Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari puncak lawang datang hiburan

Januar muin pemimpin pln proyek induk pembangkit & jaringan sumatera barat/riau bikin kejutan membuat pemancar tv amatir di puncak lawang, kabupaten agam sum-bar. tapi tanpa ijin deppen. (md)

5 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENONTON televisi di Bukittinggi dan sekitarnya di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sedikit terhibur dan heran. Ketika mereka menghidupkan pesawat tv pukul 16.30, bukan acara pola teknik seperti biasanya yang muncul di layar. Kali ini tersaji gambar yang tidak asing lagi bagi mereka, yaitu panorama indah Danau Maninjau dan Puncak Lawang. Ilustrasi musik yang dihidangkan sore itu ialah musik tradisional Minang, saluang dan talempong. Keheranan penonton semakin bertambah, sewaktu seorang gadis berpakaian adat Minang, bernama Titi, muncul sebagai penyiar sesudah acara pembukaan itu. Tetapi semua itu segera terjawab. Ir. Januar Muin, orang yang paling dikenal dalam urusan listrik di SumBar, tampil di layar dan menjelaskan bahwa siaran itu dipancarkan dari Puncak Lawang, Kabupaten Agam. "Untuk pertama kalinya di Indonesia telah dilahirkan pemancar amatir di Puncak Lawang ini," kata Januar, pemimpin PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Barat/Riau. Mulai 10 November siaran lokal Puncak Lawang mengudara. Pada siaran perdananya, tampil Bupati Agam, M. Nur Syafei, memberikan sambutannya. Disampaikan juga pesan Gubernur Sumatera Barat, Azwar Anas, yang menyambut gembira peristiwa itu. Tentu saja penduduk setempat gembira dan bangga. Tambahan lagi hari berikutnya muncul penyiar Yul Chaidir yang sudah dikenal membawakan acara Dunia Dalam, Berita dari TVRI Pusat Jakarta. Yul Chaidir yang sekarang menjadi Kepala Stasiun RRI Bukittinggi membawakan acara berita lokal sekitar Bukittinggi dan Agam. Ide siaran lokal itu bermula dari keluhan masyarakat di Kabupaten Agam sebelah barat yang tidak bisa menangkap siaran TVRI Jakarta di pesawat tv mereka. Ada sekitar 100 ribu penduduk di wilayah itu, tempat yang terkurung dalam lembah Bukit Barisan. Keluhan yang sama juga terdengar dari ribuan pekerja proyek PLTA Maninjau yang bekerja di wilayah itu. "Kami terpencil di tempat yang sunyi ini. Tidak ada hiburan sama sekali," keluh seorang pekerja PLTA itu kepada Ir. Januar Muin. Maka sarjana elektro tamatan ITB tahun 1961 itu membawa keluhan tadi ke Pemda dan Proyek Mass Media TVRI. Dia juga meriset sendiri kemungkinan stasiun relay di daerah itu. Akhirnya idaman masyarakat di daerah itu tercapai. Semenjak akhir tahun 1979, penduduk di tempat itu sudah bisa menikmati siaran TVRI Jakarta melalu. stasiun relay mini dengan biaya DIP Rp 15 ,5 juta. Tapi, sukses itu belum cukup memuaskan Januar dan kawan-kawannya. Dibantu oleh dua orang montir toko radio dan televisi Bukittinggi, Uzer Udo dan Darwin, serta teknisi proyek PLTA Maninjau, Januar mencoba pula memancarkan siaran lokal. Setelah 17 kali percobaan sampai awal November, hasilnya memuaskan. Daya pancarnya stasiun televisi amatir ini mencapai radius 50 km. Selain Agam, tetangganya Kabupaten Pasaman terjangkau pula. Sejak siaran perdana itu, secara rutin tiga kali seminggu pada pukul 15 - 16.30 WIB siarannya berjalan lancar. Selain acara hiburan kesenian daerah dan pembangunan desa, disiarkan juga ceramah kesehatan, pelajaran matematika dan penerangan adat. Acara itu direkam dulu pada kaset video, kemudian dibawa ke Puncak Lawang. Terencana & Ada Izin Siaran Puncak Lawang dikelola oleh organisasi Televisi Amatir Indonesia atau disebut juga Otari, mirip Orari (Organisasi Radio Amatir Indonesia). Penduduk daerah itu menerjemahkan Otari menjadi ota (bahasa Minang yang berarti obrolan) dan ri yang berarti siang hari. Tapi penduduk sana mungkin akan kehilangan siaran Otari itu. Mana izin resminya dari Jakarta? Pertanyaan itu terbetik ketika Dirjen Penerangan Umum, Djoko Kartodihardjo, mengunjungi pemancar itu pekan lalu. "Menpen akan memutuskan apakah pemancar itu akan diteruskan atau tidak," kata Dirjen itu. Januar, yang sempat digendong almarhum Ir. Sutami karena berhasil dalam proyek PLTA Batang Agam, hari itu juga menyerahkan pengelolaan pemancar lokal itu kepada Deppen. Ia tidak banyak bicata lagi. "Sebaiknya kita tunggu keputusan Menpen," katanya. Kabar yang ditunggu itu agaknya tidak menggembirakan. "Siaran lokal yang non-TVRI itu sudah dihentikan," kata Direktur Televisi, Subrata. Setiap kegiatan seperti itu, katanya lagi, harus terencana dan juga harus mendapatkan izin Dirjen RTF. Tapi, menurut Januar di Bukittinggi akhir pekan lalu, "siaran kami masih jalan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus