kuliah untuk mahasiswa baru yang menjalani program tahap persiapan bersama di kampus ITB Jatinangor. Selama satu semester itu, ada sekitar 14 kali pertemuan di kelas. Di sela waktu kuliah, jadwal kerjanya sepekan sekali yaitu tiap Jumat dari pukul 13.00-15.00 WIB. “Setiap ada mata kuliah itu saya harus pulang pergi Bandung - Jatinangor,” kata Sesar.

Kadang ia pergi naik sepeda motor. Lain waktu ketika mepet dengan kegiatan lain, dia menumpang mobil travel yang tiketnya seharga Rp 20 ribu sekali jalan. Sebenarnya menurut Sesar, ITB menyediakan bus dari Bandung ke Jatinangor. “Cuma itu sering penuh jadi mau nggak mau harus pakai kendaraan lain,” ujarnya. 

Sejak awal bekerja, dia mengaku honornya tidak pernah disebutkan oleh pihak kampus. Sesar mengira upahnya bakal sama seperti rekan yang lebih dulu menjadi asisten dosen yaitu Rp 1 juta per semester. “Pas saya daftar cuma dapat Rp 500 ribu,” katanya. Karena itu pada semester sekarang, dia tidak lagi menjadi asisten dosen di ITB dan mencari kerja di luar kampus. 

Selama dua bulan ini, Sesar menjadi pekerja magang ilustrator di sebuah perusahaan di Jakarta yang tugasnya bisa dikerjakan di Bandung. Gajinya per bulan sebesar Rp 1,5 juta. “Lumayan bisa menutup uang jajan,” katanya.

Sementara Revanka Mulya, mahasiswa Fisika angkatan 2020, pernah menjajal beberapa jenis kerja paruh waktu di ITB pada 2023 agar punya tambahan uang di semester depan. Dia pernah mendapat uang Rp 500 ribu dari tugasnya sebagai reporter untuk jurusan selama satu semester atau enam bulan. Sejak awal tahun lalu, dia juga menjadi pengawas ujian. “Enak kerjanya sebentar tapi sampai sekarang honor nggak turun,” ujarnya, Kamis 26 September 2024.

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Naomi Haswanto mengatakan, semua penggajian, honor asisten, ada aturannya dari rektor. Angkanya bervariasi karena ada ketentuan batas bawah dan atas yang pembayarannya dilakukan oleh fakultas atau sekolah di ITB. Sementara mahasiswa yang bersedia kerja paruh waktu mendapat surat penugasan dari dosen, termasuk jam kerjanya. “Dari zaman baheula mahasiswa ITB (sudah ada) kerja paruh waktu di kampus,” kata dia.

Belakangan, ITB berencana mewajibkan kerja paruh waktu namun tidak untuk semua mahasiswa, melainkan kalangan tertentu yaitu mahasiswa yang mengajukan atau mendapatkan beasiswa keringanan uang kuliah tunggal atau UKT. ITB menyebarkan informasi itu via surat elektronik ke 5.500 mahasiswa yang menuai protes dari Keluarga Mahasiswa ITB. Setelah aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa pada Kamis sore 26 September 2024, ITB tidak lagi berencana mewajibkan kerja paruh waktu. “Kerja itu sebenarnya opsi, tawaran, yang nggak mau ikut juga nggak apa-apa,” kata Naomi. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus