Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bawaslu RI menargetkan pelantikan calon anggota Bawaslu di 514 kabupaten dan kota paling lambat pada 20 Agustus 2023.
Bawaslu RI dilaporkan ke DKPP.
Bawaslu provinsi mengambil alih tugas Bawaslu kabupaten dan kota untuk sementara waktu.
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengejar target penetapan dan pelantikan calon anggota Bawaslu di 514 kabupaten dan kota paling lambat pada 20 Agustus 2023. Target ini merupakan penundaan dari rencana awal Bawaslu yang akan melantik mereka pada Senin, 14 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saat ini kami masih rapat pleno," kata Komisioner Bawaslu, Totok Hariyono, Rabu, 16 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat pleno itu membahas penentuan calon terpilih, penentuan waktu pengumuman, dan penentuan jadwal pelantikan. Awalnya, Bawaslu RI menjadwalkan pengumuman anggota Bawaslu terpilih di 514 kabupaten-kota pada 12 Agustus. Tapi Bawaslu RI menundanya dengan mengirim surat edaran ke Bawaslu kabupaten dan kota.
Totok enggan menjelaskan secara detail mengenai alasan penundaan pengumuman tersebut. Ia hanya mengakui bahwa Bawaslu belum selesai membahasnya.
Jawaban Totok ini sekaligus menepis informasi soal adanya kepentingan politik di balik penundaan pengumuman anggota Bawaslu kabupaten-kota tersebut. "Kami ingin lebih selektif saja," kata Totok.
Sejumlah calon anggota panwaslu kecamatan mengikuti tes Computer Assisted Test (CAT) di SMK Negeri 3, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, 15 Oktober 2022. ANTARA/Yusuf Nugroho
Pengunduran jadwal pengumuman ini berdampak pada kekosongan jabatan anggota Bawaslu kabupaten dan kota. Masa jabatan mereka berakhir pada 14 Agustus lalu.
Menurut Totok, akibat kekosongan anggota Bawaslu kabupaten dan kota tersebut, Bawaslu RI menginstruksikan kepada Bawaslu provinsi untuk mengambil alih kewenangan pengawasan pemilu di kabupaten dan kota untuk sementara waktu. Langkah itu, kata Totok, sejalan dengan ketentuan Pasal 97 Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Kerja dan Pola Hubungan.
"Sudah diatur, kalau Bawaslu kabupaten dan kota tak bisa melaksanakan, diambil alih Bawaslu di atasnya. Jadi, tak ada kekosongan," ujar Totok.
Selasa lalu, mantan Ketua Bawaslu Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Suryono Pane, melaporkan masalah keterlambatan pengumuman ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) di Jakarta. Suryono melaporkan ketua dan anggota Bawaslu RI atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
"Saya menduga Bawaslu melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang mengarah pada penundaan pemilu," kata Suryono, kemarin, 16 Agustus 2023.
Menurut Suryono, Bawaslu RI tidak profesional dalam melakukan tugas perekrutan. Bawaslu bahkan sampai membuat surat penundaan pengumuman hingga empat kali. "Bagaimana kami tidak curiga bahwa ada kepentingan di situ," kata dia.
Suryono mengatakan, kekosongan anggota Bawaslu di kabupaten dan kota itu mengakibatkan tahapan pemilu tidak bisa diawasi. Tahapan pemilu yang terdekat adalah penyusunan calon sementara anggota legislatif Pemilu 2024 yang dijadwalkan pada 18 Agustus mendatang.
"Tahapan itu wajib diawasi. Kalau tidak diawasi, dianggap tak sah. Jadi, saya melihat potensi penundaan pemilu di sini," kata Suryono.
Ia berpendapat, Bawaslu RI tidak bisa memberikan tugas kepada Bawaslu provinsi untuk mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu kabupaten dan kota. Sebab, pengambilalihan tugas bukan untuk kekosongan jabatan, melainkan ketika komisioner tidak bisa melaksanakan kewajibannya karena sakit atau tak bisa melaksanakan tugasnya.
"Pengawasan Bawaslu provinsi juga tidak akan efektif. Di Jawa Timur saja ada 38 kabupaten dan kota, sedangkan komisioner Bawaslu provinsi hanya 7," ujar Suryono.
Tes wawancara calon anggota panwaslu di Probolinggo, Jawa Timur, 21 Oktober 2022. probolinggo.bawaslu.go.id
Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, mengatakan bahwa keterlambatan pengumuman ini merupakan peristiwa yang pertama kali terjadi. Ia mengatakan, Bawaslu RI semestinya bisa melakukan kerja-kerja profesional, mengingat tak ada aturan yang berubah setelah Pemilu 2019. "Padahal tinggal mengikuti saja. Bawaslu juga tidak sedang menyusun aturan," kata Ray.
Menurut dia, salah satu penyebab keterlambatan pengumuman adalah faktor kelalaian Bawaslu RI. Dalam konteks tersebut, kata Ray, Bawaslu RI tidak bisa memerintahkan Bawaslu provinsi mengambil alih kewenangan Bawaslu kabupaten dan kota. Sebab, alasan pengambilalihan kewenangan hanya bisa dilakukan saat anggota Bawaslu dalam kondisi sakit, meninggal, diberhentikan, atau diberi sanksi oleh DKPP.
"Pengambilalihan ini bisa diduga melanggar peraturan," ujar Ray.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, berdasarkan laporan KIPP di daerah, dugaan keterlambatan karena adanya penilaian dalam proses seleksi yang tidak obyektif, baik tahapan tes tertulis, tes psikologi, tes kesehatan, maupun wawancara.
"Masalah lain, kriteria lolos dan tidak lolos tidak jelas. Ada juga laporan transaksional dari tingkat tim seleksi. Tapi dugaan ini masih perlu dibuktikan," kata Kaka.
Ketua Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi, mengatakan bahwa keterlambatan pengumuman anggota Bawaslu kabupaten dan kota terpilih ini merupakan preseden terburuk sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Penundaan ini juga mengabaikan prinsip penyelenggaraan pemilu, seperti berkepastian hukum, tertib, dan profesional.
"Sudah bisa dipastikan Bawaslu RI tidak profesional dalam menata dan menguatkan peran kelembagaannya," kata Yusfitriadi.
Yusfitriadi juga menduga adanya politisasi dalam penentuan anggota Bawaslu di 514 kabupaten dan kota tersebut. Apalagi muncul berbagai isu soal adanya intervensi pihak tertentu dalam seleksi anggota Bawaslu daerah tersebut. "Kekosongan jabatan ini semakin memperkuat kebenaran isu tersebut," ujarnya.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo