Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPULUH tahun lalu, Joko Widodo alias Jokowi meresmikan sebuah rumah bernomor 10 di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, sebagai kantor transisi. Saat itu mantan Wali Kota Solo ini masih menunggu proses sengketa pemilihan presiden 2014. Namun Jokowi meresmikan rumah tersebut secara simbolis dengan membuka papan bertulisan “Kantor Transisi Jokowi-JK” pada 4 Agustus 2024.
Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla adalah konsep tim peralihan perdana dalam pergantian Presiden Indonesia. Hampir serupa dengan tim sinkronisasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka saat ini, tim transisi ini juga mempersiapkan hal-hal strategis yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015.
"Kantor transisi ini kita mulai karena kita harus mempersiapkan semuanya, meskipun kita sangat menghormati proses Mahkamah Konstitusi," kata Jokowi dalam upacara peresmian kantor transisi.
Jokowi memilih lima orang untuk berkantor di kantor transisi. Rini Mariani Soemarno menjadi kepala staf yang memimpin tim transisi. Dia dibantu oleh empat deputi, yakni Andi Widjajanto, Hasto Kristiyanto, Anies Baswedan, dan Akbar Faizal. Belakangan Jokowi menambah satu deputi lagi, yakni Eko Putro Sandjojo.
Tim transisi bentukan Jokowi bukan tanpa polemik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, yang saat itu masih menjabat dan menunggu hasil sengketa di Mahkamah Konstitusi, kesal akan adanya Tim Transisi Jokowi. Juru bicara Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Istana Kepresidenan heran mengapa tim transisi ini tiba-tiba muncul. Padahal, kata dia, belum ada keputusan final soal hasil pemilihan presiden 2014 di Mahkamah Konstitusi.
"Tim itu mau membuat komunikasi, mengenai apa? Harus dipastikan dulu," kata Julian di Istana Negara, Rabu, 6 Agustus 2014.
Julian mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru akan berkomunikasi dengan presiden terpilih setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan perihal sengketa pemilu presiden 2014. Komunikasi tersebut mencakup upaya transisi politik dan kekuasaan dari pemerintahan SBY ke pemerintahan yang baru. Bahkan, kata dia, SBY yang akan mengundang langsung setelah ada putusan resmi dari Mahkamah Konstitusi.
Rumah transisi ini juga dikritik oleh tim kampanye nasional Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Prabowo dan Hatta saat itu menggugat hasil pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi. Juru bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Andre Rosiade, mengatakan rumah transisi ini seolah-olah menganggap proses pemilihan presiden sudah selesai.
“Ini sebatas pembangunan opini publik oleh tim Jokowi-Jusuf Kalla,” kata Andre, 5 Agustus 2014.
Dalam rapat kabinet paripurna di Istana Presiden, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur Tim Transisi Jokowi-JK yang main selonong masuk ke setiap kementerian tanpa berkoordinasi. Saat itu SBY menegaskan pemerintahan saat ini masih dijalankan oleh kabinetnya, yakni Kabinet Indonesia Bersatu II hasil Pemilu 2009.
“Sampai 20 Oktober 2014, yang berkaitan dengan pemerintahan adalah saya yang tanggung jawab," kata SBY pada 5 September 2015.
Majalah Tempo edisi 15 September 2014 berjudul “Wara-wiri Tim Transisi” mengulas bagaimana tim transisi bermanuver ke dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. SBY mengatakan kerap menerima aduan dari menteri dan pejabat. Mereka mengeluh mendapat undangan dan surat dari Tim Transisi. Sekretaris Kabinet Dipo Alam lantas mengedarkan surat yang melarang kementerian meladeni permintaan Tim Transisi jika belum berkoordinasi dengan kementerian koordinator.
Rini Soemarno mengatakan timnya sepakat bekerja dalam senyap. Dia dibantu oleh deputi-deputinya, yakni Andi Widjajanto untuk urusan kelembagaan dan luar negeri, Hasto untuk anggaran, Anies untuk kesejahteraan rakyat, Akbar Faizal ihwal infrastruktur dan energi, serta Eko Putro untuk mengurus perdagangan dan ekonomi kreatif.
Tiap deputi memiliki kelompok kerja yang anggotanya dirahasiakan. Para anggota pokja ini menekan pakta kerahasiaan agar tidak berbicara ke media massa. “Yang berhak berbicara hanya deputinya,” kata Rini, yang merupakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri periode 2001-2004.
Tim Transisi merumuskan draf ihwal arsitektur kabinet, menghitung anggaran, termasuk menerjemahkan visi-misi Jokowi yang disampaikan lewat janji kampanye ke dalam program kerja tahunan hingga lima tahunan. Karena program kerja harus mendetail dan berbasis anggaran, kelompok kerja yang awalnya 13 dipecah menjadi 22.
Kelompok kerja ini meminta masukan dari praktisi, tokoh, sejumlah mantan pejabat, pengusaha, dan akademikus. Mereka diminta oleh kelompok kerja Tim Transisi menjadi narasumber atau untuk memperoleh data. Hasto mengatakan pensiunan pejabat dipilih untuk menghindari hambatan komunikasi dengan pejabat aktif. Pertemuan Presiden SBY dengan Jokowi di Nusa Dua, Bali, menjadi titik awal Tim Transisi menyurati pejabat kementerian.
Pada awal September 2014, deputi tim transisi mengirim surat ke sejumlah lembaga pemerintahan. Isinya meminta konsultasi dan audiensi mengenai kegiatan kementerian yang berjalan agar selaras dengan visi Jokowi-JK. Selain meminta data, Tim Transisi mengundang sejumlah direktur jenderal kementerian.
Kendati demikian, tidak semua surat direspons. Bahkan beberapa menteri menerima surat salah alamat. Menteri yang menerima surat salah alamat itu melaporkannya ke Presiden SBY. Surat salah kamar ini lantas menjadi gunjingan, termasuk surat yang dikirim oleh Akbar Faiza. Akbar, yang menjabat Deputi Bidang Infrastruktur, Perumahan Rakyat, dan Transportasi Publik, justru mengirim surat ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Surat salah kamar itu membuat Akbar disebut sebagai petinggi Tim Transisi yang main selonong.
Akbar membantah suratnya ke Menteri Kelautan Sharif Cicip Sutardjo salah kamar. Ia mengaku undangan audiensi itu masih relevan karena berkaitan dengan rencana Jokowi membangun jalan tol laut. Ia juga menepis tudingan bergerak sendiri menemui sejumlah menteri.
“Saya masih on the track dengan bidang yang menjadi tanggung jawab saya,” kata Akbar. Ia mengatakan semua surat yang dikirim pada akhirnya ditangguhkan setelah ada teguran dari Presiden SBY.
Jokowi menanggapi teguran SBY yang menyebut tim transisinya masuk tanpa koordinasi ke kabinet. Menurut Jokowi, Tim Transisi bentukannya diisi oleh anggota yang masih muda dan terlalu bersemangat.
“Silakan tegur saja,” kata Jokowi.
Setelah bertemu di Nusa Dua, Presiden SBY meminta Jokowi memberikan mandat yang jelas kepada setiap orang yang menjadi anggota Tim Transisi.
SBY kala itu mengatakan siap membantu Tim Transisi dalam proses peralihan dengan kabinetnya. Bahkan SBY menagih laporan kepada kementerian atau lembaga yang telah berkomunikasi dengan Tim Transisi. SBY mengatakan kejelasan Tim Transisi untuk mencegah kesalahpahaman selama peralihan.
“Saya dan Wakil Presiden Boediono akan jadi supervisi,” kata Yudhoyono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Munawwaroh, Fransisco Rosarians, dan Hussein Abri berkontribusi pada tulisan ini. Sebagian bahan bersumber dari majalah Tempo.